Kremlin Tersinggung Erdogan Sebut Crimea Dicaplok Rusia
loading...
A
A
A
MOSKOW - Kremlin tersinggung dengan pidato Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Sidang Majelis Umum PBB (UNGA) pada Selasa. Dalam pidatonya, pemimpin Turki itu menyebutkan pentingnya memelihara integritas wilayah Ukraina, termasuk aneksasi atau pencaplokan Crimea .
Ukraina dan negara-negara NATO tidak mengakui bergabungnya Crimea ke Federasi Rusia dan menganggapnya sebagai aneksasi yang dilakukan Moskow.
Namun, Kremlin menegaskan rakyat Crimea menggelar referendum pada Maret 2014 setelah kudeta di Kiev untuk memisahkan diri dari Ukraina dan bergabung kembali dengan Rusia.
"Moskow menyesali komentar presiden Turki tentang apa yang disebut aneksasi Crimea, terutama menjelang pertemuan puncak 29 September yang direncanakannya dengan presiden Rusia di Sochi, Rusia," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov.
"Tentu saja kami menganggap diri kami sebagai penerima pernyataan ini; ini adalah bagaimana kami memandang mereka. Kami tentu menyesal bahwa pernyataan seperti itu dibuat sekarang, selama persiapan untuk kunjungan presiden Turki ke Federasi Rusia," kata Peskov, kepada wartawan pada Rabu, yang dilansir Sputniknews, Kamis (23/9/2021).
Dalam pidatonya di UNGA pada Selasa malam, Erdogan mengindikasikan bahwa Ankara tidak mengakui kembalinya Crimea ke Rusia, dan menuntut agar upaya dilakukan untuk melindungi minoritas Tatar di semenanjung Crimea.
"Kami menganggap penting untuk menjaga integritas teritorial dan kedaulatan Ukraina, termasuk wilayah Crimea, aneksasi yang tidak kami akui. Kami perlu melakukan lebih banyak upaya untuk melindungi hak-hak Tatar Crimea," kata Erdogan.
Pihak berwenang Crimea mengecam pemimpin Turki atas komentar Erdogan, dengan Yekaterina Altabayeva, seorang senator Rusia yang berasal dari Sevastopol, menunjukkan bahwa minat Turki terhadap semenanjung itu mungkin terkait dengan nostalgia untuk abad pertengahan ketika Kekaisaran Ottoman memerintah wilayah itu.
"Tetapi keputusan penduduk Crimea, termasuk Tatar Crimea [untuk bergabung kembali dengan Rusia] adalah pasti dan final. Para politisi hari ini bebas untuk mengekspresikan pandangan mereka, ini adalah hak mereka. Tapi kami akan mengikuti Konstitusi kami dengan ketat. Setiap upaya untuk melanggar integritas teritorial Rusia akan menjadi berita buruk," tegasnya.
Eyvaz Umerov, kepala organisasi otonomi nasional dan budaya regional Tatar Crimea, menyarankan bahwa penolakan kepemimpinan Turki untuk mengakui status Crimea sebagai bagian dari Rusia adalah kesalahan geopolitik yang serius.
Umerov menyarankan pengakuan Turki atas status Crimea Rusia, yang menurutnya akan memberikan dorongan untuk babak baru pengembangan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan antara Ankara dan Moskow. "Tapi sejauh ini, sayangnya, pihak berwenang Turki tidak ingin mendengar dari orang-orang Crimea, termasuk Tatar Crimea, yang kepentingannya mereka coba lindungi dengan penuh semangat," ujarnya.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berterima kasih kepada Erdogan atas pernyataannya.
"Kepala negara Ukraina berterima kasih kepada pemimpin Turki atas posisinya yang tegas tentang tidak diakuinya pencaplokan Crimea oleh Federasi Rusia ... Zelensky mencatat sifat strategis hubungan Ukraina-Turki dan pentingnya meningkatkan laju hubungan kerja sama bilateral di bidang politik, perdagangan, ekonomi, militer-teknis dan kemanusiaan. Isu interaksi di sektor energi dalam konteks diversifikasi pasokan energi dibahas," kata layanan pers Kepresidenan Ukraina dalam sebuah pernyataan.
Crimea memisahkan diri dari Ukraina dan bergabung kembali dengan Rusia pada Maret 2014 setelah referendum di seluruh semenanjung Crimea, yang diselenggarakan oleh otoritas kawasan setelah kudeta Maidan yang didukung AS dan Uni Eropa di Kiev.
Referendum berlangsung hampir tepat enam puluh tahun setelah pemimpin Soviet Nikita Khrushchev memindahkan Crimea dari republik Soviet Rusia ke republik Soviet Ukraina di dalam Uni Soviet sebagai akibat dari intrik politik pribadi. Mayoritas penduduk Crimea memilih untuk bergabung kembali dengan Rusia dalam referendum 2014. Namun, bagaimana pun, Turki, sekutu NATO-nya, dan banyak negara lain terus menganggap wilayah itu sebagai bagian dari Ukraina.
