Putin dan Macron Gelar Diskusi Genting, Isinya Berisiko Tinggi!
loading...
A
A
A
“Macron memberi tahu Putin tentang pendekatan Paris di jalur pan-Eropa,” ungkap pemberitahuan Kremlin itu, menyebutkan posisi Prancis sebagai Presiden Dewan UE untuk paruh pertama tahun 2022.
Ketika membahas situasi di Ukraina timur yang dilanda perang, Putin menegaskan kembali pentingnya Kiev menerapkan ketentuan yang ditetapkan dalam Perjanjian Minsk, yang dirancang untuk mengakhiri konflik di wilayah tersebut.
Moskow sebelumnya mengatakan pihaknya mendukung protokol, yang ditulis pada 2014, dan menuduh Kiev gagal memenuhi sisinya dengan menolak bernegosiasi dengan para pemimpin daerah yang memisahkan diri.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah mengklaim wilayah tersebut adalah proxy Rusia dan bersikeras dia akan mengadakan pembicaraan langsung dengan Putin sebagai gantinya.
Panggilan antara kedua kepala negara itu terjadi tak lama setelah negosiator Rusia dan Ukraina mengadakan pertemuan maraton di Paris untuk membahas de-eskalasi di wilayah Donbass yang dilanda perang.
Menyusul pembicaraan yang diadakan sebagai bagian dari Format Normandia, yang juga mencakup Prancis dan Jerman, kepala perwakilan Moskow mengatakan “Terlepas dari semua perbedaan interpretasi, kami sepakat gencatan senjata harus dipertahankan oleh semua pihak sesuai kesepakatan.”
Sebelumnya pada Januari, Macron menandai dimulainya kepresidenan negaranya di Uni Eropa dengan menyerukan “tatanan Eropa” baru, bebas dari ancaman, paksaan, dan lingkup pengaruh.
Ini secara luas ditafsirkan sebagai langkah bahwa Prancis ingin memainkan peran yang lebih aktif dalam negosiasi daripada mendelegasikan diskusi tentang keamanan Eropa ke Washington.
“Baik untuk kita dan Rusia, demi keamanan benua kita yang tak terpisahkan, kita membutuhkan dialog ini,” ungkap presiden Prancis, seraya menambahkan, “Itu harus menjadi dialog yang jujur dan menuntut dalam menghadapi destabilisasi, campur tangan dan manipulasi.”
Dominique Moisi, ilmuwan politik Prancis dan salah satu pendiri Institut Francais des Relations Internationales yang berbasis di Paris, mengatakan kepada Associated Press bahwa, “Macron telah lama berusaha menyetel ulang hubungan antara Prancis dan Rusia, dan melakukannya berdasarkan campuran bersikap terbuka dan tegas.”
Ketika membahas situasi di Ukraina timur yang dilanda perang, Putin menegaskan kembali pentingnya Kiev menerapkan ketentuan yang ditetapkan dalam Perjanjian Minsk, yang dirancang untuk mengakhiri konflik di wilayah tersebut.
Moskow sebelumnya mengatakan pihaknya mendukung protokol, yang ditulis pada 2014, dan menuduh Kiev gagal memenuhi sisinya dengan menolak bernegosiasi dengan para pemimpin daerah yang memisahkan diri.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah mengklaim wilayah tersebut adalah proxy Rusia dan bersikeras dia akan mengadakan pembicaraan langsung dengan Putin sebagai gantinya.
Panggilan antara kedua kepala negara itu terjadi tak lama setelah negosiator Rusia dan Ukraina mengadakan pertemuan maraton di Paris untuk membahas de-eskalasi di wilayah Donbass yang dilanda perang.
Menyusul pembicaraan yang diadakan sebagai bagian dari Format Normandia, yang juga mencakup Prancis dan Jerman, kepala perwakilan Moskow mengatakan “Terlepas dari semua perbedaan interpretasi, kami sepakat gencatan senjata harus dipertahankan oleh semua pihak sesuai kesepakatan.”
Sebelumnya pada Januari, Macron menandai dimulainya kepresidenan negaranya di Uni Eropa dengan menyerukan “tatanan Eropa” baru, bebas dari ancaman, paksaan, dan lingkup pengaruh.
Ini secara luas ditafsirkan sebagai langkah bahwa Prancis ingin memainkan peran yang lebih aktif dalam negosiasi daripada mendelegasikan diskusi tentang keamanan Eropa ke Washington.
“Baik untuk kita dan Rusia, demi keamanan benua kita yang tak terpisahkan, kita membutuhkan dialog ini,” ungkap presiden Prancis, seraya menambahkan, “Itu harus menjadi dialog yang jujur dan menuntut dalam menghadapi destabilisasi, campur tangan dan manipulasi.”
Dominique Moisi, ilmuwan politik Prancis dan salah satu pendiri Institut Francais des Relations Internationales yang berbasis di Paris, mengatakan kepada Associated Press bahwa, “Macron telah lama berusaha menyetel ulang hubungan antara Prancis dan Rusia, dan melakukannya berdasarkan campuran bersikap terbuka dan tegas.”