Terungkap, China Nyaris Dibom Nuklir AS dan Pakistan Waswas Diserang Israel
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Setelah serangan nuklir Amerika Serikat (AS) di Jepang, Asia berhenti menyaksikan dua konflik nuklir lagi. Namun, Amerika ternyata hampir melakukan serangan serupa terhadap China dan Pakistan khawatir diserang oleh Israel yang akan dibantu India.
Setelah kehancuran Perang Dunia II, PBB didirikan sebagai organisasi antar-pemerintah untuk menjaga perdamaian dan keamanan, serta menyelaraskan tindakan bangsa-bangsa.
Tetapi bahkan setelah 76 tahun berdirinya, dunia tetap terpecah-pecah seperti sebelumnya. Selama bertahun-tahun, peningkatan teknologi militer dan kemampuan senjata nuklir menyebabkan perlombaan di antara kekuatan dunia.
Ada juga saat-saat di masa lalu ketika beberapa negara bersedia menggunakan kemampuan militer mereka untuk melindungi sekutu dan kepentingan mereka di luar negeri, dan dalam beberapa kasus, berusaha keras untuk menggagalkan musuh dalam memperoleh kemampuan membuat senjata nuklir.
Salah satu insiden yang melibatkan negara adidaya, Amerika Serikat, muncul di domain publik baru-baru ini. Menurut dokumen rahasia yang bocor yang diposting online, AS pada tahun 1958 telah bermain-main dengan gagasan meluncurkan serangan nuklir ke daratan China untuk melindungi Taiwan—wilayah yang diklaim Beijing sebagai miliknya.
Dokumen rahasia di-posting online oleh Dr Daniel Ellsberg, tokoh yang dikenal dengan bocoran dokumen "Pentagon Papers".
Ellsberg, yang merupakan mantan analis militer dan aktivis politik AS, mengatakan kepada The New York Times pada 22 Mei lalu bahwa dia telah menyalin studi sangat rahasia tentang krisis Selat Taiwan hampir 50 tahun yang lalu. Namun, kemudian dia tidak mengungkapkannya.
Dia sekarang menyoroti hal itu di tengah ketegangan baru antara Amerika Serikat dan China terkait Taiwan.
Pada puncak Perang Dingin, karena takut akan invasi pasukan komunis China terhadap Taiwan, AS telah mendorong rencana serangan nuklir terhadap daratan China. Informasi ini adalah bagian dari makalah sangat rahasia—tentang krisis yang terjadi pada tahun 1958—sebagian di antaranya telah dihapuskan pada tahun 1975.
Menurut dokumen yang sekarang dipublikasikan Ellsberg, AS percaya bahwa serangan semacam itu pasti akan melihat pembalasan serupa oleh Uni Soviet, yang akan membantu China dengan serangkaian serangan nuklirnya sendiri.
Pada tahun 1958, China menyerang pulau Kinmen dan Matsu di sepanjang pantai timur daratan China untuk "membebaskan" Taiwan.
Sementara Presiden AS saat itu; D Eisenhower, memutuskan untuk awalnya mengandalkan senjata konvensional. Namun, opsi serangan nuklir yang jauh ke China, sejauh utara Shanghai, juga tidak dikesampingkan.
Krisis 1958 akhirnya berakhir dengan pasukan komunis menghentikan serangan artileri di pulau-pulau tersebut, meninggalkan daerah itu di bawah kendali pasukan nasionalis di bawah Chiang-Kai-Shek. Pada 1979 AS secara resmi mengakui Beijing.
Sekarang, 53 tahun kemudian, ketegangan kembali meningkat antara AS dan China terkait Taiwan.
“Karena kemungkinan krisis nuklir lain atas Taiwan sedang dibicarakan tahun ini, tampaknya sangat tepat bagi saya untuk mendorong publik, Kongres (AS), dan cabang eksekutif untuk memerhatikan apa yang saya sediakan bagi mereka,” kata Ellsberg yang dikutip The New York Times.
