Taliban Berupaya Ekspansi Kemampuannya dengan Senjata AS

Jum'at, 03 September 2021 - 16:03 WIB
loading...
Taliban Berupaya Ekspansi Kemampuannya dengan Senjata AS
Kelompok Taliban parade militer dengan kendaraan tempur yang ditinggalkan Amerika Serikat, di Kandahar, Afghanistan. Foto/The Guardian
A A A
KABUL - Militer Amerika Serikat (AS) mengeklaim sudah menghancurkan atau melumpuhkan hampir 100 kendaraan tempur dan puluhan pesawat sebelum mengosongkan bandara di Kabul pada hari Senin. Itu adalah upaya terakhir untuk menghalangi Taliban menggunakan beberapa peralatan militer Amerika.

Tapi setelah semua pasukan AS meninggalkan Afghanistan, pejabat pertahanan, anggota parlemen dan pakar Amerika yang melacak aliran senjata mengawasi dengan cermat apakah persenjataan, kendaraan dan pesawat yang tertinggal masih dapat dioperasikan dan dapat digunakan untuk Taliban atau penyelundup senjata.



Oryx, sebuah blog yang memverifikasi peralatan militer menggunakan foto dan video, telah mengidentifikasi 38 pesawat terbang, 13 helikopter, dan tujuh kendaraan udara tak berawak yang disita Taliban dalam keadaan baik.

Total stok kemungkinan jauh lebih besar. Taliban mewarisi ribuan senapan serbu dan kendaraan darat militer yang dipasok AS bersama dengan teknologi dan peralatan lainnya termasuk artileri dan kacamata penglihatan malam, "korban lain" dari penarikan pasukan AS dan runtuhnya Pasukan Keamanan Nasional Afghanistan yang didukung AS.

Minggu ini, video dan foto beredar di media sosial yang menunjukkan helikopter UH-60 Black Hawk AS terbang di Afghanistan, dengan gambar pertama mengisyaratkan kemampuan udara tempur Taliban yang baru.

Sebuah kelompok yang mengaku mewakili Imarah atau Emirat Islam Afghanistan, nama Taliban untuk negara itu, termasuk di antara mereka yang menerbitkan video tersebut, dengan pesan yang menyertainya: "Angkatan Udara kami! Saat ini, helikopter angkatan udara Imarah Islam sedang terbang di atas kota Kandahar dan berpatroli di kota."

Video lain menunjukkan sebuah helikopter dengan buntut bendera Taliban, terbang di atas konvoi yang mencakup kendaraan dan peralatan militer AS yang disita.

Keaslian video itu belum bisa diverifikasi keasliannya secara independen. Namun, seorang juru bicara Taliban mengatakan dalam pesan teks kepeada Wall Street Journal bahwa rincian lebih lanjut akan tersedia nanti.

"Sekarang, ini adalah hari-hari awal," kata juru bicara Taliban, Suhail Shaheen. "Ketika [pemerintah] baru diumumkan, rincian lebih lanjut tentang perangkat keras militer akan diketahui."

Auditor pemerintah AS mengatakan Washington menghabiskan lebih dari USD80 miliar selama hampir 20 tahun untuk militer dan polisi Afghanistan, sebagian darinya untuk persenjataan. Para pejabat AS mengatakan mereka tidak memiliki laporan yang dapat diandalkan tentang penyitaan senjata AS oleh Taliban.

"Kami tidak khawatir dengan hilangnya kemampuan teknologi atau sensitif yang signifikan," kata Eric Pahon, juru bicara Pentagon, seperti dikutip Fox News, Jumat (3/9/2021). “Meski menyita peralatan ini mungkin bermanfaat bagi Taliban, itu tidak mewakili ancaman bagi AS, sekutu, atau mitra.”



Sejumlah gambar telah muncul dari para milisi Taliban yang mengenakan helm hingga sepatu bot dengan perlengkapan Pasukan Khusus AS, memegang senapan serbu dan senapan sniper buatan AS.

