Khamenei: Belajarlah dari Masa Lalu, Percaya pada Barat Tak Berguna
loading...
A
A
A
TEHERAN - Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei memperingatkan presiden terpilih agar tidak menaruh kepercayaan dalam negosiasi dengan Amerika Serikat (AS).
Khamenei menegaskan, Barat melanggar komitmennya dengan presiden yang akan segera melepas jabatan, Hassan Rouhani.
“Orang lain harus menggunakan pengalaman pemerintahan Rouhani. Salah satu pengalamannya adalah tidak mempercayai Barat. Dalam pemerintahan ini menjadi jelas bahwa mempercayai Barat tidak membantu,” tegas Khamenei menurut transkrip komentarnya yang diposting di akun Twitter resminya.
Dia menambahkan, Washington telah membuat janji tertulis untuk menghapus sanksi berdasarkan kesepakatan nuklir 2015, tetapi kemudian mengabaikan komitmennya sendiri berdasarkan kesepakatan tersebut.
“Barat dan AS benar-benar tidak adil dan jahat dalam negosiasi mereka. Mereka sama sekali tidak ragu melanggar komitmen mereka,” papar Khamenei.
Kecamannya terhadap pendekatan Washington untuk negosiasi program nuklir Iran datang sepekan sebelum Presiden terpilih Iran Ebrahim Raisi akan dilantik.
Sebagai sekutu dekat Khamenei, Raisi diharapkan memiliki pendekatan garis keras pada AS daripada pendahulunya yang moderat.
Raisi sebelumnya mengisyaratkan dia terbuka untuk memulai kembali perjanjian nuklir yang macet, yang membatasi pengayaan uranium Iran, dengan syarat AS menepati janjinya dan mencabut sanksi terhadap Teheran.
Namun, pernyataan Khamenei tampaknya menyerukan pendekatan yang lebih konfrontatif untuk menyelesaikan kebuntuan diplomatik dengan AS.
Departemen Luar Negeri AS belum mengeluarkan tanggapan atas komentar pemimpin tertinggi itu.
Presiden Donald Trump saat itu secara sepihak menarik AS keluar dari Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA) pada 2018.
Washington kemudian menjatuhkan sanksi baru, bahkan ketika pengawas nuklir internasional mengakui Iran telah mempertahankan komitmen berdasarkan kesepakatan itu.
Langkah AS itu membuat marah Teheran, yang kemudian mulai meningkatkan tingkat pengayaan uraniumnya, mengingat AS tidak menghormati komitmennya sendiri berdasarkan perjanjian itu.
Awal bulan ini, Iran mengumumkan, jika dianggap perlu, Teheran dapat memperkaya uranium hingga 90%, hampir 25 kali lebih besar dari tingkat yang ditetapkan dalam JCPOA.
Pembicaraan telah berlangsung di Wina untuk mencoba membuat Washington dan Teheran kembali ke meja perundingan.
Sejauh ini upaya tersebut belum membuahkan hasil, dengan Iran terus bersikeras bahwa sanksi harus dicabut sebagai prasyarat.
Khamenei menegaskan, Barat melanggar komitmennya dengan presiden yang akan segera melepas jabatan, Hassan Rouhani.
“Orang lain harus menggunakan pengalaman pemerintahan Rouhani. Salah satu pengalamannya adalah tidak mempercayai Barat. Dalam pemerintahan ini menjadi jelas bahwa mempercayai Barat tidak membantu,” tegas Khamenei menurut transkrip komentarnya yang diposting di akun Twitter resminya.
Dia menambahkan, Washington telah membuat janji tertulis untuk menghapus sanksi berdasarkan kesepakatan nuklir 2015, tetapi kemudian mengabaikan komitmennya sendiri berdasarkan kesepakatan tersebut.
“Barat dan AS benar-benar tidak adil dan jahat dalam negosiasi mereka. Mereka sama sekali tidak ragu melanggar komitmen mereka,” papar Khamenei.
Kecamannya terhadap pendekatan Washington untuk negosiasi program nuklir Iran datang sepekan sebelum Presiden terpilih Iran Ebrahim Raisi akan dilantik.
Sebagai sekutu dekat Khamenei, Raisi diharapkan memiliki pendekatan garis keras pada AS daripada pendahulunya yang moderat.
Raisi sebelumnya mengisyaratkan dia terbuka untuk memulai kembali perjanjian nuklir yang macet, yang membatasi pengayaan uranium Iran, dengan syarat AS menepati janjinya dan mencabut sanksi terhadap Teheran.
Namun, pernyataan Khamenei tampaknya menyerukan pendekatan yang lebih konfrontatif untuk menyelesaikan kebuntuan diplomatik dengan AS.
Departemen Luar Negeri AS belum mengeluarkan tanggapan atas komentar pemimpin tertinggi itu.
Presiden Donald Trump saat itu secara sepihak menarik AS keluar dari Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA) pada 2018.
Washington kemudian menjatuhkan sanksi baru, bahkan ketika pengawas nuklir internasional mengakui Iran telah mempertahankan komitmen berdasarkan kesepakatan itu.
Langkah AS itu membuat marah Teheran, yang kemudian mulai meningkatkan tingkat pengayaan uraniumnya, mengingat AS tidak menghormati komitmennya sendiri berdasarkan perjanjian itu.
Awal bulan ini, Iran mengumumkan, jika dianggap perlu, Teheran dapat memperkaya uranium hingga 90%, hampir 25 kali lebih besar dari tingkat yang ditetapkan dalam JCPOA.
Pembicaraan telah berlangsung di Wina untuk mencoba membuat Washington dan Teheran kembali ke meja perundingan.
Sejauh ini upaya tersebut belum membuahkan hasil, dengan Iran terus bersikeras bahwa sanksi harus dicabut sebagai prasyarat.
(sya)