Houthi Picu Kebakaran di Pusat Migran, Sejumlah Orang Tewas Terpanggang
loading...
A
A
A
SANAA - Hasil investigasi Human Rights Watch (HRW) terbaru mengonfirmasi bahwa kelompok pemberontak Yaman , Houthi , memicu kebakaran di pusat migran Sanaa. Peristiwa itu menewaskan banyak orang.
Para migran yang berbicara dengan HRW mengatakan sesama mereka "dibakar hidup-hidup" setelah Houthi menembakkan dua proyektil ke fasilitas migran yang penuh sesak di Sanaa.
Video yang dianalisis oleh HRW juga mengkonfirmasi bahwa beberapa migran tidak dapat melarikan diri setelah terjebak oleh asap dari api dan tembok harus dirobohkan agar migran lolos dari kobaran api.
"Ada banyak asap dan banyak api," kata seorang migran berusia 20 tahun kepada HRW.
"Saya tidak memiliki kata-kata untuk mengungkapkan seperti apa - (proyektil) meledak, dan ada begitu banyak asap, dan kemudian ada api yang menyebar," ungkapnya.
"Saya ketakutan, saya merasa pikiran saya terhalang asap. Orang-orang batuk, kasur dan selimut terbakar...orang-orang terpanggang hidup-hidup. Saya harus menginjak tubuh mereka untuk melarikan diri," ujarnya seperti dinukil dari Middle East Eye (MEE), Selasa (16/3/2021).
Bukti yang berkembang membantah klaim awal yang dibuat oleh Houthi dan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa kebakaran hanya menewaskan delapan orang.
Pekan lalu, korban kebakaran mengatakan kepada MEE bahwa Houthi menembakkan proyektil tak diketahui ke fasilitas penahanan yang penuh sesak, yang memicu kebakaran.
Potongan video selama dua menit yang diberikan kepada MEE menunjukkan sisa-sisa lusinan korban yang hangus, kebanyakan dari mereka dilaporkan adalah warga Ethiopia.
HRW juga mengkonfirmasi kesaksian yang diberikan kepada MEE bahwa fasilitas penahanan itu sangat penuh sesak dan menampung ratusan migran, terutama orang Etiopia, di dalam pusat penahanan.
Para tahanan mengatakan kepada HRW bahwa Houthi menembakkan dua proyektil setelah beberapa tahanan melakukan mogok makan untuk memprotes kondisi fasilitas dan melanjutkan penahanan.
Mereka mengeluh bahwa penjaga akan melecehkan mereka secara verbal dan menuntut pembayaran sebesar USD280 untuk melepaskan mereka dari penahanan yang tidak terbatas.
Pada hari kebakaran, para tahanan menolak untuk sarapan, yang menyebabkan bentrokan, dan sekitar pukul 1 siang waktu setempat, mereka menolak untuk makan siang.
Penjaga keamanan kemudian mengidentifikasi para pemimpin yang mengorganisir aksi mogok makan, membawa mereka keluar, dan kemudian memukuli mereka dengan tongkat kayu dan senjata api - yang menyebabkan tahanan migran lainnya melemparkan piring ke arah penjaga, melukai satu orang.
Pejabat Houthi kemudian membawa para migran ke hanggar terdekat. Beberapa menit kemudian, petugas keamanan yang mengenakan seragam Houthi kembali dan mengatakan kepada para tahanan untuk mengucapkan "doa terakhir" mereka sebelum meluncurkan proyektil.
Lima belas menit setelah kebakaran terjadi, orang-orang di luar hanggar membantu mendobrak pintu dan dinding agar orang-orang selamat dan lolos dari kebakaran, yang telah merenggut banyak nyawa migran.
Orang-orang yang selamat dari kebakaran tersebut dibawa ke fasilitas medis yang dikelola pemerintah, yang mencegah orang luar masuk.
Kelompok hak asasi manusia telah mendesak Houthi untuk memberikan badan-badan PBB akses ke fasilitas medis yang menahan migran yang terluka karena kerabat mengkhawatirkan yang terburuk untuk orang yang mereka cintai terjebak di Yaman.
Nasib para migran yang ditahan di Rutan Sanaa adalah pengingat tragis dari kondisi sulit yang membawa mereka ke wilayah itu.
Pejabat Houthi membantah telah memicu kebakaran dan meminta PBB untuk membantu memulangkan para migran yang ditahan.
Ribuan orang telah menggunakan penyelundup untuk menyeberangi Laut Merah dari Afrika Timur untuk mencari pekerjaan di Arab Saudi. Yaman adalah satu-satunya cara bagi mereka untuk sampai ke Arab Saudi, dengan banyak juga yang menggunakan negara yang dilanda perang itu sebagai titik transit untuk menghemat uang sebelum pergi ke kerajaan kaya minyak itu.
