Kedubes Rusia: AS Secara Sinis Tolak Fakta Genosida di Donbass
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) secara sinis menolak fakta genosida populasi Rusia di wilayah Donbass, Ukraina timur. Pernyataan itu diungkapkan Duta Besar (Dubes) Rusia untuk Amerika Serikat Anatoly Antonov.
Seorang reporter bertanya kepada Antonov bagaimana dia bisa mengomentari pernyataan AS yang meragukan genosida terhadap warga Rusia di Donbass.
"Ini menyebabkan kemarahan dan ketegangan. Bagaimana lagi orang bisa menafsirkan penembakan daerah pemukiman oleh Angkatan Bersenjata Ukraina menggunakan beberapa peluncur roket atau situs kuburan massal yang ditemukan dari hampir 300 warga sipil di dekat #Lugansk, yang terbunuh hanya karena mereka menganggap Rusia sebagai bahasa asli mereka?" ungkap duta besar Rusia, dilansir Sputnik pada Kamis malam (17/2/2022).
Dia menjelaskan, "Amerika Serikat harus memahami bahwa ada jutaan orang Rusia yang tinggal di Ukraina yang kepentingannya perlu diamankan dan dilindungi. Ini adalah jaminan kenegaraan dan integritas teritorial Ukraina."
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin menggambarkan kekejaman terhadap warga sipil di Ukraina sebagai genosida.
Baca juga: Negara-negara dengan Jumlah Gelandangan Terbanyak di Dunia, Nomor 5 Tak Disangka
Kementerian Luar Negeri Rusia telah berulang kali memperingatkan mitra Baratnya agar tidak mendukung upaya Kiev menyabotase perjanjian Minsk di Donbass dan menyelesaikan krisis di Ukraina Timur dengan paksa.
Dalam percakapan telepon baru-baru ini dengan Presiden AS Joe Biden, Presiden Rusia Vladimir Putin menyebutkan pasokan senjata ke Ukraina, yang mungkin mendorong potensi provokasi oleh angkatan bersenjata Ukraina di Donbass dan Krimea.
Kiev mengklaim tidak merencanakan operasi ofensif di Donbass dan hanya mengandalkan alat diplomatik.
Namun, melanggar perjanjian Minsk, Republik Rakyat Luhansk (LPR) dan Republik Rakyat Donetsk (DPR) ditembaki tentara Ukraina pada Kamis (17/2/2022). Serangan itu menjadi penembakan paling intens sejak April 2021.
Pejabat lokal telah mendesak pengamat internasional merekam serangan itu dan mengambil tindakan untuk mencegah agresi oleh Ukraina. Namun seruan itu sia-sia.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price menuduh Moskow membuat klaim "palsu" tentang genosida di Ukraina timur sebagai dalih untuk "invasi".
Narasi invasi Rusia itu telah disebarkan secara aktif oleh negara-negara Barat selama beberapa bulan terakhir, meskipun Rusia menolak tuduhan tersebut sebagai omong kosong.
"Kami mendesak Departemen Luar Negeri AS untuk berhenti memicu 'kemarahan militeris' wartawan dan fokus pada masalah yang benar-benar penting dari penyelesaian diplomatik konflik intra-Ukraina," ungkap misi diplomatik Rusia, Rabu (16/2/2022).
LPR dan DPR yang memproklamirkan kemerdekaan pada awal 2014 setelah pemerintah nasionalis sayap kanan merebut kekuasaan di Kiev dalam kudeta yang didukung AS.
Ukraina kini mulai menyusun program untuk mengurangi minoritas penting berbahasa Rusia di negara itu ke status kelas dua.
Lihat Juga: Putin Bicara tentang Perang Dunia 3: Bahaya Makin Meningkat, tapi Tak Perlu Membuat Siapa Pun Takut
Seorang reporter bertanya kepada Antonov bagaimana dia bisa mengomentari pernyataan AS yang meragukan genosida terhadap warga Rusia di Donbass.
"Ini menyebabkan kemarahan dan ketegangan. Bagaimana lagi orang bisa menafsirkan penembakan daerah pemukiman oleh Angkatan Bersenjata Ukraina menggunakan beberapa peluncur roket atau situs kuburan massal yang ditemukan dari hampir 300 warga sipil di dekat #Lugansk, yang terbunuh hanya karena mereka menganggap Rusia sebagai bahasa asli mereka?" ungkap duta besar Rusia, dilansir Sputnik pada Kamis malam (17/2/2022).
Dia menjelaskan, "Amerika Serikat harus memahami bahwa ada jutaan orang Rusia yang tinggal di Ukraina yang kepentingannya perlu diamankan dan dilindungi. Ini adalah jaminan kenegaraan dan integritas teritorial Ukraina."
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin menggambarkan kekejaman terhadap warga sipil di Ukraina sebagai genosida.
Baca juga: Negara-negara dengan Jumlah Gelandangan Terbanyak di Dunia, Nomor 5 Tak Disangka
Kementerian Luar Negeri Rusia telah berulang kali memperingatkan mitra Baratnya agar tidak mendukung upaya Kiev menyabotase perjanjian Minsk di Donbass dan menyelesaikan krisis di Ukraina Timur dengan paksa.
Dalam percakapan telepon baru-baru ini dengan Presiden AS Joe Biden, Presiden Rusia Vladimir Putin menyebutkan pasokan senjata ke Ukraina, yang mungkin mendorong potensi provokasi oleh angkatan bersenjata Ukraina di Donbass dan Krimea.
Kiev mengklaim tidak merencanakan operasi ofensif di Donbass dan hanya mengandalkan alat diplomatik.
Namun, melanggar perjanjian Minsk, Republik Rakyat Luhansk (LPR) dan Republik Rakyat Donetsk (DPR) ditembaki tentara Ukraina pada Kamis (17/2/2022). Serangan itu menjadi penembakan paling intens sejak April 2021.
Pejabat lokal telah mendesak pengamat internasional merekam serangan itu dan mengambil tindakan untuk mencegah agresi oleh Ukraina. Namun seruan itu sia-sia.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price menuduh Moskow membuat klaim "palsu" tentang genosida di Ukraina timur sebagai dalih untuk "invasi".
Narasi invasi Rusia itu telah disebarkan secara aktif oleh negara-negara Barat selama beberapa bulan terakhir, meskipun Rusia menolak tuduhan tersebut sebagai omong kosong.
"Kami mendesak Departemen Luar Negeri AS untuk berhenti memicu 'kemarahan militeris' wartawan dan fokus pada masalah yang benar-benar penting dari penyelesaian diplomatik konflik intra-Ukraina," ungkap misi diplomatik Rusia, Rabu (16/2/2022).
LPR dan DPR yang memproklamirkan kemerdekaan pada awal 2014 setelah pemerintah nasionalis sayap kanan merebut kekuasaan di Kiev dalam kudeta yang didukung AS.
Ukraina kini mulai menyusun program untuk mengurangi minoritas penting berbahasa Rusia di negara itu ke status kelas dua.
Lihat Juga: Putin Bicara tentang Perang Dunia 3: Bahaya Makin Meningkat, tapi Tak Perlu Membuat Siapa Pun Takut
(sya)