Viral, Demonstran Anti-Junta Myanmar Ramai-ramai Dukung Muslim Rohingya

Senin, 14 Juni 2021 - 10:34 WIB
loading...
Viral, Demonstran Anti-Junta...
Komunitas etnis Rohingya, korban kekerasan militer Myanmar, mengungsi di Bangladesh. Foto/REUTERS
A A A
YANGON - Para demonstran anti-junta militer Myanmar membanjiri media sosial dengan foto-foto diri mereka mengenakan pakaian hitam untuk mendukung komunitas Muslim Rohingya . Aksi solidaritas untuk kelompok minoritas yang paling teraniaya itu menjadi viral di media sosial.

Sejak junta militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dari kekuasaan dalam kudeta 1 Februari, gerakan anti-junta yang menuntut kembalinya demokrasi telah berkembang termasuk memperjuangkan hak-hak etnis minoritas.



Komunitas Rohingya yang didominasi Muslim—lama dipandang sebagai penyelundup dari Bangladesh oleh banyak orang di Myanmar—selama beberapa dekade telah ditolak kewarganegaraan, hak-hak dasar, akses ke layanan publik dan kebebasan bergerak.

Aktivis dan warga sipil anti-junta turun ke media sosial pada hari Minggu untuk mem-posting foto diri mereka mengenakan pakaian hitam dan menunjukkan penghormatan tiga jari perlawanan, dalam posting yang ditandai dengan tanda pagar #Black4Rohingya.

"Keadilan harus ditegakkan untuk Anda masing-masing dan kami masing-masing di Myanmar," kata aktivis hak asasi manusia (HAM) terkemuka, Thinzar Shunlei Yi, di Twitter.

Media lokal juga menunjukkan protes kecil di pusat komersial Myanmar, Yangon, di mana demonstran berpakaian hitam memegang tanda-tanda dalam bahasa Burma yang mengatakan mereka "memprotes Rohingya yang tertindas".

Pada malam hari, tanda pagar #Black4Rohingya menjadi trending di Twitter di Myanmar dengan lebih dari 332.000 sebutan.

Aksi dukungan hari Minggu dari sebagian besar penduduk Buddha, etnis Bamar-mayoritas, adalah jauh dari tahun-tahun sebelumnya, ketika bahkan menggunakan istilah "Rohingya" adalah penangkal kontroversi.

Pada tahun 2017, kampanye militer berdarah di barat Myanmar mengirim sekitar 740.000 orang Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh dengan membawa laporan pemerkosaan, pembunuhan massal, dan pembakaran.



Militer telah lama mengeklaim tindakan keras itu dibenarkan untuk membasmi pemberontak, dan Suu Kyi juga membela tindakan tentara dengan melakukan perjalanan ke Den Haag untuk membantah tuduhan genosida di pengadilan tinggi PBB.

Publik Myanmar sebagian besar tidak simpatik dengan penderitaan Rohingya, sementara para aktivis dan jurnalis yang melaporkan masalah tersebut menghadapi pelecehan pedas secara online.

Aktivis Rohingya terkemuka yang berbasis di Eropa, Ro Nay San Lwin mengatakan kepada AFP bahwa kampanye online adalah upaya tahunan untuk meningkatkan kesadaran—tetapi hari Minggu adalah "pertama kalinya" dia melihatnya menjadi viral di Myanmar.

"Saya sangat senang melihat orang-orang di dalam Myanmar bergabung dengan kampanye ini. Saya lebih berharap memiliki solidaritas yang lebih kuat dari mereka," katanya, seperti dikutip AFP, Senin (14/6/2021).

Pengumuman baru-baru ini dari bayangan "Pemerintah Persatuan Nasional [NUG]"—yang terdiri dari anggota parlemen yang digulingkan yang bekerja untuk menggulingkan junta—juga telah memperluas cabang zaitun ke kelompok minoritas, mengundang mereka untuk "bergandeng tangan...untuk berpartisipasi dalam Spring Revolution ini".

