Data 1,5 Miliar Pengguna Facebook Ditawarkan Dijual di Web Gelap

Selasa, 05 Oktober 2021 - 17:50 WIB
loading...
Data 1,5 Miliar Pengguna Facebook Ditawarkan Dijual di Web Gelap
Ilustrasi peretas siber. Foto/REUTERS
A A A
WASHINGTON - Facebook , Messenger, Instagram, dan WhatsApp semuanya down, tetapi CEO Facebook Mark Zuckerberg punya masalah baru. Menurut laporan terbaru, data pribadi 1,5 miliar pengguna Facebook, yang diambil dari platformnya, ditawarkan untuk dijual di web gelap.

“Identitas (ID) pengguna, nama asli, alamat email, nomor telepon, dan lokasi adalah di antara data lebih dari 1,5 miliar pelanggan Facebook yang dijual,” ungkap laporan di outlet berita keamanan siber Privacy Affairs pada Senin (4/10/2021).

Harga yang berlaku telah dikutip sebesar USD5.000 untuk satu juta nama pengguna.



Data “tampaknya asli” dan diperoleh melalui “scraping” yakni mendapatkan informasi yang disetel pengguna ke “publik” atau mengizinkan aplikasi atau halaman lain untuk diakses.



“Ini adalah pembuangan data Facebook terbesar dan paling signifikan hingga saat ini," ungkap laporan itu.



Jumlah tersebut sekitar tiga kali lebih besar dari kebocoran April sebanyak 533 juta nomor telepon.

Facebook mengatakan pada saat itu adalah "data lama" dan kerentanan keamanan yang bertanggung jawab telah ditambal kembali pada 2019.

Privacy Affairs melaporkan satu pembeli yang mengaku dimintai harga USD5.000 untuk satu juta entri.

Pengguna lain mengklaim mereka telah membayar penjual tetapi tidak menerima apa pun, dan penjual belum merespons.

“Sampel data yang diberikan ke forum terkait peretasan populer yang tidak disebutkan namanya tampaknya nyata,” ungkap laporan itu.

Facebook, Messenger, WhatsApp, dan Instagram, semuanya dimiliki raksasa media sosial Zuckerberg.

Perusahaan itu dikejutkan oleh pemadaman global yang serius yang dimulai pada Senin. Namun, dump data tampaknya tidak terkait dengan pemadaman itu sendiri.

Kebocoran data itu jelas terjadi beberapa waktu sebelumnya, dengan penyebutan pertama di web gelap terjadi pada awal September.

“Sementara akun yang terpengaruh belum dikompromikan dalam arti kata yang sebenarnya, pengguna yang terpengaruh akan berisiko lebih tinggi untuk mendapatkan teks, iklan, dan email yang tidak diminta dari penjahat yang memperoleh data yang dicuri,” papar pakar keamanan siber.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2521 seconds (0.1#10.140)