Jatuhkan Sanksi, ICC Kutuk Trump
loading...
A
A
A
DEN HAAG - Pengadilanpidana internasional (ICC) mengutuk keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Truump yang menjatuhkan sanksi kepada pengadilan internasional itu. ICC mengatakan sanksi tersebut adalah upaya yang tidak dapat diterima untuk mengganggu aturan hukum dan proses pengadilan.
Presiden AS Donald Trump telah menandatangani perintah eksekutif yang menjatuhkan sanksi terhadap staf ICC yang menyelidiki pasukan Amerika dan pejabat intelijen serta orang-orang dari negara sekutu, termasuk Israel, untuk kemungkinan kejahatan perang di Afghanistan dan di tempat lain. (Baca: ICC Setuju Dilakukannya Penyelidikan Kejahatan Perang di Afghanistan )
Sanksi itu akan memblokir aset keuangan staf ICC dan melarang mereka serta kerabatnya memasuki AS. (Baca: Trump Jatuhkan Sanksi kepada ICC )
"ICC bersama dengan staf dan pejabatnya dan tetap tak tergoyahkan dalam komitmennya untuk melaksanakan, secara independen dan tidak memihak, mandat yang tercantum dalam perjanjian yang membentuknya Statuta Roma," kata badan itu dalam sebuah pernyataan seperti dilansir dari The Globe and Mail, Sabtu (113/6/2020).
Dikatakan serangan terhadap pengadilan yang bermarkas di Den Haag itu juga merupakan serangan terhadap kepentingan para korban kejahatan kejam, karena banyak di antaranya yang merupakan harapan terakhir pengadilan bagi keadilan.
O-Gon Kwon, presiden manajemen dan mekanisme pengawasan pengadilan, Majelis Negara-negara Pihak, juga mengkritik langkah-langkah AS.
"Mereka merusak upaya kita bersama untuk melawan impunitas dan untuk memastikan pertanggungjawaban atas kekejaman massal," katanya dalam sebuah pernyataan.
"Saya sangat menyesalkan tindakan yang menargetkan pejabat Pengadilan, staf, dan keluarga mereka," imbuhnya.
Menteri Luar Negeri Belanda Stef Blok mengatakan dalam sebuah tweet pada hari Jumat bahwa ia sangat terganggu oleh tindakan AS dan meminta Washington untuk tidak memberikan sanksi kepada staf ICC.
"ICC sangat penting dalam memerangi impunitas dan menegakkan aturan hukum internasional," cuit Blok.
Pejabat senior PBB dan Uni Eropa juga menentang keputusan itu.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan perintah Trump adalah masalah yang serius. Ia menggambarkan anggota UE sebagai pendukung ICC.
Menurut Borrell ICC adalah faktor kunci dalam membawa keadilan dan perdamaian, dan karenanya harus dihormati serta didukung oleh semua bangsa.
Sedangkan juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric mengatakan, PBB telah "mencatat dengan prihatin" tentang laporan perintah Trump.
American Civil Liberties Union menyarankan untuk mencari bantuan hukum dan mengatakan perintah itu adalah tampilan berbahaya penghinaannya terhadap hak asasi manusia dan mereka yang bekerja untuk menjunjung tinggi HAM.
Namun Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mendukung tindakan AS. Ia menuduh ICC mengarang "tuduhan aneh" terhadap negaranya, dan memuji AS karena membela apa yang ia sebut kebenaran dan keadilan.
ICC yang bermarkas di Den Haag dibentuk pada 2002 untuk menuntut kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan dan genosida di tempat-tempat di mana para pelaku mungkin tidak akan diadili. AS tidak pernah menjadi anggota ICC yang memiliki 123 negara anggota.
Presiden AS Donald Trump telah menandatangani perintah eksekutif yang menjatuhkan sanksi terhadap staf ICC yang menyelidiki pasukan Amerika dan pejabat intelijen serta orang-orang dari negara sekutu, termasuk Israel, untuk kemungkinan kejahatan perang di Afghanistan dan di tempat lain. (Baca: ICC Setuju Dilakukannya Penyelidikan Kejahatan Perang di Afghanistan )
Sanksi itu akan memblokir aset keuangan staf ICC dan melarang mereka serta kerabatnya memasuki AS. (Baca: Trump Jatuhkan Sanksi kepada ICC )
"ICC bersama dengan staf dan pejabatnya dan tetap tak tergoyahkan dalam komitmennya untuk melaksanakan, secara independen dan tidak memihak, mandat yang tercantum dalam perjanjian yang membentuknya Statuta Roma," kata badan itu dalam sebuah pernyataan seperti dilansir dari The Globe and Mail, Sabtu (113/6/2020).
Dikatakan serangan terhadap pengadilan yang bermarkas di Den Haag itu juga merupakan serangan terhadap kepentingan para korban kejahatan kejam, karena banyak di antaranya yang merupakan harapan terakhir pengadilan bagi keadilan.
O-Gon Kwon, presiden manajemen dan mekanisme pengawasan pengadilan, Majelis Negara-negara Pihak, juga mengkritik langkah-langkah AS.
"Mereka merusak upaya kita bersama untuk melawan impunitas dan untuk memastikan pertanggungjawaban atas kekejaman massal," katanya dalam sebuah pernyataan.
"Saya sangat menyesalkan tindakan yang menargetkan pejabat Pengadilan, staf, dan keluarga mereka," imbuhnya.
Menteri Luar Negeri Belanda Stef Blok mengatakan dalam sebuah tweet pada hari Jumat bahwa ia sangat terganggu oleh tindakan AS dan meminta Washington untuk tidak memberikan sanksi kepada staf ICC.
"ICC sangat penting dalam memerangi impunitas dan menegakkan aturan hukum internasional," cuit Blok.
Pejabat senior PBB dan Uni Eropa juga menentang keputusan itu.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan perintah Trump adalah masalah yang serius. Ia menggambarkan anggota UE sebagai pendukung ICC.
Menurut Borrell ICC adalah faktor kunci dalam membawa keadilan dan perdamaian, dan karenanya harus dihormati serta didukung oleh semua bangsa.
Sedangkan juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric mengatakan, PBB telah "mencatat dengan prihatin" tentang laporan perintah Trump.
American Civil Liberties Union menyarankan untuk mencari bantuan hukum dan mengatakan perintah itu adalah tampilan berbahaya penghinaannya terhadap hak asasi manusia dan mereka yang bekerja untuk menjunjung tinggi HAM.
Namun Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mendukung tindakan AS. Ia menuduh ICC mengarang "tuduhan aneh" terhadap negaranya, dan memuji AS karena membela apa yang ia sebut kebenaran dan keadilan.
ICC yang bermarkas di Den Haag dibentuk pada 2002 untuk menuntut kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan dan genosida di tempat-tempat di mana para pelaku mungkin tidak akan diadili. AS tidak pernah menjadi anggota ICC yang memiliki 123 negara anggota.
(ian)