Inggris Siap Tampung Warga Hong Kong
loading...
A
A
A
LONDON - Menteri Luar Negeri Inggris mengatakan telah berbicara dengan negara-negara sekutu yang tergabung dalam 'Five Eyes' tentang potensi eksodus warga Hong Kong. Ia mengatakan Inggris kemungkinan membuka pintu mereka jika rencana Beijing untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasional di kota tersebut memicu percikan eksodus.
Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mengatakan dia telah menghubungi Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat dan Kanada tentang rencana darurat jika undang-undang itu menciptakan banjir besar warga Hong Kong yang ingin pergi.
"Saya mengangkatnya pada panggilan (telepon) Lima Mata kemarin - kemungkinan berbagi beban jika kita melihat eksodus massal dari Hong Kong," kata Raab kepada anggota parlemen, merujuk aliansi berbagi data intelijen antara lima kekuatan seperti dikutip dari AFP, Rabu (3/6/2020).
Pernyataan itu datang ketika Perdana Menter Boris Johnson mengatakan London tidak akan pergi dari Hong Kong yang khawatir dengan kendali Beijing atas pusat bisnis internasional.
Inggris telah mengatakan akan menawarkan jutaan visa Hong Kong dan kemungkinan jalan menuju kewarganegaraan Inggris jika China tetap dengan undang-undang keamanan nasionalnya, sebuah komitmen yang dirinci Johnson dalam kolom untuk koran Times dan South China Morning Post pada hari Rabu.
"Banyak orang di Hong Kong takut dengan cara hidup mereka - yang dijanjikan China untuk ditegakkan - berada di bawah ancaman," tulis Johnson.
"Jika China berhasil mewujudkan ketakutan mereka, maka Inggris tidak dapat dengan hati-hati mengangkat bahu kita dan pergi; sebaliknya kita akan menghormati kewajiban kita dan memberikan alternatif," imbuhnya.
Sekitar 350.000 orang di Hong Kong saat ini memegang paspor Nasional Inggris (Luar Negeri), yang memungkinkan akses bebas visa ke Inggris hingga enam bulan. Sedangan 2,5 juta orang lainnya akan memenuhi syarat untuk menjadi warga negara Inggris.
Johnson mengatakan Inggris dapat mengizinkan pemegang BNO datang untuk jangka waktu 12 bulan dan diberikan hak imigrasi lebih lanjut, termasuk hak untuk bekerja, yang dapat menempatkan mereka pada jalur menuju kewarganegaraan.
Inggris mengatakan pihaknya memandang undang-undang yang diusulkan sebagai pelanggaran perjanjian 1984 dengan Beijing sebelum penyerahan jaminan kebebasan Hong Kong dan tingkat otonomi - kesepakatan yang membentuk landasan kebangkitannya sebagai pusat keuangan kelas dunia.
"Inggris tidak berusaha mencegah kebangkitan China," tulis Johnson.
"Justru karena kami menyambut China sebagai anggota terkemuka komunitas dunia yang kami harapkan akan mematuhi perjanjian internasional," tukasnya.
Wilayah semi-otonom Hong Kong telah diguncang oleh aksi protes pro-demokrasi yang besar dan terjadi selama berbulan-bulan setahun terakhir.
Sebagai tanggapan, Beijing telah mengumumkan rencana untuk memperkenalkan undang-undang keamanan nasional yang meliputi pemisahan diri, subversi kekuasaan negara, terorisme, dan campur tangan asing.
China mengatakan undang-undang itu - yang akan memotong legislatif Hong Kong - diperlukan untuk mengatasi "terorisme" dan "separatisme" di kota yang sekarang dianggapnya sebagai ancaman keamanan nasional langsung.
Namun para penentang, termasuk banyak negara barat, khawatir hal itu akan membawa penindasan politik gaya China daratan ke pusat bisnis yang seharusnya dijamin kebebasan dan otonomi selama 50 tahun setelah penyerahan ke China dari Inggris pada 1997 lalu.