NUG telah dicap sebagai "teroris" oleh rezim junta militer, sementara pemimpin junta Jenderal Min Aung Hlaing telah menolak kata "Rohingya" sebagai "istilah imajiner".

Sejak kudeta, lebih dari 860 orang tewas dalam tindakan keras brutal oleh pasukan keamanan junta, menurut kelompok pemantau lokal. Jumlah korban tewas itu telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat internasional.

Pada hari Jumat, kepala HAM PBB Michelle Bachelet mengatakan Myanmar telah jatuh dari "demokrasi yang rapuh menjadi bencana hak asasi manusia". Dia menyampaikan keprihatinan khusus pada meningkatnya kekerasan di daerah-daerah seperti negara bagian Kayah, Chin dan Kachin.

Televisi yang dikelola pemerintah pada Minggu malam mengutuk komentar Bachelet, mengatakan bahwa badan internasional "tidak boleh bias".
(min)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Konvoi Ambulans Ditembaki,...
Konvoi Ambulans Ditembaki, Sentimen Anti-China Meningkat di Myanmar
Lebih dari 2.000 Orang...
Lebih dari 2.000 Orang Tewas akibat Gempa Myanmar, 700 Muslim Meninggal di Masjid
Jumlah Korban Tewas...
Jumlah Korban Tewas Gempa Myanmar-Thailand Melebihi 1.600 Orang
Gempa Myanmar Terjadi...
Gempa Myanmar Terjadi saat Salat Jumat, 50 Masjid Rusak, Lebih 1.000 Orang Tewas
USGS Prediksi Jumlah...
USGS Prediksi Jumlah Korban Tewas akibat Gempa Myanmar Lebih dari 10.000 Jiwa
Operasi Penyelamatan...
Operasi Penyelamatan Korban Gempa di Bangkok Berlanjut hingga Sabtu Pagi
Gempa 7,7 Skala Richter...
Gempa 7,7 Skala Richter Guncang Myanmar, Ini 3 Fakta tentang Sesar Sagaing
Israel Dilanda Kebakaran...
Israel Dilanda Kebakaran Hutan Dahsyat, Warga Berlarian Menyelamatkan Diri
Raja Charles Kisahkan...
Raja Charles Kisahkan Pengalaman Idap Kanker: Mengerikan!
Rekomendasi
ITB Tindak Tegas Mahasiswanya...
ITB Tindak Tegas Mahasiswanya yang Terlibat Perjokian di UTBK 2025
Pelaku Pembunuhan Kakak...
Pelaku Pembunuhan Kakak Kandung Gegara Warisan Ditangkap di Pamulang
Mengulik Kunci Jasindo...
Mengulik Kunci Jasindo Cetak Kinerja Positif dan Perluas Pasar Asuransi
Berita Terkini
Trump Hadapi Upaya Pemakzulan...
Trump Hadapi Upaya Pemakzulan Ketiga
46 menit yang lalu
507.000 Warga Palestina...
507.000 Warga Palestina Menganggur di Tepi Barat, Ribuan Orang Dibunuh Israel Saat Cari Nafkah
1 jam yang lalu
Perbandingan Kebakaran...
Perbandingan Kebakaran yang Melanda Israel dan California, Separah Apa?
2 jam yang lalu
Kebakaran Israel Berkobar...
Kebakaran Israel Berkobar Mendekati Yerusalem pada Hari Kedua, Zionis Darurat Nasional
3 jam yang lalu
Demi Proyek Baru, Yordania...
Demi Proyek Baru, Yordania Usir Paksa 101 Warga Palestina dari Kamp Pengungsi Tak Resmi
4 jam yang lalu
Inggris Berunding dengan...
Inggris Berunding dengan Prancis dan Arab Saudi untuk Akui Negara Palestina pada Juni
4 jam yang lalu
Infografis
Lima Negara Muslim yang...
Lima Negara Muslim yang Tidak Merayakan Isra Mikraj
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved