Jadi Musuh Bebuyutan Israel, Inilah Hamas dan Para Bosnya

Rabu, 12 Mei 2021 - 12:50 WIB
loading...
Jadi Musuh Bebuyutan...
Pejuang Hamas mengikuti parade di Jalur Gaza. Foto/REUTERS
A A A
GAZA - Hamas, yang berkuasa di Jalur Gaza, Palestina , sedang terlibat konflik besar-besaran dengan Israel saat ini. Kelompok ini telah menjadi musuh bebuyutan rezim Zionis selama bertahun-tahun dan pernah perang hebat tahun 2014 silam.

Nama Hamas sejatinya adalah akronim dari Ḥarakat al-Muqawamah al-Islamiyyah yang artinya Gerakan Perlawanan Islam. Hamas dikenal sebagai kelompok fundamentalis Sunni-Islam Palestina, tetapi pragmatis, militan, dan tergolong sebagai organisasi nasionalis.



Sebagai penguasa Jalur Gaza, kelompok ini memiliki sayap layanan sosial bernama Dawah dan sayap militer bernama Brigade Izzuddin Al-Qassam.

Kelompok tersebut memenangkan pemilu legislatif Palestina tahun 2006 dan menjadi penguasa de facto yang mengatur pemerintahan otoritas Jalur Gaza setelah Pertempuran Gaza tahun 2007.

Israel dan Hamas sejak itu terlibat dalam beberapa perang dengan intensitas yang berbeda-beda.

Kanada, Uni Eropa, Israel, Jepang, dan Amerika Serikat menggolongkan Hamas sebagai organisasi teroris.

Australia, Selandia Baru, Paraguay dan Inggris hanya mengklasifikasikan sayap militernya sebagai organisasi teroris.

Sedangkan Brazil, China, Mesir, Iran, Norwegia, Qatar, Rusia, Suriah, dan Turki tidak menganggapnya sebagai organisasi teroris.

Pada bulan Desember 2018, Majelis Umum PBB menolak resolusi Amerika Serikat yang mengutuk Hamas sebagai organisasi teroris.

Awal Berdiri

Hamas didirikan pada tahun 1987 atau setelah Intifada Pertama pecah. Awalnya, kelompok tersebut berdiri sebagai cabang Gaza dari Ikhwanul Muslimin Mesir.



Pada awal berdirinya, Hamas tidak bersifat konfrontatif terhadap Israel dan justru memusuhi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

Salah satu pendiri Hamas adalah Sheikh Ahmed Yassin. Piagam Hamas menegaskan pada tahun 1988, bahwa kelompo tersebut didirikan untuk membebaskan Palestina dari pendudukan Israel dan untuk mendirikan sebuah negara Islam di wilayah yang sekarang menjadi Israel, Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Sejak tahun 1994, kelompok tersebut telah sering menyatakan bahwa mereka akan menerima gencatan senjata jika Israel menarik diri dari wilayah dengan perbatasan sesuai peta tahun 1967 dengan membayar ganti rugi, mengizinkan pemilihan umum yang bebas di wilayah tersebut. Kelompok itu juga menuntut hak untuk mengembalikan para pengungsi Palestina.

Taktik Militer

Sayap militer Hamas telah melancarkan serangan terhadap warga sipil dan tentara Israel, yang sering kali menggambarkannya sebagai pembalasan, khususnya atas pembunuhan eselon atas kepemimpinan mereka.

Taktik mereka termasuk bom bunuh diri, penyusupan melalui terowongan dan, sejak 2001 beralih dengan taktik serangan roket.

Sebagian besar roket yang dimiliki Brigade Izzuddin Al-Qassam adalah roket jarak dekat dengan jangkauan 16 km. Namun, sejak 2009, sayap militer Hamas ini memiliki tipe roket Grad dengan jangkauan 21 km hingga 40 km yang telah menghujani kota-kota besar Israel seperti Beer Sheva, Ashdod, Tel Aviv dan Haifa.

Dalam pemilu Parlemen Palestina bulan Januari 2006, Hamas memenangkan mayoritas kursi, mengalahkan Partai Fatah yang berafiliasi dengan PLO.

Setelah pemilu, Kuartet (Uni Eropa, Rusia, PBB, dan Amerika Serikat) memberikan bantuan luar negeri di masa depan kepada Otoritas Nasional Palestina (PNA) dengan syarat komitmen PNA terhadap non-kekerasan, pengakuan negara Israel, dan penerimaan dari perjanjian sebelumnya. Hamas menolak persyaratan tersebut, yang menyebabkan Kuartet menghentikan program bantuan luar negerinya dan Israel menjatuhkan sanksi ekonomi pada pemerintahan yang dipimpin Hamas.



Pada bulan Maret 2007, pemerintah persatuan nasional yang dipimpin oleh Perdana Menteri Ismail Haniyeh dari Hamas secara singkat dibentuk, tetapi gagal menarik kembali bantuan keuangan internasional.

Ketegangan atas kendali pasukan keamanan Palestina segera meletus dalam Pertempuran Gaza tahun 2007, setelah itu Hamas menguasai Gaza, sementara para pejabatnya digulingkan dari posisi pemerintah di Tepi Barat.

Israel dan Mesir kemudian memberlakukan blokade ekonomi di Jalur Gaza dengan alasan pasukan Fatah tidak lagi memberikan keamanan di sana.

Tahun 2014, Hamas perang hebat dengan Israel. Ribuan warga Palestina di Jalur Gaza meninggal. Sedangkan di pihak Israel 67 tentara dan lima warga sipil tewas. Tahun 2019, kedua pihak kembali terlibat pertempuran dan berakhir dengan gencatan senjata yang ditengahi Mesir.

Saat ini, Hamas dan Israel lagi-lagi terlibat pertempuran. Hingga kini, 32 warga Palestina di Gaza tewas termasuk belasan milisi. Sedangkan di pihak Israel tiga warga sipil tewas. Korban luka dari kedua pihak mencapai ratusan orang.

Pemimpin dan Komandan Militer

Pemimpin Biro Politik Hamas saat ini adalah Ismail Haniyeh dan memimpin kelompok itu dari Qatar. Wakil Biro Politik Hamas adalah Khaled Mashal.

Pendiri Hamas antara lain; Sheikh Ahmed Yassin, Abdel Aziz al-Rantissi, Mahmoud Zahar, Mohammad Taha, Abdel Fattah Dukhan, Ibrahim Fares Al-Yazouri, Isa al-Nashshar, Ibrahim Quqa, Muhammad Hassan Shama'a, dan Hassan Yousef.

Para komandan militer Hamas jarang diungkap karena akan memudahkan Israel untuk membunuh mereka.

Namun, komandan militernya yang paling terkenal adalah Mohammed Deif. Dia menjadi orang "paling dicari" Israel selama 24 tahun terakhir sejak 1995. Upaya Israel terakhir untuk membunuh Deif adalah dalam serangan udara pada 19 Agustus 2014. Tak jelas nasibnya saat ini, dan Hamas membantah bahwa Deif tewas.
(mas)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1083 seconds (0.1#10.140)