Pemerintahan baru AS di bawah Presiden Joe Biden diharapkan segera mengumumkan strategi Amerika terhadap China. Dalam menghadapi China yang selalu berperang, AS mungkin dipaksa untuk membuat pengumuman publik yang jelas tentang melindungi Taiwan secara militer.
Pakistan Diincar Israel?
India melakukan uji coba senjata nuklir keduanya pada Mei 1998 di Lapangan Uji Pokhran Angkatan Darat India. Beberapa minggu kemudian, Pakistan melakukan hal serupa di distrik Chagai di Balochistan.
Meskipun tes-tes senjata berbahaya tersebut berhasil, mereka menjadi penyebab keprihatinan serius bagi AS dan PBB.
Rupanya, Pakistan percaya bahwa Israel mungkin akan melancarkan serangan terhadap situs nuklir mereka dan menyampaikan kekhawatiran mereka kepada PBB dan Washington.
Hal ini membuat Sekretaris Jenderal PBB kala itu; Kofi Annan, turun tangan. Duta Besar Israel untuk PBB, Duta Besar Israel untuk Washington dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu harus meyakinkan Pakistan bahwa tidak ada rencana untuk menyerang situs nuklirnya.
Sementara hubungan pertahanan yang erat antara Israel dan India mungkin telah memicu ketakutan di pihak Pakistan, dan hubungan internasional bisa menjadi lebih kompleks. Israel mungkin punya alasan sendiri untuk menargetkan instalasi nuklir Pakistan.
Laporan yang berasal dari satu dekade sebelumnya menyatakan bahwa Israel prihatin tentang Pakistan yang memperoleh pengetahuan nuklir, karena mereka takut akan transfer pengetahuan ini selanjutnya ke Iran.
Sebelum uji coba nuklir Pakistan, Menteri Luar Negeri Iran saat itu; Kamal Kharrazi, telah mengunjungi Islamabad dan memuji Pakistan karena menjaga keseimbangan di kawasan.
Ada juga laporan yang menunjukkan bahwa pada tahun 1987, Israel mengusulkan serangan udara bersama dengan India pada instalasi nuklir Pakistan.
Kahuta di timur laut Pakistan berulang kali dilihat sebagai target potensial dari serangan udara gabungan semacam itu.
Menurut Jonathan Jay Pollard, seorang analis pertahanan AS yang menjalani hukuman penjara karena memata-matai Israel pada 1980-an, negara itu memiliki foto satelit rinci dari pembangkit nuklir Pakistan.
Namun, pemimpin Partai Buruh Israel dan mantan kepala staf militer, Ehud Barak, telah menepis ketakutan Pakistan akan serangan Israel yang akan datang sebagai "isapan jempol".
Dia, bagaimanapun, secara teknis mengakui bahwa serangan semacam itu mungkin dilakukan.
Ketakutan Pakistan akan serangan semacam itu bukannya tidak berdasar, mengingat pada tahun 1981, Israel menghancurkan program nuklir rezim Saddam Hussein ketika membom reaktor nuklir Irak di Osirak.
Dalam bukunya, "Deception: Pakistan, the United States and the Global Nuclear Conspiracy", jurnalis Adrian Levy dan Catherine Scott-Clark mengeklaim bahwa pejabat tinggi pertahanan India secara diam-diam mengunjungi Israel pada Februari 1983 untuk membeli peralatan perang elektronik guna menetralkan pertahanan udara Kahuta.
Israel dilaporkan juga memberi India rincian teknis dari pesawat F-16 (yang telah digunakan Pakistan) dengan imbalan rincian teknis tentang pesawat MiG-23.
Di suatu tempat pada tahun 1983, menurut analis strategis Bharat Karnad, mantan perdana menteri Indira Gandhi bahkan meminta Angkatan Udara India untuk mempersiapkan penyerangan ke Kahuta.
