PM Israel: JCPOA 2015 Membuka Jalan Iran Membuat Bom Nuklir!
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan masyarakat internasional bahwa kesepakatan nuklir Iran 2015 atau JCPOA membuka jalan bagi Teheran untuk memperoleh bom nuklir .
Dia membuat komentarnya selama upacara peringatan bagi para korban Holocaust. "Itu adalah senjata yang mengancam kami dengan kehancuran," kata PM Netanyahu.
"[Kesepakatan nuklir] memungkinkan pengembangan gudang senjata bom nuklir. Sejarah telah mengajarkan bahwa perjanjian dengan rezim seperti Iran tidak sebanding dengan kulit bawang putih," paparnya.
"Hari ini kami, Israel, memiliki negara, pasukan pertahanan, serta hak alami dan lengkap sebagai bangsa Yahudi untuk mempertahankan diri dari musuh kami," tegas Netanyahu.
"Tidak ada pihak di dunia ini yang akan mencegah kami memiliki hak dan kekuatan untuk mempertahankan diri dari ancaman eksistensial apa pun," ujarnya, seperti dikutip Middle East Monitor, Jumat (9/4/2021).
Israel sendiri mengadopsi kebijakan ambigu tentang kepemilikan senjata nukir, di mana negara Yahudi itu tidak pernah membenarkan atau pun menyangkal bahwa pihaknya memiliki senjata nuklir.
Laporan berbagai dokumen yang tak diakui atau pun dibantah menyebutkan Israel memiliki sekitar 400 hulu ledak nuklir yang dapat dikirim ke pihak musuh dengan berbagai cara.
Rezim Zionis hingga saat ini tidak menandatangani perjanjian non-proliferasi nuklir dan fasilitas nuklirnya tidak pernah diinspeksi oleh komunitas internasional. Juga oleh Amerika Serikat (AS).
Pada 2015, Iran dan enam negara kekuatan dunia [AS, Rusia, Inggris, Prancis, Jerman dan China] meneken kesepakatan nuklir yang bernama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Dalam perjanjian JCPOA itu, Iran bersedia mengekang program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional.
Pada 2018, AS di bawah Presiden Donald Trump keluar dari JCPOA dan memberlakukan kembali sanksi-sanksi terhadap Iran yang telah dicabut di era Presiden Barack Obama. Iran pun merespons dengan melanggar kewajibannya dalam JCPOA.
AS, yang saat ini dipimpin Presiden Joe Biden, ingin bergabung kembali dengan JCPOA dan meminta Iran mematuhi kembali perjanjian itu. Namun, Teheran meminta pencabutan sanksi direalisasikan dulu.
Lihat Juga: Hasil Drawing Piala Asia U-20 2025: Timnas Indonesia di Grup Neraka Bersama Uzbekistan dan Iran
Dia membuat komentarnya selama upacara peringatan bagi para korban Holocaust. "Itu adalah senjata yang mengancam kami dengan kehancuran," kata PM Netanyahu.
"[Kesepakatan nuklir] memungkinkan pengembangan gudang senjata bom nuklir. Sejarah telah mengajarkan bahwa perjanjian dengan rezim seperti Iran tidak sebanding dengan kulit bawang putih," paparnya.
"Hari ini kami, Israel, memiliki negara, pasukan pertahanan, serta hak alami dan lengkap sebagai bangsa Yahudi untuk mempertahankan diri dari musuh kami," tegas Netanyahu.
"Tidak ada pihak di dunia ini yang akan mencegah kami memiliki hak dan kekuatan untuk mempertahankan diri dari ancaman eksistensial apa pun," ujarnya, seperti dikutip Middle East Monitor, Jumat (9/4/2021).
Israel sendiri mengadopsi kebijakan ambigu tentang kepemilikan senjata nukir, di mana negara Yahudi itu tidak pernah membenarkan atau pun menyangkal bahwa pihaknya memiliki senjata nuklir.
Laporan berbagai dokumen yang tak diakui atau pun dibantah menyebutkan Israel memiliki sekitar 400 hulu ledak nuklir yang dapat dikirim ke pihak musuh dengan berbagai cara.
Rezim Zionis hingga saat ini tidak menandatangani perjanjian non-proliferasi nuklir dan fasilitas nuklirnya tidak pernah diinspeksi oleh komunitas internasional. Juga oleh Amerika Serikat (AS).
Pada 2015, Iran dan enam negara kekuatan dunia [AS, Rusia, Inggris, Prancis, Jerman dan China] meneken kesepakatan nuklir yang bernama resmi Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Dalam perjanjian JCPOA itu, Iran bersedia mengekang program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sanksi internasional.
Pada 2018, AS di bawah Presiden Donald Trump keluar dari JCPOA dan memberlakukan kembali sanksi-sanksi terhadap Iran yang telah dicabut di era Presiden Barack Obama. Iran pun merespons dengan melanggar kewajibannya dalam JCPOA.
AS, yang saat ini dipimpin Presiden Joe Biden, ingin bergabung kembali dengan JCPOA dan meminta Iran mematuhi kembali perjanjian itu. Namun, Teheran meminta pencabutan sanksi direalisasikan dulu.
Lihat Juga: Hasil Drawing Piala Asia U-20 2025: Timnas Indonesia di Grup Neraka Bersama Uzbekistan dan Iran
(min)