Dulu Resor Bintang 5, Hotel Terapung Pertama Ini Jadi Besi Karatan di Pelabuhan Korut
loading...
A
A
A
"Itu mungkin salah satu alasan mengapa hotel ini tidak pernah benar-benar sukses secara komersial," katanya.
Masalah lain: topan menghantam struktur hanya satu minggu sebelum pembukaan, merusak kolam air tawar yang merupakan bagian dari kompleks. Sebuah tempat pembuangan amunisi Perang Dunia II ditemukan dua mil dari hotel, membuat takut beberapa pelanggan. Selain itu tidak banyak yang bisa dilakukan di hotel itu selain menyelam atau snorkeling.
Setelah hanya satu tahun, Four Seasons Barrier Reef Resort menjadi terlalu mahal untuk dioperasionalkan, dan ditutup tanpa pernah mencapai tingkat hunian penuh.
"(Hotel) itu menghilang dengan sangat tenang," kata de Jong. "Dan (hotel) itu dijual ke sebuah perusahaan di Kota Ho Chi Minh di Vietnam, yang ingin menarik wisatawan," ungkapnya.
Pada tahun 1989 hotel terapung memulai perjalanan keduanya, kali ini 3.400 mil ke utara. Berganti nama menjadi Saigon Hotel, namun lebih dikenal sebagai "The Floater", hotel ini tetap tertambat di Sungai Saigon selama hampir satu dekade.
"(Hotel) itu menjadi sangat sukses, dan saya pikir alasannya adalah karena itu bukan di wilayah yang antah berantah, tetapi di tepi laut. (Hotel) itu mengambang, tetapi terhubung ke daratan," terang de Jong.
Namun, pada tahun 1998, The Floater kehabisan tenaga secara finansial dan ditutup. Namun alih-alih dibongkar, ia menemukan kehidupan baru yang tidak mungkin: dibeli oleh Korut untuk menarik wisatawan ke Gunung Kumgang, daerah yang indah di dekat perbatasan dengan Korea Selatan (Korsel).
"Saat itu, kedua Korea sedang mencoba membangun jembatan, mereka berbicara satu sama lain. Tapi banyak hotel di Korea Utara yang tidak benar-benar ramah turis," ujar de Jong.
Setelah menempuh perjalanan sejauh 2.800 mil, hotel terapung ini siap untuk petualangan ketiganya, dengan nama baru Hotel Haegumgang. Dibuka pada Oktober 2000 dan dikelola oleh perusahaan Korsel, Hyundai Asan, yang juga mengoperasikan fasilitas lain di area tersebut dan menawarkan paket untuk turis dari negara itu.
Masalah lain: topan menghantam struktur hanya satu minggu sebelum pembukaan, merusak kolam air tawar yang merupakan bagian dari kompleks. Sebuah tempat pembuangan amunisi Perang Dunia II ditemukan dua mil dari hotel, membuat takut beberapa pelanggan. Selain itu tidak banyak yang bisa dilakukan di hotel itu selain menyelam atau snorkeling.
Setelah hanya satu tahun, Four Seasons Barrier Reef Resort menjadi terlalu mahal untuk dioperasionalkan, dan ditutup tanpa pernah mencapai tingkat hunian penuh.
"(Hotel) itu menghilang dengan sangat tenang," kata de Jong. "Dan (hotel) itu dijual ke sebuah perusahaan di Kota Ho Chi Minh di Vietnam, yang ingin menarik wisatawan," ungkapnya.
Pada tahun 1989 hotel terapung memulai perjalanan keduanya, kali ini 3.400 mil ke utara. Berganti nama menjadi Saigon Hotel, namun lebih dikenal sebagai "The Floater", hotel ini tetap tertambat di Sungai Saigon selama hampir satu dekade.
"(Hotel) itu menjadi sangat sukses, dan saya pikir alasannya adalah karena itu bukan di wilayah yang antah berantah, tetapi di tepi laut. (Hotel) itu mengambang, tetapi terhubung ke daratan," terang de Jong.
Namun, pada tahun 1998, The Floater kehabisan tenaga secara finansial dan ditutup. Namun alih-alih dibongkar, ia menemukan kehidupan baru yang tidak mungkin: dibeli oleh Korut untuk menarik wisatawan ke Gunung Kumgang, daerah yang indah di dekat perbatasan dengan Korea Selatan (Korsel).
"Saat itu, kedua Korea sedang mencoba membangun jembatan, mereka berbicara satu sama lain. Tapi banyak hotel di Korea Utara yang tidak benar-benar ramah turis," ujar de Jong.
Setelah menempuh perjalanan sejauh 2.800 mil, hotel terapung ini siap untuk petualangan ketiganya, dengan nama baru Hotel Haegumgang. Dibuka pada Oktober 2000 dan dikelola oleh perusahaan Korsel, Hyundai Asan, yang juga mengoperasikan fasilitas lain di area tersebut dan menawarkan paket untuk turis dari negara itu.