Misi tersebut dibatalkan setelah ilmuwan nuklir Pakistan Munir Ahmed Khan bertemu dengan ketua Komisi Energi Atom India Raja Ramanna pada pertemuan internasional di Wina dan mengancam akan melakukan serangan balasan terhadap Pusat Penelitian Atom Bhabha di Trombay.
Setelah kehancuran Perang Dunia II, PBB didirikan sebagai organisasi antar-pemerintah untuk menjaga perdamaian dan keamanan, serta menyelaraskan tindakan bangsa-bangsa.
Tetapi bahkan setelah 76 tahun berdirinya, dunia tetap terpecah-pecah seperti sebelumnya. Selama bertahun-tahun, peningkatan teknologi militer dan kemampuan senjata nuklir menyebabkan perlombaan di antara kekuatan dunia.
Ada juga saat-saat di masa lalu ketika beberapa negara bersedia menggunakan kemampuan militer mereka untuk melindungi sekutu dan kepentingan mereka di luar negeri, dan dalam beberapa kasus, berusaha keras untuk menggagalkan musuh dalam memperoleh kemampuan membuat senjata nuklir.
Salah satu insiden yang melibatkan negara adidaya, Amerika Serikat, muncul di domain publik baru-baru ini. Menurut dokumen rahasia yang bocor yang diposting online, AS pada tahun 1958 telah bermain-main dengan gagasan meluncurkan serangan nuklir ke daratan China untuk melindungi Taiwan—wilayah yang diklaim Beijing sebagai miliknya.
Dokumen rahasia di-posting online oleh Dr Daniel Ellsberg, tokoh yang dikenal dengan bocoran dokumen "Pentagon Papers".
Ellsberg, yang merupakan mantan analis militer dan aktivis politik AS, mengatakan kepada The New York Times pada 22 Mei lalu bahwa dia telah menyalin studi sangat rahasia tentang krisis Selat Taiwan hampir 50 tahun yang lalu. Namun, kemudian dia tidak mengungkapkannya.
Dia sekarang menyoroti hal itu di tengah ketegangan baru antara Amerika Serikat dan China terkait Taiwan.
Pada puncak Perang Dingin, karena takut akan invasi pasukan komunis China terhadap Taiwan, AS telah mendorong rencana serangan nuklir terhadap daratan China. Informasi ini adalah bagian dari makalah sangat rahasia—tentang krisis yang terjadi pada tahun 1958—sebagian di antaranya telah dihapuskan pada tahun 1975.
Menurut dokumen yang sekarang dipublikasikan Ellsberg, AS percaya bahwa serangan semacam itu pasti akan melihat pembalasan serupa oleh Uni Soviet, yang akan membantu China dengan serangkaian serangan nuklirnya sendiri.
Pada tahun 1958, China menyerang pulau Kinmen dan Matsu di sepanjang pantai timur daratan China untuk "membebaskan" Taiwan.
Sementara Presiden AS saat itu; D Eisenhower, memutuskan untuk awalnya mengandalkan senjata konvensional. Namun, opsi serangan nuklir yang jauh ke China, sejauh utara Shanghai, juga tidak dikesampingkan.
Krisis 1958 akhirnya berakhir dengan pasukan komunis menghentikan serangan artileri di pulau-pulau tersebut, meninggalkan daerah itu di bawah kendali pasukan nasionalis di bawah Chiang-Kai-Shek. Pada 1979 AS secara resmi mengakui Beijing.
Sekarang, 53 tahun kemudian, ketegangan kembali meningkat antara AS dan China terkait Taiwan.
“Karena kemungkinan krisis nuklir lain atas Taiwan sedang dibicarakan tahun ini, tampaknya sangat tepat bagi saya untuk mendorong publik, Kongres (AS), dan cabang eksekutif untuk memerhatikan apa yang saya sediakan bagi mereka,” kata Ellsberg yang dikutip The New York Times.
Pemerintahan baru AS di bawah Presiden Joe Biden diharapkan segera mengumumkan strategi Amerika terhadap China. Dalam menghadapi China yang selalu berperang, AS mungkin dipaksa untuk membuat pengumuman publik yang jelas tentang melindungi Taiwan secara militer.