Tetapi ketika COVID-19 melanda, Arab Saudi menutup perbatasannya, menyebabkan ratusan orang terdampar di Yaman. Beberapa melakukan perjalanan berbahaya kembali ke Afrika Timur. Yang lain tidak punya pilihan selain tinggal di Sanaa, berharap perbatasan Saudi dibuka atau dipulangkan.
Para migran yang berbicara dengan HRW mengatakan sesama mereka "dibakar hidup-hidup" setelah Houthi menembakkan dua proyektil ke fasilitas migran yang penuh sesak di Sanaa.
Video yang dianalisis oleh HRW juga mengkonfirmasi bahwa beberapa migran tidak dapat melarikan diri setelah terjebak oleh asap dari api dan tembok harus dirobohkan agar migran lolos dari kobaran api.
"Ada banyak asap dan banyak api," kata seorang migran berusia 20 tahun kepada HRW.
"Saya tidak memiliki kata-kata untuk mengungkapkan seperti apa - (proyektil) meledak, dan ada begitu banyak asap, dan kemudian ada api yang menyebar," ungkapnya.
Baca Juga
"Saya ketakutan, saya merasa pikiran saya terhalang asap. Orang-orang batuk, kasur dan selimut terbakar...orang-orang terpanggang hidup-hidup. Saya harus menginjak tubuh mereka untuk melarikan diri," ujarnya seperti dinukil dari Middle East Eye (MEE), Selasa (16/3/2021).
Bukti yang berkembang membantah klaim awal yang dibuat oleh Houthi dan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa kebakaran hanya menewaskan delapan orang.
Pekan lalu, korban kebakaran mengatakan kepada MEE bahwa Houthi menembakkan proyektil tak diketahui ke fasilitas penahanan yang penuh sesak, yang memicu kebakaran.
Potongan video selama dua menit yang diberikan kepada MEE menunjukkan sisa-sisa lusinan korban yang hangus, kebanyakan dari mereka dilaporkan adalah warga Ethiopia.
HRW juga mengkonfirmasi kesaksian yang diberikan kepada MEE bahwa fasilitas penahanan itu sangat penuh sesak dan menampung ratusan migran, terutama orang Etiopia, di dalam pusat penahanan.
Para tahanan mengatakan kepada HRW bahwa Houthi menembakkan dua proyektil setelah beberapa tahanan melakukan mogok makan untuk memprotes kondisi fasilitas dan melanjutkan penahanan.
Mereka mengeluh bahwa penjaga akan melecehkan mereka secara verbal dan menuntut pembayaran sebesar USD280 untuk melepaskan mereka dari penahanan yang tidak terbatas.
Pada hari kebakaran, para tahanan menolak untuk sarapan, yang menyebabkan bentrokan, dan sekitar pukul 1 siang waktu setempat, mereka menolak untuk makan siang.
Penjaga keamanan kemudian mengidentifikasi para pemimpin yang mengorganisir aksi mogok makan, membawa mereka keluar, dan kemudian memukuli mereka dengan tongkat kayu dan senjata api - yang menyebabkan tahanan migran lainnya melemparkan piring ke arah penjaga, melukai satu orang.
Pejabat Houthi kemudian membawa para migran ke hanggar terdekat. Beberapa menit kemudian, petugas keamanan yang mengenakan seragam Houthi kembali dan mengatakan kepada para tahanan untuk mengucapkan "doa terakhir" mereka sebelum meluncurkan proyektil.
Lima belas menit setelah kebakaran terjadi, orang-orang di luar hanggar membantu mendobrak pintu dan dinding agar orang-orang selamat dan lolos dari kebakaran, yang telah merenggut banyak nyawa migran.
Orang-orang yang selamat dari kebakaran tersebut dibawa ke fasilitas medis yang dikelola pemerintah, yang mencegah orang luar masuk.
Kelompok hak asasi manusia telah mendesak Houthi untuk memberikan badan-badan PBB akses ke fasilitas medis yang menahan migran yang terluka karena kerabat mengkhawatirkan yang terburuk untuk orang yang mereka cintai terjebak di Yaman.
Nasib para migran yang ditahan di Rutan Sanaa adalah pengingat tragis dari kondisi sulit yang membawa mereka ke wilayah itu.
Pejabat Houthi membantah telah memicu kebakaran dan meminta PBB untuk membantu memulangkan para migran yang ditahan.
Ribuan orang telah menggunakan penyelundup untuk menyeberangi Laut Merah dari Afrika Timur untuk mencari pekerjaan di Arab Saudi. Yaman adalah satu-satunya cara bagi mereka untuk sampai ke Arab Saudi, dengan banyak juga yang menggunakan negara yang dilanda perang itu sebagai titik transit untuk menghemat uang sebelum pergi ke kerajaan kaya minyak itu.
Tetapi ketika COVID-19 melanda, Arab Saudi menutup perbatasannya, menyebabkan ratusan orang terdampar di Yaman. Beberapa melakukan perjalanan berbahaya kembali ke Afrika Timur. Yang lain tidak punya pilihan selain tinggal di Sanaa, berharap perbatasan Saudi dibuka atau dipulangkan.
(ian)