Tahanan Warga Palestina Dibebaskan setelah 65 Hari Mogok Makan
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Warga Palestina Al-Ghadanfar Abu Atwan yang ditahan Israel akan dibebaskan hari ini setelah mogok makan selama 65 hari.
Pria berusia 28 tahun itu memprotes ditahan dalam penahanan administratif yakni penjara tanpa tuduhan atau pengadilan, oleh pasukan pendudukan Israel.
Adik Al-Ghadanfar, Benazeer, dan pengacaranya, Jawad Boulos, membenarkan bahwa dia akan dibebaskan hari ini dan perintah penahanan administratif terhadapnya dibatalkan.
Keluarganya telah mengkonfirmasi bahwa dia tidak akan mengakhiri pemogokan sampai dia bersama keluarganya dan di luar penjara Israel.
Al-Ghadanfar telah ditahan pada Oktober 2020 dan dipenjara dalam penahanan administratif selama enam bulan.
Penahanan ini kemudian diperbarui, mendorongnya melancarkan mogok makan pada 5 Mei, dan sejak itu dia menolak semua bentuk makanan, termasuk vitamin dan suplemen.
Efek dari pemogokan itu berdampak pada kondisi kesehatannya.
"Sekarang dia terlihat seperti hantu dirinya sendiri," ujar ibunya Majdoleen setelah mengunjunginya pekan lalu.
"Pipinya cekung, tubuhnya sangat lemah, dia hampir tidak bisa berbicara, dia tidak bisa berjalan atau bahkan bergerak," papar dia.
Al-Ghadanfar telah menghabiskan hampir tujuh tahun hidupnya sejak usia 19 tahun di tahanan Israel, atau telah ditangkap dan dipenjarakan Israel empat kali.
Tiga dari empat penahanannya, termasuk hukuman penjara terakhir, adalah hukuman penahanan administratif dan totalnya hampir lima tahun penjara.
Kebijakan Israel melakukan penahanan tanpa proses pengadilan ini mendapat kecaman internasional.
Pria berusia 28 tahun itu memprotes ditahan dalam penahanan administratif yakni penjara tanpa tuduhan atau pengadilan, oleh pasukan pendudukan Israel.
Adik Al-Ghadanfar, Benazeer, dan pengacaranya, Jawad Boulos, membenarkan bahwa dia akan dibebaskan hari ini dan perintah penahanan administratif terhadapnya dibatalkan.
Keluarganya telah mengkonfirmasi bahwa dia tidak akan mengakhiri pemogokan sampai dia bersama keluarganya dan di luar penjara Israel.
Al-Ghadanfar telah ditahan pada Oktober 2020 dan dipenjara dalam penahanan administratif selama enam bulan.
Penahanan ini kemudian diperbarui, mendorongnya melancarkan mogok makan pada 5 Mei, dan sejak itu dia menolak semua bentuk makanan, termasuk vitamin dan suplemen.
Efek dari pemogokan itu berdampak pada kondisi kesehatannya.
"Sekarang dia terlihat seperti hantu dirinya sendiri," ujar ibunya Majdoleen setelah mengunjunginya pekan lalu.
"Pipinya cekung, tubuhnya sangat lemah, dia hampir tidak bisa berbicara, dia tidak bisa berjalan atau bahkan bergerak," papar dia.
Al-Ghadanfar telah menghabiskan hampir tujuh tahun hidupnya sejak usia 19 tahun di tahanan Israel, atau telah ditangkap dan dipenjarakan Israel empat kali.
Tiga dari empat penahanannya, termasuk hukuman penjara terakhir, adalah hukuman penahanan administratif dan totalnya hampir lima tahun penjara.
Kebijakan Israel melakukan penahanan tanpa proses pengadilan ini mendapat kecaman internasional.
(sya)