Ukraina dan negara-negara NATO tidak mengakui bergabungnya Crimea ke Federasi Rusia dan menganggapnya sebagai aneksasi yang dilakukan Moskow.
Namun, Kremlin menegaskan rakyat Crimea menggelar referendum pada Maret 2014 setelah kudeta di Kiev untuk memisahkan diri dari Ukraina dan bergabung kembali dengan Rusia.
"Moskow menyesali komentar presiden Turki tentang apa yang disebut aneksasi Crimea, terutama menjelang pertemuan puncak 29 September yang direncanakannya dengan presiden Rusia di Sochi, Rusia," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov.
"Tentu saja kami menganggap diri kami sebagai penerima pernyataan ini; ini adalah bagaimana kami memandang mereka. Kami tentu menyesal bahwa pernyataan seperti itu dibuat sekarang, selama persiapan untuk kunjungan presiden Turki ke Federasi Rusia," kata Peskov, kepada wartawan pada Rabu, yang dilansir Sputniknews, Kamis (23/9/2021).
Dalam pidatonya di UNGA pada Selasa malam, Erdogan mengindikasikan bahwa Ankara tidak mengakui kembalinya Crimea ke Rusia, dan menuntut agar upaya dilakukan untuk melindungi minoritas Tatar di semenanjung Crimea.
"Kami menganggap penting untuk menjaga integritas teritorial dan kedaulatan Ukraina, termasuk wilayah Crimea, aneksasi yang tidak kami akui. Kami perlu melakukan lebih banyak upaya untuk melindungi hak-hak Tatar Crimea," kata Erdogan.
Pihak berwenang Crimea mengecam pemimpin Turki atas komentar Erdogan, dengan Yekaterina Altabayeva, seorang senator Rusia yang berasal dari Sevastopol, menunjukkan bahwa minat Turki terhadap semenanjung itu mungkin terkait dengan nostalgia untuk abad pertengahan ketika Kekaisaran Ottoman memerintah wilayah itu.
"Tetapi keputusan penduduk Crimea, termasuk Tatar Crimea [untuk bergabung kembali dengan Rusia] adalah pasti dan final. Para politisi hari ini bebas untuk mengekspresikan pandangan mereka, ini adalah hak mereka. Tapi kami akan mengikuti Konstitusi kami dengan ketat. Setiap upaya untuk melanggar integritas teritorial Rusia akan menjadi berita buruk," tegasnya.
Eyvaz Umerov, kepala organisasi otonomi nasional dan budaya regional Tatar Crimea, menyarankan bahwa penolakan kepemimpinan Turki untuk mengakui status Crimea sebagai bagian dari Rusia adalah kesalahan geopolitik yang serius.
Umerov menyarankan pengakuan Turki atas status Crimea Rusia, yang menurutnya akan memberikan dorongan untuk babak baru pengembangan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan antara Ankara dan Moskow. "Tapi sejauh ini, sayangnya, pihak berwenang Turki tidak ingin mendengar dari orang-orang Crimea, termasuk Tatar Crimea, yang kepentingannya mereka coba lindungi dengan penuh semangat," ujarnya.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berterima kasih kepada Erdogan atas pernyataannya.
"Kepala negara Ukraina berterima kasih kepada pemimpin Turki atas posisinya yang tegas tentang tidak diakuinya pencaplokan Crimea oleh Federasi Rusia ... Zelensky mencatat sifat strategis hubungan Ukraina-Turki dan pentingnya meningkatkan laju hubungan kerja sama bilateral di bidang politik, perdagangan, ekonomi, militer-teknis dan kemanusiaan. Isu interaksi di sektor energi dalam konteks diversifikasi pasokan energi dibahas," kata layanan pers Kepresidenan Ukraina dalam sebuah pernyataan.
Crimea memisahkan diri dari Ukraina dan bergabung kembali dengan Rusia pada Maret 2014 setelah referendum di seluruh semenanjung Crimea, yang diselenggarakan oleh otoritas kawasan setelah kudeta Maidan yang didukung AS dan Uni Eropa di Kiev.
Referendum berlangsung hampir tepat enam puluh tahun setelah pemimpin Soviet Nikita Khrushchev memindahkan Crimea dari republik Soviet Rusia ke republik Soviet Ukraina di dalam Uni Soviet sebagai akibat dari intrik politik pribadi. Mayoritas penduduk Crimea memilih untuk bergabung kembali dengan Rusia dalam referendum 2014. Namun, bagaimana pun, Turki, sekutu NATO-nya, dan banyak negara lain terus menganggap wilayah itu sebagai bagian dari Ukraina.
(min)