AS Kutuk Pembantaian Warga Sipil oleh Militer Myanmar
loading...
A
A
A
Dalam sebuah pernyataan, militer Myanmar mengatakan, mereka telah menembaki "teroris" setelah menerima tembakan dari kendaraan yang tidak berhenti untuk diperiksa. Tidak disebutkan tentang pembakaran kendaraan atau mayat.
Inger Ashing, kepala eksekutif Save the Children, mengatakan bahwa penyelidikan mengenai sifat insiden itu sedang berlangsung.
“Kekerasan terhadap warga sipil tak berdosa termasuk pekerja bantuan tidak dapat ditoleransi, dan serangan tidak masuk akal ini merupakan pelanggaran Hukum Humaniter Internasional,” kata Ashing dalam sebuah pernyataan.
“Kami terguncang oleh kekerasan yang dilakukan terhadap warga sipil dan staf kami, yang berdedikasi pada kemanusiaan, mendukung jutaan anak yang membutuhkan di seluruh Myanmar,” sambungnya.
Ashling menyerukan Dewan Keamanan PBB untuk mengadakan pertemuan sesegera mungkin guna menetapkan langkah-langkah untuk menegakkan akuntabilitas atas serangan itu, dan menyuarakan kembali seruan untuk embargo senjata, termasuk fokus pada pembatasan serangan udara, serta pertemuan oleh Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara untuk mendorong penghentian kekerasan di Myanmar.
“Langkah-langkah ini sangat diperlukan untuk melindungi anak-anak dan pekerja bantuan kemanusiaan,” lanjut Ashling.
“Organisasi kami dalam keadaan berduka untuk dua kolega tercinta yang tak tergantikan yang kematiannya merupakan kehilangan bagi anak-anak Kayah dan Myanmar,” ia menambahkan.
Militer Myanmar telah melembagakan tindakan keras brutal terhadap masyarakat sipil sejak mengambil alih kekuasaan pada Februari, dengan penahanan para pemimpin serta mereka yang melakukan penentangan politik, dan laporan tentang penyiksaan serta pembantaian.
AS telah memberlakukan lusinan sanksi terhadap pejabat militer, keluarga dan entitas mereka yang menguntungkan militer dalam upaya untuk mengatasi pelanggaran hak asasi manusia, tindakan keras terhadap lembaga-lembaga demokrasi dan kampanye kekerasan serta pembantaian terhadap orang-orang Myanmar, termasuk anak-anak dan orang-orang dari kelompok etnis minoritas.
Inger Ashing, kepala eksekutif Save the Children, mengatakan bahwa penyelidikan mengenai sifat insiden itu sedang berlangsung.
“Kekerasan terhadap warga sipil tak berdosa termasuk pekerja bantuan tidak dapat ditoleransi, dan serangan tidak masuk akal ini merupakan pelanggaran Hukum Humaniter Internasional,” kata Ashing dalam sebuah pernyataan.
“Kami terguncang oleh kekerasan yang dilakukan terhadap warga sipil dan staf kami, yang berdedikasi pada kemanusiaan, mendukung jutaan anak yang membutuhkan di seluruh Myanmar,” sambungnya.
Ashling menyerukan Dewan Keamanan PBB untuk mengadakan pertemuan sesegera mungkin guna menetapkan langkah-langkah untuk menegakkan akuntabilitas atas serangan itu, dan menyuarakan kembali seruan untuk embargo senjata, termasuk fokus pada pembatasan serangan udara, serta pertemuan oleh Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara untuk mendorong penghentian kekerasan di Myanmar.
“Langkah-langkah ini sangat diperlukan untuk melindungi anak-anak dan pekerja bantuan kemanusiaan,” lanjut Ashling.
“Organisasi kami dalam keadaan berduka untuk dua kolega tercinta yang tak tergantikan yang kematiannya merupakan kehilangan bagi anak-anak Kayah dan Myanmar,” ia menambahkan.
Militer Myanmar telah melembagakan tindakan keras brutal terhadap masyarakat sipil sejak mengambil alih kekuasaan pada Februari, dengan penahanan para pemimpin serta mereka yang melakukan penentangan politik, dan laporan tentang penyiksaan serta pembantaian.
AS telah memberlakukan lusinan sanksi terhadap pejabat militer, keluarga dan entitas mereka yang menguntungkan militer dalam upaya untuk mengatasi pelanggaran hak asasi manusia, tindakan keras terhadap lembaga-lembaga demokrasi dan kampanye kekerasan serta pembantaian terhadap orang-orang Myanmar, termasuk anak-anak dan orang-orang dari kelompok etnis minoritas.