Bahrain Bongkar Jaringan Pencucian Uang Iran Senilai Rp19 Triliun
loading...
A
A
A
MANAMA - Kejaksaan Agung Bahrain menyatakan jaksa penuntut umum telah membongkar jaringan pencucian uang senilai USD1,3 miliar (Rp19 triliun) yang terkait pejabat di Future Bank dan lembaga Iran lainnya, termasuk bank sentralnya.
Jaksa Agung Bahrain Ali bin Fadl Al-Buainain mengatakan dugaan pelanggaran terjadi antara 2008 dan 2012.
“Al-Buainain mengatakan pejabat Bank Masa Depan, bersama pejabat bank Iran lainnya dan Bank Sentral Iran, terlibat dalam transfer uang melalui sistem pengiriman uang yang tidak sah,” ungkap laporan Al Arabiya.
Para pejabat itu menyembunyikan sumber dana untuk memungkinkan bank-bank termasuk Bank Melli Iran dan Bank Saderat Iran, menyelesaikan transfer yang seharusnya diblokir.
Al-Buainain menuduh Future Bank dan pemegang saham pengendali terlibat dalam pelanggaran sistematis dan meluas terhadap hukum perbankan di Bahrain.
Saat ini Iran menghadapi sanksi Amerika Serikat (AS) yang melumpuhkan sistem keuangannya sehingga menyulitkan Teheran melakukan transaksi internasional.
Sektor minyak Iran juga lumpuh akibat sanksi AS yang diterapkan kembali di era pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump.
Jaksa Agung Bahrain Ali bin Fadl Al-Buainain mengatakan dugaan pelanggaran terjadi antara 2008 dan 2012.
“Al-Buainain mengatakan pejabat Bank Masa Depan, bersama pejabat bank Iran lainnya dan Bank Sentral Iran, terlibat dalam transfer uang melalui sistem pengiriman uang yang tidak sah,” ungkap laporan Al Arabiya.
Para pejabat itu menyembunyikan sumber dana untuk memungkinkan bank-bank termasuk Bank Melli Iran dan Bank Saderat Iran, menyelesaikan transfer yang seharusnya diblokir.
Al-Buainain menuduh Future Bank dan pemegang saham pengendali terlibat dalam pelanggaran sistematis dan meluas terhadap hukum perbankan di Bahrain.
Saat ini Iran menghadapi sanksi Amerika Serikat (AS) yang melumpuhkan sistem keuangannya sehingga menyulitkan Teheran melakukan transaksi internasional.
Sektor minyak Iran juga lumpuh akibat sanksi AS yang diterapkan kembali di era pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump.
(sya)