Pakistan Diincar Israel?
India melakukan uji coba senjata nuklir keduanya pada Mei 1998 di Lapangan Uji Pokhran Angkatan Darat India. Beberapa minggu kemudian, Pakistan melakukan hal serupa di distrik Chagai di Balochistan.
Meskipun tes-tes senjata berbahaya tersebut berhasil, mereka menjadi penyebab keprihatinan serius bagi AS dan PBB.
Rupanya, Pakistan percaya bahwa Israel mungkin akan melancarkan serangan terhadap situs nuklir mereka dan menyampaikan kekhawatiran mereka kepada PBB dan Washington.
Hal ini membuat Sekretaris Jenderal PBB kala itu; Kofi Annan, turun tangan. Duta Besar Israel untuk PBB, Duta Besar Israel untuk Washington dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu harus meyakinkan Pakistan bahwa tidak ada rencana untuk menyerang situs nuklirnya.
Sementara hubungan pertahanan yang erat antara Israel dan India mungkin telah memicu ketakutan di pihak Pakistan, dan hubungan internasional bisa menjadi lebih kompleks. Israel mungkin punya alasan sendiri untuk menargetkan instalasi nuklir Pakistan.
Laporan yang berasal dari satu dekade sebelumnya menyatakan bahwa Israel prihatin tentang Pakistan yang memperoleh pengetahuan nuklir, karena mereka takut akan transfer pengetahuan ini selanjutnya ke Iran.
Sebelum uji coba nuklir Pakistan, Menteri Luar Negeri Iran saat itu; Kamal Kharrazi, telah mengunjungi Islamabad dan memuji Pakistan karena menjaga keseimbangan di kawasan.
Ada juga laporan yang menunjukkan bahwa pada tahun 1987, Israel mengusulkan serangan udara bersama dengan India pada instalasi nuklir Pakistan.
Kahuta di timur laut Pakistan berulang kali dilihat sebagai target potensial dari serangan udara gabungan semacam itu.
Menurut Jonathan Jay Pollard, seorang analis pertahanan AS yang menjalani hukuman penjara karena memata-matai Israel pada 1980-an, negara itu memiliki foto satelit rinci dari pembangkit nuklir Pakistan.
Namun, pemimpin Partai Buruh Israel dan mantan kepala staf militer, Ehud Barak, telah menepis ketakutan Pakistan akan serangan Israel yang akan datang sebagai "isapan jempol".
Dia, bagaimanapun, secara teknis mengakui bahwa serangan semacam itu mungkin dilakukan.
Ketakutan Pakistan akan serangan semacam itu bukannya tidak berdasar, mengingat pada tahun 1981, Israel menghancurkan program nuklir rezim Saddam Hussein ketika membom reaktor nuklir Irak di Osirak.
Dalam bukunya, "Deception: Pakistan, the United States and the Global Nuclear Conspiracy", jurnalis Adrian Levy dan Catherine Scott-Clark mengeklaim bahwa pejabat tinggi pertahanan India secara diam-diam mengunjungi Israel pada Februari 1983 untuk membeli peralatan perang elektronik guna menetralkan pertahanan udara Kahuta.
Israel dilaporkan juga memberi India rincian teknis dari pesawat F-16 (yang telah digunakan Pakistan) dengan imbalan rincian teknis tentang pesawat MiG-23.
Di suatu tempat pada tahun 1983, menurut analis strategis Bharat Karnad, mantan perdana menteri Indira Gandhi bahkan meminta Angkatan Udara India untuk mempersiapkan penyerangan ke Kahuta.
Misi tersebut dibatalkan setelah ilmuwan nuklir Pakistan Munir Ahmed Khan bertemu dengan ketua Komisi Energi Atom India Raja Ramanna pada pertemuan internasional di Wina dan mengancam akan melakukan serangan balasan terhadap Pusat Penelitian Atom Bhabha di Trombay.
(min)