Setelah selesainya penarikan pasukan AS pada hari Senin, video dan foto menunjukkan para milisi Taliban berada di Bandara Internasional Hamid Karzai, Kabul, memeriksa sejumlah pesawat, termasuk helikopter Chinook dan pesawat kargo angkat berat C-130.

Jenderal Frank McKenzie, kepala Komando Pusat AS, mengatakan hari Senin bahwa pasukannya telah melumpuhkan sekitar 100 kendaraan darat militer dan 73 pesawat. Seorang pejabat militer mengatakan, dalam beberapa kasus, personel mengalirkan oli dan cairan transmisi dari kendaraan atau pesawat terbang dan menjalankan mesinnya sampai habis, membuatnya tidak berguna.

Di tempat lain, lanjut pejabat itu, sistem elektronik hancur.

Pakar militer telah mengecilkan kemungkinan nilai abadi dari pesawat berfungsi yang disita oleh Taliban, karena operasi pemeliharaan yang rumit telah dilakukan oleh kontraktor yang kini telah meninggalkan negara itu.

“Kemampuan 'burung-burung' itu untuk terus terbang dalam jangka panjang akan sangat menantang,” kata John Venable, mantan perwira Angkatan Udara yang memimpin penerbangan tempur di Afghanistan, dan sekarang aktif di lembaga think tank Heritage Foundation.

"Itu bergantung pada suku cadang, dan aliran itu terputus."

Beberapa analis tetap menekankan bahwa negara-negara yang bersahabat dengan Taliban dapat membantu kelompok itu dalam membantu memperluas penggunaan pesawat dan helikopter dengan memasok suku cadang, perawatan atau pilot.

Beberapa pilot Angkatan Udara Afghanistan yang dilatih AS tetap berada di negara itu, memicu kekhawatiran bahwa para penerbang itulah yang mengendalikan penerbangan helikopter baru-baru ini, yang mungkin di bawah tekanan Taliban.

"Anda sedang menyaksikan jenis pemaksaan terburuk yang terjadi saat ini," kata Venable. "Jika Anda mengambil pistol dan mengarahkannya ke salah satu anggota keluarga mereka, itu adalah, 'Ya, saya akan menerbangkan helikopter itu untuk Anda'."

Bulan lalu, ratusan anggota layanan militer Afghanistan terbang ke negara tetangga; Uzbekistan dengan hampir 50 pesawat Angkatan Udara Afghanistan.

Tunduk pada tekanan Taliban, pemerintah Uzbekistan telah mengatakan kepada AS bahwa pilot-pilot itu segera harus meninggalkan negara tersebut.

Sekelompok anggota Parlemen AS termasuk Mike Waltz, mantan personel Baret Hijau yang melayani beberapa tur di Afghanistan, berusaha untuk mengarahkan pesawat dan pilot-pilot tersebut ke Lembah Panjshir Afghanistan untuk mendukung kemungkinan pertarungan yang dipimpin oleh pasukan Afghanistan yang menentang pemerintahan Taliban.

Taliban diperkirakan akan menjual sebagian dari senjata dan peralatan militer yang telah disita, karena AS membekukan aset terkait Taliban. Sejumlah studi, termasuk makalah 2012 oleh Small Arms Survey, sebuah kelompok penelitian pertahanan yang berbasis
di Jenewa, telah mengidentifikasi rute penyelundupan senjata lama antara Taliban dan orang-orang di Iran, Pakistan dan Tajikistan.

"Senjata yang baru disita ini dapat mengikuti rute yang ada untuk mengalir ke seluruh Afghanistan dan di luar perbatasannya," kata Lauren Woods, direktur Security Assistance Monitor, bagian dari kelompok think tank Washington. "Proses pemantauan dan inventaris senjata kami tidak cukup untuk mencegahnya dialihkan dan disalahgunakan."

Namun, kata Waltz, penimbunan senjata segera mungkin lebih sesuai dengan tujuan konsolidasi jangka pendek Taliban.

"Memiliki banyak barang sama dengan kekuatan," kata Waltz. "Saya melihat mereka memegangnya dan bersiap untuk apa yang akan datang."
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1174 seconds (0.1#10.140)