Bennett, Calon PM Israel Pengganti Netanyahu yang Sebut Tak Ada Negara Palestina

Selasa, 01 Juni 2021 - 13:05 WIB
loading...
Bennett, Calon PM Israel Pengganti Netanyahu yang Sebut Tak Ada Negara Palestina
Naftali Bennett (kiri), politisi Israel yang ingin menggulingkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Foto/The Guardian
A A A
TEL AVIV - Naftali Bennett, yang pada hari Minggu bergerak selangkah lebih dekat untuk menggantikan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, adalah mantan pengusaha teknologi. Dia merupakan miliarder yang terkenal dalam politik dengan retorika sayap kanan garis keras.

Politisi 49 tahun ini tercatat sebagai pemimpin partai politik, yang menyerukan Israel untuk mencaplok bagian-bagian Palestina di Tepi Barat.



Identik dengan kippa dan bahasa Inggris logat Amerika yang sempurna, dia sangat liberal dalam ekonomi dan mengambil garis keras terhadap Iran.

Dia berbagi ideologi ini dengan Netanyahu dan telah bertugas di beberapa pemerintahan pimpinan Partai Likud—partainya Netanyahu—, tetapi dalam beberapa tahun terakhir kedua kubu tersebut semakin berseberangan.

Setelah 11 hari pertempuran berdarah dengan kelompok perlawanan Palestina di Jalur Gaza, Bennett akhirnya setuju untuk bergabung dengan Yair Lapid—politisi yang berhaluan tengah—dalam koalisi untuk menggulingkan PM Netanyahu yang telah berkuasa selama 12 tahun berturut-turut.

Lapid telah menawarkan untuk berbagi kekuasaan, membiarkan Bennett menjadi perdana menteri yang bergilir di mana Bennett untuk giliran pertama.

Dalam pidato Minggu malam, Bennett mengeklaim partai-partai kiri akan mendukungnya untuk memimpin pemerintahan koalisi.

"Kiri jauh dari kompromi yang mudah di sini, ketika itu diberikan kepada saya...peran perdana menteri," katanya seperti dikutip Times of Israel.

Lapid memiliki waktu hingga Rabu malam untuk menyusun koalisi 61 kursi di Knesset-Parlemen Israel yang terdiri dari 120 kursi.



Yamina, partai berhaluan agama-nasionalis memenangkan tujuh kursi Knesset dalam pemilihan umum terakhir negara itu pada bulan Maret, meskipun seorang anggotanya menolak untuk bergabung dengan koalisi anti-Netanyahu.

Bennett juga merupakan mantan perwira pasukan khusus. Dia tercatat sebagai putra dari orangtua kelahiran Amerika Serikat dan tinggal bersama istrinya Galit dan empat anaknya di pusat kota Ra'anana.

Dia memasuki politik setelah menjual start-up teknologinya seharga USD145 juta pada tahun 2005, dan tahun berikutnya menjadi kepala staf untuk Netanyahu, yang saat itu berada di oposisi.

Setelah meninggalkan kantor Netanyahu, Bennett pada 2010 menjadi direktur Dewan Yesha, yang melobi pemukim Yahudi di Tepi Barat.

Dia kemudian menggemparkan politik pada 2012 ketika dia memimpin partai agama-nasionalis Jewish Home [Rumah Yahudi], yang menghadapi bencana politik. Dia meningkatkan kehadiran parlemennya empat kali lipat, sambil menjadi berita utama dengan serangkaian komentar yang menghasut tentang Palestina.

Pada 2013, dia mengatakan; "Teroris harus dibunuh, bukan dibebaskan".

Dia juga berpendapat bahwa Tepi Barat tidak berada di bawah pendudukan. "Karena tidak pernah ada negara Palestina di sini," katanya saat itu.

Menurutnya, konflik Israel-Palestina tidak dapat diselesaikan tetapi harus ditanggung, seperti potongan "pecahan peluru di pantat".

Selain memegang portofolio pertahanan, Bennett pernah menjabat sebagai menteri ekonomi dan menteri pendidikan di kabinet Netanyahu.

Dia menamai kembali Partai Rumah Yahudi dengan Yamina pada tahun 2018, dan merupakan bagian dari koalisi Netanyahu. Pada tahun yang sama, koalisi itu runtuh.

Namun dia tidak diminta untuk bergabung dengan pemerintah persatuan yang dipimpin Netanyahu pada Mei tahun lalu—sebuah langkah yang dipandang sebagai ekspresi penghinaan pribadi perdana menteri terhadapnya, terlepas dari ideologi mereka yang sama.

Bertentangan dan dengan pandemi virus corona yang mengamuk pada tahun 2020, Bennett mengurangi retorika sayap kanannya untuk fokus pada krisis kesehatan, bergerak untuk memperluas daya tariknya dengan merilis rencana untuk menahan virus dan membantu perekonomian.

“Di tahun-tahun berikutnya kita perlu mengesampingkan politik dan isu-isu seperti pencaplokan atau negara Palestina, dan fokus untuk mendapatkan kendali atas pandemi virus corona, menyembuhkan ekonomi dan memperbaiki keretakan internal,” katanya kepada Army Radio pada November lalu.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1778 seconds (0.1#10.140)