Di Bawah Kekuasaan Taliban, Afghanistan Mulai Dilanda Kelaparan
loading...
A
A
A
KABUL - Di bawah kekuasaan Taliban , bencana kelaparan mulai melanda anak-anak Afghanistan . Situasi yang dipicu ketidakstabilan politik dan krisis ekonomi ini menyebabkan efek berantai, mulai dari melonjaknya angka pengangguran hingga krisis gizi di kalangan anak-anak.
Mengutip laporan dari Reuters, Sabtu (16/10/2021), ratusan ribu anak menghadapi ancaman kematian atau penyakit permanen akibat kekurangan gizi.
Di Afghanistan—yang mengalami hari-hari sulit karena pandemi virus corona dan masalah regional—, masalah ekonomi dan politik di negara itu semakin dalam setelah Taliban mengambil alih kekuasaan.
Dr Mohammed Emin Sharifi, kepala departemen gizi buruk Rumah Sakit Anak Indira Gandhi di Kabul, mengatakan beberapa anak telah dirawat di rumah sakit karena kekurangan gizi.
Sharifi mengatakan, anak-anak menderita diare karena tidak mendapatkan cukup protein, juga kelaparan dan kekurangan gizi pada anak-anak menyebabkan kehitaman di sekitar mata dan kelelahan.
Dia mengatakan keluarga Afghanistan yang menderita karena kemiskinan bahkan tidak dapat menemukan makanan sehari-hari untuk memberi makan anak-anak mereka.
Menekankan bahwa situasi kesehatan anak-anak di seluruh negeri dalam bahaya, dia berkata: “Kami meminta komunitas internasional untuk membantu Afghanistan.”
Selain masalah ekonomi dan politik dalam negeri, kekeringan di pedesaan membuat kehidupan semakin sulit.
Felvasa Feriba adalah ibu dari empat anak yang tinggal di rumah batako berkamar satu di desa Budhak, 5 km dari Kabul.
Wanita muda berusia 25 tahun itu mengatakan bahwa mereka telah menjalani masa-masa sulit karena masalah ekonomi, kekeringan dan kelaparan di wilayah tersebut.
“Kami tidak punya apa-apa untuk dimakan. Kami tidak punya tepung, minyak atau makanan pokok lainnya. Kami tidak punya apa-apa," katanya.
Menekankan bahwa suaminya, yang bekerja sebagai pekerja harian, tidak mendapatkan pekerjaan selama lebih dari 10 hari, ibu yang sedih itu berkata: “Anak-anak saya ingin makan. Mereka menangis karena tidak ada makanan. Selain itu, kami tidak punya pakaian.”
Felvasa mengatakan keluarganya tidak dapat mempersiapkan diri untuk musim dingin karena tidak memiliki kayu dan kompor. Oleh karena itu, kata dia, keluarganya dapat sakit atau mati karena cuaca dingin.
Pemerintah baru Afghanistan bentukan Taliban belum berkomentar atas situasi yang mengkhawatirkan itu. Negara itu kini mengandalkan bantuan asing setelah aset-aset penting, terutama aset bank sentral, dibekukan Amerika Serikat.
Mengutip laporan dari Reuters, Sabtu (16/10/2021), ratusan ribu anak menghadapi ancaman kematian atau penyakit permanen akibat kekurangan gizi.
Di Afghanistan—yang mengalami hari-hari sulit karena pandemi virus corona dan masalah regional—, masalah ekonomi dan politik di negara itu semakin dalam setelah Taliban mengambil alih kekuasaan.
Dr Mohammed Emin Sharifi, kepala departemen gizi buruk Rumah Sakit Anak Indira Gandhi di Kabul, mengatakan beberapa anak telah dirawat di rumah sakit karena kekurangan gizi.
Sharifi mengatakan, anak-anak menderita diare karena tidak mendapatkan cukup protein, juga kelaparan dan kekurangan gizi pada anak-anak menyebabkan kehitaman di sekitar mata dan kelelahan.
Dia mengatakan keluarga Afghanistan yang menderita karena kemiskinan bahkan tidak dapat menemukan makanan sehari-hari untuk memberi makan anak-anak mereka.
Menekankan bahwa situasi kesehatan anak-anak di seluruh negeri dalam bahaya, dia berkata: “Kami meminta komunitas internasional untuk membantu Afghanistan.”
Selain masalah ekonomi dan politik dalam negeri, kekeringan di pedesaan membuat kehidupan semakin sulit.
Felvasa Feriba adalah ibu dari empat anak yang tinggal di rumah batako berkamar satu di desa Budhak, 5 km dari Kabul.
Wanita muda berusia 25 tahun itu mengatakan bahwa mereka telah menjalani masa-masa sulit karena masalah ekonomi, kekeringan dan kelaparan di wilayah tersebut.
“Kami tidak punya apa-apa untuk dimakan. Kami tidak punya tepung, minyak atau makanan pokok lainnya. Kami tidak punya apa-apa," katanya.
Menekankan bahwa suaminya, yang bekerja sebagai pekerja harian, tidak mendapatkan pekerjaan selama lebih dari 10 hari, ibu yang sedih itu berkata: “Anak-anak saya ingin makan. Mereka menangis karena tidak ada makanan. Selain itu, kami tidak punya pakaian.”
Felvasa mengatakan keluarganya tidak dapat mempersiapkan diri untuk musim dingin karena tidak memiliki kayu dan kompor. Oleh karena itu, kata dia, keluarganya dapat sakit atau mati karena cuaca dingin.
Pemerintah baru Afghanistan bentukan Taliban belum berkomentar atas situasi yang mengkhawatirkan itu. Negara itu kini mengandalkan bantuan asing setelah aset-aset penting, terutama aset bank sentral, dibekukan Amerika Serikat.
(min)