Paus Fransiskus Bertemu Ayatollah Ali Sistani dalam Tonggak Sejarah Lintas Agama

Sabtu, 06 Maret 2021 - 15:59 WIB
loading...
Paus Fransiskus Bertemu Ayatollah Ali Sistani dalam Tonggak Sejarah Lintas Agama
Paus Fransiskus dalam perjalanan untuk menemui Ayatollah Ali Sistani, ulama top Syiah Irak, di Najaf, Irak, Sabtu (6/3/2021). Foto/REUTERS
A A A
NAJAF - Paus Fransiskus , pemimpin Vatikan, mengulurkan tangannya kepada komunitas Muslim Syiah dunia pada hari Sabtu (6/3/2021) dengan bertemu ulama top Irak , Ayatollah Ali Sistani. Pertemuan ini menjadi momen penting dalam sejarah agama modern.

Kedua tokoh yang dihormati umat beragama itu bertemu di rumah sederhana Sistani di kota Najaf pada Sabtu pagi, hari kedua kunjungan pertama kali Paus ke Irak.



Pertemuan Paus Fransiskus di kota suci Najaf, selama tur Irak yang penuh risiko, menandai pertama kalinya seorang Paus bertemu dengan ulama senior Syiah.

Paus berusia 84 tahun itu menentang gelombang kedua kasus virus corona dan memperbarui kekhawatiran keamanan untuk melakukan perjalanan "yang telah lama ditunggu" ke Irak, yang bertujuan untuk menghibur komunitas Kristen kuno di negara itu, sambil juga memperdalam dialognya dengan umat agama-agama lain.

Dia mendarat di bandara Najaf, di mana poster telah dipasang yang menampilkan pepatah terkenal dari Imam Ali bin Abu Thalib, khalifah keempat Islam yang juga sepupu Nabi Muhammad SAW. Imam Ali juga dimakamkan di kota suci tersebut.

"Orang-orang terdiri dari dua jenis, baik saudara seiman atau sederajat dalam kemanusiaan,” bunyi spanduk tersebut merujuk pada kalimat terkenal dari Imam Ali yang berbunyi: "Mereka yang bukan saudaramu dalam satu iman adalah saudaramu dalam kemanusiaan.”

Stasiun televisi Ekhbariya milik negara Irak menunjukkan konvoi besar Paus bergerak melalui Najaf, di mana anak-anak berbaris di jalan dan mengibarkan bendera Irak dan Vatikan kepada pemimpin umat Katolik dunia tersebut.

Dia melangkah keluar di salah satu gang kecil Najaf dan seorang koresponden AFP melihatnya melewati ambang pintu ke kantor Sistani.



Tidak ada pers yang diizinkan di dalam pertemuan tersebut karena Ayatollah Agung yang berusia 90 tahun itu sangat tertutup dan hampir tidak pernah terlihat di depan umum.

Setelah pertemuan 55 menit dengan Sistani, Paus menuju ke reruntuhan Ur kuno di Irak selatan, sebuah situs yang dihormati sebagai tempat kelahiran Abraham atau Nabi Ibrahim—Bapak dari umat Yahudi, Kristen dan Islam. Dia dijadwalkan memberikan pidato pada pertemuan antaragama.

Setelah terbang kembali ke Baghdad, dia diharapkan untuk menyampaikan misa di Katedral Kaldea Saint Joseph.

Kunjungan ini adalah salah satu hal menarik dari perjalanan empat hari Paus Fransiskus ke Irak yang dilanda perang, di mana Sistani telah memainkan peran kunci dalam meredakan ketegangan dalam beberapa dekade terakhir.

Butuh berbulan-bulan negosiasi yang cermat antara Najaf dan Vatikan untuk mengamankan pertemuan satu lawan satu ini.

"Kami merasa bangga atas apa yang diwakili oleh kunjungan ini dan kami berterima kasih kepada mereka yang memungkinkan," kata Mohamed Ali Bahr al-Ulum, seorang ulama senior di Najaf.

Paus Fransiskus, pendukung kuat upaya antaragama, telah bertemu dengan ulama Sunni di beberapa negara mayoritas Muslim, termasuk Bangladesh, Turki, Maroko, dan Uni Emirat Arab.

Sementara itu, Sistani diikuti oleh sebagian besar dari 200 juta warga Syiah di dunia—minoritas di antara Muslim tetapi mayoritas di Irak—dan merupakan tokoh nasional bagi warga Irak.

"Ali Sistani adalah pemimpin agama dengan otoritas moral yang tinggi," kata Kardinal Miguel Angel Ayuso Guixot, kepala Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama dan spesialis studi Islam.

Sistani jarang menghadiri pertemuan, dan telah menolak pembicaraan dengan mantan perdana menteri dan perdana menteri Irak saat ini. Dia setuju untuk bertemu Paus dengan syarat tidak ada pejabat Irak yang akan hadir.

Paus Fransiskus mengatakan dia melakukan perjalanan untuk menunjukkan solidaritas dengan komunitas Kristen Irak yang hancur yang berjumlah sekitar 300.000 orang, hanya seperlima dari jumlah sebelum invasi AS pada tahun 2003 dan kekerasan kelompok militan yang brutal.

Paus Yohanes Paulus II hampir berkunjung ke Irak, tetapi harus membatalkan perjalanan yang direncanakan pada tahun 2000 setelah pembicaraan dengan pemerintah pemimpin Saddam Hussein gagal.

Sistani memulai studi agamanya pada usia lima tahun, naik dari jajaran ulama Syiah ke Ayatollah Agung pada tahun 1990-an.

Ketika Saddam Hussein berkuasa, dia mendekam dalam tahanan rumah selama bertahun-tahun, tetapi muncul setelah invasi pimpinan AS yang menggulingkan rezim represif untuk memainkan peran publik yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Pada 2019, dia berdiri bersama pengunjuk rasa Irak yang menuntut layanan publik yang lebih baik dan menghindari campur tangan eksternal dalam urusan dalam negeri Irak.

Pada hari Jumat di Baghdad, Paus Francis membuat permohonan serupa.

"Semoga kepentingan partisan berhenti, kepentingan di luar yang tidak memperhitungkan populasi lokal," kata Paus.

Sistani memiliki hubungan yang rumit dengan tempat kelahirannya di Iran, di mana kursi utama otoritas keagamaan Syiah terletak; Qom.

Sementara Najaf menegaskan pemisahan agama dan politik, Qom percaya ulama tertinggi—Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei—juga harus memerintah.

Ulama Irak dan pemimpin Kristen mengatakan kunjungan itu dapat memperkuat posisi Najaf dibandingkan dengan Qom.

"Sekolah Najaf memiliki prestise yang tinggi dan lebih sekuler daripada sekolah Qom yang lebih religius," kata Ayuso.

"Najaf lebih menekankan pada urusan sosial," tambahnya.

Di Abu Dhabi pada 2019, Paus bertemu dengan Sheikh Ahmed al-Tayeb, Imam Al-Azhar di Kairo dan otoritas utama Muslim Sunni.

Mereka menandatangani teks yang mendorong dialog Kristen-Muslim, yang diharapkan juga didukung oleh para tokoh Katolik dan Sistani. Namun, sumber ulama di Najaf mengatakan kepada AFP bahwa itu tidak mungkin.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1434 seconds (0.1#10.140)