Intelijen AS: Putra Mahkota Arab Saudi Setuju Tangkap atau Bunuh Khashoggi

Sabtu, 27 Februari 2021 - 02:50 WIB
loading...
Intelijen AS: Putra Mahkota Arab Saudi Setuju Tangkap atau Bunuh Khashoggi
Komite Perlindungan Jurnalis menyalakan lilin untuk mengenang Jamal Khashoggi di depan Kedubes Arab Saudi di Washington, AS, pada 2019. Foto/REUTERS
A A A
WASHINGTON - Penilaian intelijen Amerika Serikat (AS) akhirnya dirilis pada Jumat (26/2) untuk mengungkap peran Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) dalam pembunuhan Jamal Khashoggi pada 2018.

Menurut laporan yang dibuka untuk umum itu, MBS disebut menyetujui operasi untuk menangkap atau membunuh jurnalis Jamal Khashoggi.

Laporan intelijen itu dirilis dengan cara yang dirancang untuk membatasi kerusakan pada hubungan AS dan Saudi.



Khashoggi adalah penduduk AS yang menulis kolom opini untuk Washington Post yang kerap mengkritik kebijakan putra mahkota. Dia dibunuh dan tubuhnya dimutilasi oleh tim operasi yang terkait putra mahkota di konsulat kerajaan Saudi di Istanbul, Turki.



Riyadh membantah keterlibatan MBS, penguasa de facto Arab Saudi.

Lihat infografis: AS Tembakkan ICBM Minuteman III, Mampu Boyong Nuklir

"Kami menilai Putra Mahkota Arab Saudi Muhammad bin Salman menyetujui operasi di Istanbul, Turki untuk menangkap atau membunuh jurnalis Saudi Jamal Khashoggi," ungkap Kantor Direktur Intelijen Nasional AS dalam laporan yang diposting di websitenya.



“Kami mendasarkan penilaian ini pada kendali Putra Mahkota dalam pengambilan keputusan di Kerajaan, keterlibatan langsung penasihat utama dan anggota detail pelindung Muhammad bin Salman dalam operasi tersebut, dan dukungan Putra Mahkota untuk menggunakan tindakan kekerasan untuk membungkam para pembangkang di luar negeri, termasuk Khashoggi," papar laporan itu.

Dalam mendeklasifikasi laporan tersebut, Presiden AS Joe Biden mencabut penolakan pendahulunya Donald Trump untuk merilisnya yang bertentangan dengan Undang-undang tahun 2019, yang mencerminkan kesediaan AS yang baru untuk menantang kerajaan terkait masalah hak asasi manusia (HAM) hingga perang di Yaman.

Namun, Biden mengambil langkah tipis untuk mempertahankan hubungan dengan Saudi saat dia berusaha menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 dengan saingan regionalnya Iran dan untuk mengatasi tantangan lain, termasuk memerangi ekstremisme dan memajukan hubungan Arab-Israel.

Washington membuat koreografi berbagai acara untuk melunakkan pukulan bagi Saudi itu, dengan Biden pada Kamis berbicara dengan ayah putra mahkota yang berusia 85 tahun, Raja Salman.

Dalam panggilan telepon antara Biden dan Raja Salman, kedua pihak mengatakan mereka menegaskan kembali aliansi mereka yang telah berusia puluhan tahun dan berjanji bekerja sama.

“Tetapi pemerintahan Biden sedang mempertimbangkan pembatalan kesepakatan senjata dengan Arab Saudi yang menimbulkan masalah hak asasi manusia, sambil membatasi penjualan militer di masa depan untuk senjata defensif, papar sumber yang mengetahui pemikiran pemerintah AS tersebut.

Juru bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) AS mengatakan bahwa fokus AS adalah mengakhiri konflik di Yaman meskipun AS memastikan Arab Saudi memiliki semua yang dibutuhkan untuk mempertahankan wilayahnya.

Laporan intelijen yang tidak dirahasiakan itu disiapkan Kantor Direktur Intelijen Nasional AS, menggemakan versi rahasia dari laporan tentang pembunuhan Khashoggi yang dibagikan Trump dengan anggota Kongres pada akhir 2018.

Penolakan Trump atas tuntutan anggota parlemen dan kelompok hak asasi manusia agar merilis versi yang tidak dirahasiakan pada saat itu mencerminkan keinginan menjaga kerja sama dengan Riyadh di tengah meningkatnya ketegangan dengan Iran dan untuk mempromosikan penjualan senjata AS ke kerajaan.

Direktur baru intelijen nasional Biden, Avril Haines, telah berkomitmen mematuhi undang-undang pertahanan tahun 2019 yang mewajibkan kantornya merilis dalam waktu 30 hari laporan yang tidak dirahasiakan tentang pembunuhan Khashoggi.

Khashoggi yang berusia 59 tahun adalah jurnalis Saudi yang tinggal di pengasingan di Virginia yang menulis artikel opini untuk Washington Post dan kerap mengkritik kebijakan putra mahkota.

Dia dibujuk pada 2 Oktober 2018, ke konsulat Saudi di Istanbul dengan janji dokumen yang dia butuhkan untuk menikahi tunangannya asal Turki.

Satu tim operasi yang terkait MBS membunuh Khashoggi di sana dan memotong-motong tubuhnya. Jenazahnya hingga saat ini belum ditemukan.

Riyadh awalnya mengeluarkan cerita yang saling bertentangan tentang hilangnya Khashoggi, tetapi akhirnya mengakui bahwa Khashoggi terbunuh dalam apa yang disebut operasi ekstradisi "nakal" yang tidak beres.

Dua puluh satu pria ditangkap dalam pembunuhan itu dan lima pejabat senior, termasuk wakil kepala intelijen, Ahmad Asiri, dan Saud al-Qahtani, pembantu senior MBS, dipecat.

Pada Januari 2019, 11 orang diadili secara tertutup. Lima orang dijatuhi hukuman mati, yang diubah menjadi 20 tahun penjara setelah mereka diampuni keluarga Khashoggi, sementara tiga orang lainnya dijatuhi hukuman penjara.

“Asiri diadili tetapi dibebaskan karena tidak cukup bukti," ungkap jaksa penuntut, sementara Qahtani diselidiki tetapi tidak dituntut.

“Sebagai bagian dari penyeimbangan kembali hubungan Biden dengan Arab Saudi, dia hanya akan berkomunikasi dengan Raja Salman,” papar Gedung Putih, langkah yang memungkinkan Washington mengambil jarak antara Biden dan putra mahkota MBS, 35.

Langkah ini akan memulihkan protokol yang dilanggar Trump dan menantu serta pembantu utamanya, Jared Kushner, yang mempertahankan saluran langsung ke MBS.

MBS telah mengkonsolidasikan kekuasaan sejak menggulingkan pamannya sebagai pewaris takhta dalam kudeta istana tahun 2017.

Dia berusaha memenangkan dukungan publik dengan mengawasi reformasi ekonomi dan sosial yang populer.

Tetapi dia juga telah menahan para lawan dan aktivis hak perempuan serta mengejar berbagai kebijakan asing yang berisiko, beberapa di antaranya menjadi bumerang, seperti keterlibatan di Yaman.

Saat ini perang Yaman menjadi pertarungan antara proxy Saudi dan Iran hingga menciptakan krisis kemanusiaan.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1578 seconds (0.1#10.140)