Krisis Listrik Sebabkan Meningkatnya Kasus Keracunan Makanan di Lebanon

Jum'at, 15 Oktober 2021 - 02:35 WIB
loading...
Krisis Listrik Sebabkan Meningkatnya Kasus Keracunan Makanan di Lebanon
Krisis listrik di Lebanon. FOTO/Reuters
A A A
BEIRUT - Ketika Lebanon terus mengalami pemadaman listrik setiap hari, kasus keracunan makanan meningkat pesat di negara tersebut. Ini disebabkan oleh tidak bisa beroperasinya lemari es dan freezer di seluruh negeri. Kondisi ini juga menyulitkan bagi mereka yang bekerja di sektor medis.

Untuk negara yang sudah kerepotan menghadapi Covid-19 dan kekurangan obat-obatan yang parah karena krisis keuangan yang tak berkesudahan, ini adalah perkembangan yang mengkhawatirkan banyak orang.



“Ketika orang-orang ini sakit dan mereka mencari rawat inap, tidak ada antibiotik,” kata Mohamad Abiad, Associate Professor Pengolahan dan Pengemasan Makanan di American University of Beirut.

“Kasus yang seharusnya bisa ditangani (meningkat) dan membutuhkan rawat inap, karena tingkat keparahan pertumbuhan mikroorganisme dan kontaminasi makanan," sambungnya, seperti dilansir Al Arabiya, Kamis (14/10/2021).

Dia menuturkan, suhu lemari es sekitar lima derajat Celcius dan jika mematikan listrik selama lebih dari empat jam, suhu akan naik ke tingkat yang dapat membantu berkontribusi pada pertumbuhan mikroorganisme.



Banyak supermarket dan toko di Lebanon harus membuang persediaan makanan yang didinginkan dan dibekukan, karena tidak dapat menjaganya agar tidak rusak. Ketika harga pangan naik, masyarakat dipaksa untuk memilih antara produk yang rusak - mempertaruhkan kesehatan mereka dalam prosesnya - atau kelaparan.

"Jika Anda berakhir dengan infeksi bawaan makanan, itu bukan hanya diare, sakit perut, sakit kepala, atau demam," kata Issmat Kassem, Asisten Profesor di Pusat Keamanan Pangan Universitas Georgia.

"Anda dapat berakhir dengan infeksi yang dapat mengubah hidup Anda dan mungkin menyebabkan kematian. Beberapa infeksi dapat menyebabkan gagal ginjal, syok septik, radang otak dan endokarditis. Saya berasumsi bahwa kebanyakan orang di negara ini saat ini mengalami imunosupresi,” lanjutnya.



“Mereka sudah mengurangi makanan mereka dan mungkin beralih ke kualitas makanan yang lebih rendah. Jika anak kurang gizi terkena diare, akibatnya sangat parah. Itu bukan sesuatu yang bisa dianggap enteng," paparnya.

Kurangnya pendinginan juga mempengaruhi produksi makanan, karena jenis makanan tertentu, seperti daging dan produk susu harus tetap didinginkan selama proses pembuatan. Ini membutuhkan aturan dan prosedur khusus yang harus diikuti untuk melestarikan 'rantai dingin'.
(esn)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1955 seconds (0.1#10.140)