Licik, Mossad Tipu Para Ilmuwan Iran untuk Bantu Ledakkan Fasilitas Nuklir
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Badan intelijen Israel Mossad mendalangi penghancuran fasilitas nuklir utama Iran dan merekrut tim ilmuwan local. Informasi ini diungkapkan dalam laporan Jewish Chronicle yang dirilis pada Kamis (2/12/2021).
“Hingga 10 ilmuwan didekati agen-agen Israel dan setuju menghancurkan aula sentrifugal A1000 bawah tanah di Natanz pada April,” papar laporan surat kabar itu.
Menurut laporan itu, para ilmuwan Iran mengira mereka bekerja untuk “kelompok pembangkang internasional.”
Dugaan operasi Mossad itu melibatkan penyelundupan beberapa bahan peledak ke dalam kompleks nuklir. Bahan peledak dimasukkan dalam kotak makanan dan menjatuhkan bahan peledak yang lain dengan drone, dengan para ilmuwan itu mengumpulkannya.
Penghancuran pabrik pada 11 April, menurut Jewish Chronicle, “Menyebabkan kekacauan di eselon tertinggi kepemimpinan Iran, menunda kemajuan menuju bom dan melumpuhkan kompleks nuklir hingga sembilan bulan.”
Surat kabar tersebut mengklaim ini adalah, “Salah satu dari tiga operasi Mossad terkait yang terjadi selama periode sabotase 11 bulan di Iran."
“Yang pertama terjadi pada Juli 2020 dan menargetkan kompleks Natanz dan yang ketiga pada Juni 2021 melibatkan serangan quadcopter terhadap Perusahaan Teknologi Sentrifugal Iran,” papar laporan itu.
“Tiga operasi itu direncanakan bersama selama periode 18 bulan oleh tim yang terdiri dari 1.000 teknisi, analis dan mata-mata, serta sejumlah agen di lapangan,” tulis artikel tersebut.
Laporan itu muncul sehari setelah Perdana Menteri (PM) Israel Naftali Bennett dalam percakapannya dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyerukan "penghentian segera negosiasi" dengan Iran untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015.
Dia mengklaim Teheran menggunakan "pemerasan nuklir" sebagai taktik negosiasi. Iran secara konsisten membantah memiliki ambisi senjata nuklir. Teheran bersikeras pengayaan uraniumnya murni untuk tujuan sipil.
Iran sebelumnya menyalahkan Israel atas ledakan pabrik Natanz dan menyebut Reza Karimi sebagai tersangka.
Menurut Iran, Reza Karimi telah melarikan diri dari negara itu beberapa jam sebelum insiden itu. Belum ada komentar dari otoritas Iran atas laporan Jewish Chronicle.
Setelah mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara sepihak meninggalkan perjanjian Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA) 2015 dan menerapkan kembali sanksi yang melumpuhkan Teheran, Iran mulai memperkaya uranium di luar batas yang disepakati dalam kesepakatan, meningkatkan kekhawatiran di Barat.
Iran mengatakan tidak akan setuju menghidupkan kembali perjanjian itu kecuali semua sanksi terhadapnya dicabut.
“Hingga 10 ilmuwan didekati agen-agen Israel dan setuju menghancurkan aula sentrifugal A1000 bawah tanah di Natanz pada April,” papar laporan surat kabar itu.
Menurut laporan itu, para ilmuwan Iran mengira mereka bekerja untuk “kelompok pembangkang internasional.”
Dugaan operasi Mossad itu melibatkan penyelundupan beberapa bahan peledak ke dalam kompleks nuklir. Bahan peledak dimasukkan dalam kotak makanan dan menjatuhkan bahan peledak yang lain dengan drone, dengan para ilmuwan itu mengumpulkannya.
Penghancuran pabrik pada 11 April, menurut Jewish Chronicle, “Menyebabkan kekacauan di eselon tertinggi kepemimpinan Iran, menunda kemajuan menuju bom dan melumpuhkan kompleks nuklir hingga sembilan bulan.”
Surat kabar tersebut mengklaim ini adalah, “Salah satu dari tiga operasi Mossad terkait yang terjadi selama periode sabotase 11 bulan di Iran."
“Yang pertama terjadi pada Juli 2020 dan menargetkan kompleks Natanz dan yang ketiga pada Juni 2021 melibatkan serangan quadcopter terhadap Perusahaan Teknologi Sentrifugal Iran,” papar laporan itu.
“Tiga operasi itu direncanakan bersama selama periode 18 bulan oleh tim yang terdiri dari 1.000 teknisi, analis dan mata-mata, serta sejumlah agen di lapangan,” tulis artikel tersebut.
Laporan itu muncul sehari setelah Perdana Menteri (PM) Israel Naftali Bennett dalam percakapannya dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyerukan "penghentian segera negosiasi" dengan Iran untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015.
Dia mengklaim Teheran menggunakan "pemerasan nuklir" sebagai taktik negosiasi. Iran secara konsisten membantah memiliki ambisi senjata nuklir. Teheran bersikeras pengayaan uraniumnya murni untuk tujuan sipil.
Iran sebelumnya menyalahkan Israel atas ledakan pabrik Natanz dan menyebut Reza Karimi sebagai tersangka.
Menurut Iran, Reza Karimi telah melarikan diri dari negara itu beberapa jam sebelum insiden itu. Belum ada komentar dari otoritas Iran atas laporan Jewish Chronicle.
Setelah mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara sepihak meninggalkan perjanjian Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA) 2015 dan menerapkan kembali sanksi yang melumpuhkan Teheran, Iran mulai memperkaya uranium di luar batas yang disepakati dalam kesepakatan, meningkatkan kekhawatiran di Barat.
Iran mengatakan tidak akan setuju menghidupkan kembali perjanjian itu kecuali semua sanksi terhadapnya dicabut.
(sya)