Perang AS di Afghanistan Belum Berakhir, Diubah Jadi Perang Drone ala Somalia

Rabu, 18 Agustus 2021 - 09:55 WIB
loading...
A A A
“Ancaman ini menuntut perhatian dan sumber daya kita. Kita melakukan misi kontraterorisme yang efektif terhadap kelompok teroris di banyak negara di mana kita tidak memiliki kehadiran militer permanen,” papar Biden.

Dia menegaskan, “Jika perlu, kita akan melakukan hal yang sama di Afghanistan. Kita telah mengembangkan kemampuan kontraterorisme over-the-horizon yang akan memungkinkan kita tetap fokus pada ancaman langsung ke Amerika Serikat di kawasan itu, dan bertindak cepat serta tegas jika diperlukan.”

Perang di Afghanistan didasarkan pada dasar hukum yang sama dengan sisa Perang Melawan Teror AS: Otorisasi Penggunaan Kekuatan Militer (AUMF) yang disahkan Kongres pada 18 September 2001, sepekan setelah serangan teroris oleh al-Qaeda yang menghancurkan gedung pencakar langit World Trade Center di New York dan merusak Pentagon di Arlington, Virginia, menewaskan sekitar 3.000 warga AS.

Invasi AS ke Afghanistan terjadi hanya beberapa pekan kemudian, dan sementara pemerintah Taliban yang menyembunyikan al-Qaeda dengan cepat digulingkan, Taliban berkumpul kembali di pedesaan dan meluncurkan pemberontakan baru pada tahun berikutnya, yang pada Minggu lalu akhirnya berhasil merebut Kabul dan membubarkan pemerintah Afghanistan yang didukung AS.

Perang Drone Melawan Teror

AUMF 2001 memberikan otorisasi Pentagon dalam hukum AS untuk menyerang target di negara-negara selain Afghanistan, juga, jika mereka dioperasikan oleh al-Qaeda atau afiliasi al-Qaeda, tanpa pernyataan permusuhan yang lebih formal, tetapi juga tanpa izin dari negara tuan rumah.

Yang pertama adalah serangan pesawat tak berawak (drone) di Marib, Yaman, pada November 2002, yang diklaim Pentagon menewaskan enam tersangka anggota AQAP, salah satunya warga negara AS.

Program ini diperluas untuk mencakup serangan udara di Pakistan dan Somalia, juga.

Namun, selama bertahun-tahun program tersebut beroperasi tanpa seperangkat aturan yang jelas, sebagian besar didasarkan pada otorisasi presiden AS.

Pada 2011, para pembela hak-hak sipil marah oleh serangan drone lain di luar Marib yang menewaskan dua warga negara Amerika yang telah bergabung dengan al-Qaeda, dan pada tahun berikutnya terungkap Presiden AS saat itu Barack Obama mempertahankan "daftar pembunuhan" fisik yang termasuk pada setidaknya tiga warga AS lainnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1803 seconds (0.1#10.140)