Iran Sebut PM Inggris Munafik karena Menambah Bom Nuklirnya Sendiri
loading...
A
A
A
TEHERAN - Pemerintah Iran mencap Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson "munafik total" karena mengumumkan akan menambah jumlah hulu ledak nuklir dari 180 menjadi 260. Tudingan munafik disampaikan karena Johnson selama ini menyuarakan kekhawatiran bahwa Teheran akan mengembangkan senjata nuklir.
Pernyataan dari Iran itu disampaikan Menteri Luar Javad Zarif di Twitter pada hari Selasa, tak lama setelah pengumuman dari Johnson keluar.
"Kemunafikan total," tulis Zarif. "Tidak seperti Inggris dan sekutunya, Iran percaya nuklir dan semua WMD [senjata pemusnah massal] adalah biadab dan harus diberantas," lanjut dia, yang dilansir Russia Today, Rabu (17/3/2021).
Seperti diberitakan sebelumnya, Johnson mengungkapkan bahwa Inggris akan mencabut pembatasan senjata nuklirnya sendiri, yang memungkinkannya untuk menyimpan total 260 hulu ledak, daripada yang dibatasi selama ini yakni 180. Batasan itu ditetapkan oleh pemerintah Inggris sebelumnya.
PM Johnson ditanyai tentang peran Iran di Timur Tengah oleh anggota parlemen dari kubu Tory setelah mengungkap kebijakannya yang menjadi bagian dari Tinjauan Terpadu Keamanan, Pertahanan, Pembangunan, dan Kebijakan Luar Negeri.
"Kami tetap sangat prihatin dengan pengaruh Iran di kawasan itu, perilaku mengganggu Iran dan khususnya, tentu saja, kami prihatin dengan risiko Iran mengembangkan senjata nuklir yang layak," kata Johnson kepada anggota parlemen di House of Commons.
Dia menambahkan bahwa akan bermanfaat bagi keamanan rakyat Iran dan Timur Tengah yang lebih luas jika negara tersebut kembali ke kesepakatan nuklir 2015, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).
Dalam beberapa bulan terakhir, kesepakatan itu telah menjadi titik api utama antara Iran dan penandatangan Barat untuk JCPOA, termasuk Jerman, Prancis, dan Inggris, yang semuanya menyerukan Iran untuk berhenti melanggar komitmennya.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan Washington akan kembali ke JCPOA, yang memberikan keringanan sanksi bagi Iran, jika Teheran berhenti merusak perjanjian dengan meningkatkan pengayaan uraniumnya—sebuah langkah penting dalam pengembangan senjata nuklir.
Sementara itu, Teheran telah berulang kali mengatakan akan siap untuk kembali ke kepatuhan penuh berdasarkan kesepakatan JCPOA jika AS mencabut sanksi terhadap Iran.
Tinjauan keamanan Inggris menuduh Iran, Rusia dan Korea Utara mengacaukan kawasan mereka masing-masing dan "melemahnya tatanan internasional."
Dokumen tinjauan setebal 100 halaman itu mengatakan kebijakan tersebut adalah prioritas Inggris untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir dan tetap terbuka tentang pembicaraan JCPOA lebih lanjut.
Pernyataan dari Iran itu disampaikan Menteri Luar Javad Zarif di Twitter pada hari Selasa, tak lama setelah pengumuman dari Johnson keluar.
"Kemunafikan total," tulis Zarif. "Tidak seperti Inggris dan sekutunya, Iran percaya nuklir dan semua WMD [senjata pemusnah massal] adalah biadab dan harus diberantas," lanjut dia, yang dilansir Russia Today, Rabu (17/3/2021).
Seperti diberitakan sebelumnya, Johnson mengungkapkan bahwa Inggris akan mencabut pembatasan senjata nuklirnya sendiri, yang memungkinkannya untuk menyimpan total 260 hulu ledak, daripada yang dibatasi selama ini yakni 180. Batasan itu ditetapkan oleh pemerintah Inggris sebelumnya.
PM Johnson ditanyai tentang peran Iran di Timur Tengah oleh anggota parlemen dari kubu Tory setelah mengungkap kebijakannya yang menjadi bagian dari Tinjauan Terpadu Keamanan, Pertahanan, Pembangunan, dan Kebijakan Luar Negeri.
"Kami tetap sangat prihatin dengan pengaruh Iran di kawasan itu, perilaku mengganggu Iran dan khususnya, tentu saja, kami prihatin dengan risiko Iran mengembangkan senjata nuklir yang layak," kata Johnson kepada anggota parlemen di House of Commons.
Dia menambahkan bahwa akan bermanfaat bagi keamanan rakyat Iran dan Timur Tengah yang lebih luas jika negara tersebut kembali ke kesepakatan nuklir 2015, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).
Dalam beberapa bulan terakhir, kesepakatan itu telah menjadi titik api utama antara Iran dan penandatangan Barat untuk JCPOA, termasuk Jerman, Prancis, dan Inggris, yang semuanya menyerukan Iran untuk berhenti melanggar komitmennya.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan Washington akan kembali ke JCPOA, yang memberikan keringanan sanksi bagi Iran, jika Teheran berhenti merusak perjanjian dengan meningkatkan pengayaan uraniumnya—sebuah langkah penting dalam pengembangan senjata nuklir.
Sementara itu, Teheran telah berulang kali mengatakan akan siap untuk kembali ke kepatuhan penuh berdasarkan kesepakatan JCPOA jika AS mencabut sanksi terhadap Iran.
Tinjauan keamanan Inggris menuduh Iran, Rusia dan Korea Utara mengacaukan kawasan mereka masing-masing dan "melemahnya tatanan internasional."
Dokumen tinjauan setebal 100 halaman itu mengatakan kebijakan tersebut adalah prioritas Inggris untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir dan tetap terbuka tentang pembicaraan JCPOA lebih lanjut.
(min)