Koalisi Sipil di Swiss Gelar Pengadilan Pelanggaran HAM Rezim Turki
loading...
A
A
A
Dogan mengaku ditahan oleh unit kontraterorisme (TEM) Departemen Kepolisian Ankara selama 10 hari setelah kudeta yang gagal. Dia ditempatkan di gym yang digunakan sebagai pusat penahanan.
“Saya dipukuli, ditelanjangi dan dipukul dengan tongkat,” kata Dogan seperti dilansir dari Turkishminute, Kamis (23/9/2021).
Dogan mengatakan polisi memintanya memberi nama-nama setidaknya 10 orang, dan menjanjikan akan dibebaskan jika dia melakukannya.
“Mereka mengatakan kepada saya, 'Kamu bisa mati di sini. Sebelumnya sudah ada yang mati dan tidak ada siapa pun yang tahu tentang mereka’, ” kata Dogan menirukan ucapan intimidasi yang dia terima. "Saya ditempatkan di sebuah ruangan di mana saya melihat bekas darah di sekitar saya."
“Petugas polisi kemudian membawa saya ke ruangan lain. Mereka mulai membenturkan kepala saya ke dinding, menuntut agar saya memberi mereka 10 nama itu tetapi saya tolak. Penyiksaan ini berlangsung selama 10 hari,” kata Dogan.
“Mereka kemudian membawa saya ke dokter. Tapi saya tidak berani menceritakan yang terjadi,” kata Dogan, seraya menambahkan bahwa dia tidak diizinkan untuk memberi tahu dokter apa yang telah dia alami karena petugas polisi yang hadir mengancamnya.
Dogan mengatakan dia juga melihat polisi membawa tiga wanita yang ditempatkan bersama tahanan lain. Polisi mengatakan kepada saya, 'Ini bisa terjadi pada istri dan anak perempuan Anda jika tidak mengikuti perintah kami’,” kata Dogan sambil menangis.
Hakim Ketua Pengadilan, Dr Françoise Barones Tulkens, bertanya apakah dia bisa menceritakan metode kekerasan lain yang dia alami selain pemukulan. Dogan mengatakan polisi juga melecehkannya.
Setelah Dogan, Eren Keskin—seorang pengacara dan aktivis HAM di Turki—bersaksi dari jarak jauh melalui panggilan video.
Menggarisbawahi European Court of Human Rights (ECtHR), Eren Keskin mengatakan meskipun ada peraturan, pengadilan Turki tidak menerima laporan selain yang disiapkan oleh ahli kedokteran forensik yang diangkat dan dipekerjakan oleh pemerintah.
“Saya dipukuli, ditelanjangi dan dipukul dengan tongkat,” kata Dogan seperti dilansir dari Turkishminute, Kamis (23/9/2021).
Dogan mengatakan polisi memintanya memberi nama-nama setidaknya 10 orang, dan menjanjikan akan dibebaskan jika dia melakukannya.
“Mereka mengatakan kepada saya, 'Kamu bisa mati di sini. Sebelumnya sudah ada yang mati dan tidak ada siapa pun yang tahu tentang mereka’, ” kata Dogan menirukan ucapan intimidasi yang dia terima. "Saya ditempatkan di sebuah ruangan di mana saya melihat bekas darah di sekitar saya."
“Petugas polisi kemudian membawa saya ke ruangan lain. Mereka mulai membenturkan kepala saya ke dinding, menuntut agar saya memberi mereka 10 nama itu tetapi saya tolak. Penyiksaan ini berlangsung selama 10 hari,” kata Dogan.
“Mereka kemudian membawa saya ke dokter. Tapi saya tidak berani menceritakan yang terjadi,” kata Dogan, seraya menambahkan bahwa dia tidak diizinkan untuk memberi tahu dokter apa yang telah dia alami karena petugas polisi yang hadir mengancamnya.
Dogan mengatakan dia juga melihat polisi membawa tiga wanita yang ditempatkan bersama tahanan lain. Polisi mengatakan kepada saya, 'Ini bisa terjadi pada istri dan anak perempuan Anda jika tidak mengikuti perintah kami’,” kata Dogan sambil menangis.
Hakim Ketua Pengadilan, Dr Françoise Barones Tulkens, bertanya apakah dia bisa menceritakan metode kekerasan lain yang dia alami selain pemukulan. Dogan mengatakan polisi juga melecehkannya.
Setelah Dogan, Eren Keskin—seorang pengacara dan aktivis HAM di Turki—bersaksi dari jarak jauh melalui panggilan video.
Menggarisbawahi European Court of Human Rights (ECtHR), Eren Keskin mengatakan meskipun ada peraturan, pengadilan Turki tidak menerima laporan selain yang disiapkan oleh ahli kedokteran forensik yang diangkat dan dipekerjakan oleh pemerintah.