Pisang Rp650.000, Kopi Rp1,5 Juta, Krisis Pangan Korea Utara Makin Brutal
loading...
A
A
A
PYONGYANG - Korea Utara (Korut) sedang menghadapi krisis pangan yang sangat brutal dengan harga komoditas penting yang melonjak tinggi.
Dalam pertemuan komite pusat partai berkuasa di negara itu, Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengakui situasi pangan "tegang".
"Situasi pangan masyarakat sekarang semakin tegang karena sektor pertanian gagal memenuhi rencana produksi biji-bijian karena kerusakan akibat topan tahun lalu," ujar Kim.
Sesuai laporan, harga bahan makanan penting telah meroket di ibukota negara, Pyongyang, dengan satu kilogram pisang dijual seharga USD45 (Rp650.000), sebungkus teh hitam seharga USD70 (Rp1 juta) dan sebungkus kopi seharga USD100 (Rp1,5 juta).
Dalam pertemuan itu, Kim meminta anggota partai bekerja untuk mengatasi kekurangan pangan.
Meski demikian, tidak jelas bagaimana Korea Utara dapat dengan cepat mengatasi masalah ini karena perbatasan negara itu tetap ditutup karena pembatasan COVID-19.
Sesuai laporan terbaru Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), Korea Utara kekurangan 8.600.000 ton makanan.
Meski Korea Utara belum secara resmi mengkonfirmasi kasus COVID-19, negara itu telah memberlakukan tindakan anti-virus yang ketat, termasuk penutupan perbatasan dan pembatasan perjalanan domestik.
Negara ini bergantung pada China untuk banyak barang yang tidak dapat diproduksinya, termasuk makanan dan bahan bakar.
“Pada rapat pleno komite pusat Partai Buruh Korea Utara yang berkuasa, Kim mengatakan ekonomi membaik tahun ini, dengan output industri tumbuh 25% dari tahun sebelumnya,” ungkap laporan kantor berita resmi KCNA.
“Tetapi ada serangkaian penyimpangan karena sejumlah tantangan,” tutur pemimpin Korea Utara itu.
Serangkaian badai musim panas lalu memicu banjir yang menghancurkan ribuan rumah dan menggenangi lahan pertanian.
Kim menyerukan langkah-langkah meminimalkan dampak bencana alam seperti itu, dengan mengatakan memastikan panen yang baik adalah "prioritas utama".
“Rapat pleno itu juga membahas sifat berkepanjangan dari pandemi virus corona,” papar laporan KCNA.
Pyongyang memiliki infrastruktur medis yang buruk dan kekurangan obat-obatan penting. Pengamat mengatakan wabah virus corona mendatangkan malapetaka di negara yang terisolasi itu.
Korea Utara memberlakukan penguncian ketat ketika menutup perbatasannya pada Januari tahun lalu untuk menghentikan penyebaran virus dari negara tetangga China, tempat virus itu pertama kali muncul sebelum melanda dunia.
Korut telah lama bersikeras bahwa mereka tidak memiliki kasus virus corona. Klaim itu diragukan oleh para analis. Namun tetap saja, Korea Utara telah membayar harga ekonomi yang sangat besar untuk blokade tersebut.
Perdagangan dengan China, jalur kehidupan ekonomi Korea Utara, telah melambat, sementara semua pekerjaan bantuan internasional menghadapi pembatasan ketat.
“Dampak pandemi kemungkinan besar memperburuk situasi kemanusiaan di Korea Utara, dengan sekitar 10,6 juta orang membutuhkan bantuan,” papar juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).
Dalam pertemuan komite pusat partai berkuasa di negara itu, Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengakui situasi pangan "tegang".
"Situasi pangan masyarakat sekarang semakin tegang karena sektor pertanian gagal memenuhi rencana produksi biji-bijian karena kerusakan akibat topan tahun lalu," ujar Kim.
Sesuai laporan, harga bahan makanan penting telah meroket di ibukota negara, Pyongyang, dengan satu kilogram pisang dijual seharga USD45 (Rp650.000), sebungkus teh hitam seharga USD70 (Rp1 juta) dan sebungkus kopi seharga USD100 (Rp1,5 juta).
Dalam pertemuan itu, Kim meminta anggota partai bekerja untuk mengatasi kekurangan pangan.
Meski demikian, tidak jelas bagaimana Korea Utara dapat dengan cepat mengatasi masalah ini karena perbatasan negara itu tetap ditutup karena pembatasan COVID-19.
Sesuai laporan terbaru Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), Korea Utara kekurangan 8.600.000 ton makanan.
Meski Korea Utara belum secara resmi mengkonfirmasi kasus COVID-19, negara itu telah memberlakukan tindakan anti-virus yang ketat, termasuk penutupan perbatasan dan pembatasan perjalanan domestik.
Negara ini bergantung pada China untuk banyak barang yang tidak dapat diproduksinya, termasuk makanan dan bahan bakar.
“Pada rapat pleno komite pusat Partai Buruh Korea Utara yang berkuasa, Kim mengatakan ekonomi membaik tahun ini, dengan output industri tumbuh 25% dari tahun sebelumnya,” ungkap laporan kantor berita resmi KCNA.
“Tetapi ada serangkaian penyimpangan karena sejumlah tantangan,” tutur pemimpin Korea Utara itu.
Serangkaian badai musim panas lalu memicu banjir yang menghancurkan ribuan rumah dan menggenangi lahan pertanian.
Kim menyerukan langkah-langkah meminimalkan dampak bencana alam seperti itu, dengan mengatakan memastikan panen yang baik adalah "prioritas utama".
“Rapat pleno itu juga membahas sifat berkepanjangan dari pandemi virus corona,” papar laporan KCNA.
Pyongyang memiliki infrastruktur medis yang buruk dan kekurangan obat-obatan penting. Pengamat mengatakan wabah virus corona mendatangkan malapetaka di negara yang terisolasi itu.
Korea Utara memberlakukan penguncian ketat ketika menutup perbatasannya pada Januari tahun lalu untuk menghentikan penyebaran virus dari negara tetangga China, tempat virus itu pertama kali muncul sebelum melanda dunia.
Korut telah lama bersikeras bahwa mereka tidak memiliki kasus virus corona. Klaim itu diragukan oleh para analis. Namun tetap saja, Korea Utara telah membayar harga ekonomi yang sangat besar untuk blokade tersebut.
Perdagangan dengan China, jalur kehidupan ekonomi Korea Utara, telah melambat, sementara semua pekerjaan bantuan internasional menghadapi pembatasan ketat.
“Dampak pandemi kemungkinan besar memperburuk situasi kemanusiaan di Korea Utara, dengan sekitar 10,6 juta orang membutuhkan bantuan,” papar juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).
(sya)