Lihat Juga: Laksamana Amerika Ketir-ketir Rusia Bakal Bantu China Pangkas Dominasi Militer AS, Begini Caranya
Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mengatakan dia telah menghubungi Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat dan Kanada tentang rencana darurat jika undang-undang itu menciptakan banjir besar warga Hong Kong yang ingin pergi.
"Saya mengangkatnya pada panggilan (telepon) Lima Mata kemarin - kemungkinan berbagi beban jika kita melihat eksodus massal dari Hong Kong," kata Raab kepada anggota parlemen, merujuk aliansi berbagi data intelijen antara lima kekuatan seperti dikutip dari AFP, Rabu (3/6/2020).
Pernyataan itu datang ketika Perdana Menter Boris Johnson mengatakan London tidak akan pergi dari Hong Kong yang khawatir dengan kendali Beijing atas pusat bisnis internasional.
Inggris telah mengatakan akan menawarkan jutaan visa Hong Kong dan kemungkinan jalan menuju kewarganegaraan Inggris jika China tetap dengan undang-undang keamanan nasionalnya, sebuah komitmen yang dirinci Johnson dalam kolom untuk koran Times dan South China Morning Post pada hari Rabu.
"Banyak orang di Hong Kong takut dengan cara hidup mereka - yang dijanjikan China untuk ditegakkan - berada di bawah ancaman," tulis Johnson.
"Jika China berhasil mewujudkan ketakutan mereka, maka Inggris tidak dapat dengan hati-hati mengangkat bahu kita dan pergi; sebaliknya kita akan menghormati kewajiban kita dan memberikan alternatif," imbuhnya.
Sekitar 350.000 orang di Hong Kong saat ini memegang paspor Nasional Inggris (Luar Negeri), yang memungkinkan akses bebas visa ke Inggris hingga enam bulan. Sedangan 2,5 juta orang lainnya akan memenuhi syarat untuk menjadi warga negara Inggris.
Johnson mengatakan Inggris dapat mengizinkan pemegang BNO datang untuk jangka waktu 12 bulan dan diberikan hak imigrasi lebih lanjut, termasuk hak untuk bekerja, yang dapat menempatkan mereka pada jalur menuju kewarganegaraan.
Inggris mengatakan pihaknya memandang undang-undang yang diusulkan sebagai pelanggaran perjanjian 1984 dengan Beijing sebelum penyerahan jaminan kebebasan Hong Kong dan tingkat otonomi - kesepakatan yang membentuk landasan kebangkitannya sebagai pusat keuangan kelas dunia.
"Inggris tidak berusaha mencegah kebangkitan China," tulis Johnson.
"Justru karena kami menyambut China sebagai anggota terkemuka komunitas dunia yang kami harapkan akan mematuhi perjanjian internasional," tukasnya.
Wilayah semi-otonom Hong Kong telah diguncang oleh aksi protes pro-demokrasi yang besar dan terjadi selama berbulan-bulan setahun terakhir.
Sebagai tanggapan, Beijing telah mengumumkan rencana untuk memperkenalkan undang-undang keamanan nasional yang meliputi pemisahan diri, subversi kekuasaan negara, terorisme, dan campur tangan asing.
China mengatakan undang-undang itu - yang akan memotong legislatif Hong Kong - diperlukan untuk mengatasi "terorisme" dan "separatisme" di kota yang sekarang dianggapnya sebagai ancaman keamanan nasional langsung.
Namun para penentang, termasuk banyak negara barat, khawatir hal itu akan membawa penindasan politik gaya China daratan ke pusat bisnis yang seharusnya dijamin kebebasan dan otonomi selama 50 tahun setelah penyerahan ke China dari Inggris pada 1997 lalu.
Lihat Juga: Laksamana Amerika Ketir-ketir Rusia Bakal Bantu China Pangkas Dominasi Militer AS, Begini Caranya
(ber)