Pantas Jadi Panutan, Ini Jejak 10 Filsuf Paling Berpengaruh di Abad ke-20

Sabtu, 27 Februari 2021 - 06:30 WIB
loading...
Pantas Jadi Panutan,...
Ilustrasi foto/SINDOnews/Masyhudi
A A A
JAKARTA - Dalam sejarah pemikiran filsafat, setiap zaman atau periode mempunyai corak pemikiran berbeda. Perkembangan pemikiran filosofis setiap zaman bisa merupakan kritik atau lanjutan dari pemikiran era sebelumnya termasuk keberadaan filsafat abad 20. Berikut 10 tokoh filsuf berpengaruh abad 20:

1. Albert Camus (Prancis-Aljazair)

Pantas Jadi Panutan, Ini Jejak 10 Filsuf Paling Berpengaruh di Abad ke-20


Albert Camus lahir pada 7 November 1913 di Algeria Prancis. Camus merupakan salah seorang penulis besar dunia sastra Barat modern yang menyelesaikan studi filosofi dan memperoleh gelar sarjananya pada 1935. Pada 1945, atau pada masa akhir Perang Dunia II, Camus menyelesaikan dua buku pertama yang menjadi karya besarnya di dunia sastra modern barat, The Stranger dan The Myth of Sisyphus. Atas karya dan dedikasinya, Camus dianugerahi Nobel Sastra. Karyanya dinilai paling berkontribusi atas munculnya aliran baru dalam filsafat yakni Absurdisme. (Baca: Deretan Alat Telekomunikasi dari Masa ke Masa, Ada yang Masih Ingat?)

2. Ludwig Wittgenstein (Inggris-Austria)

Pantas Jadi Panutan, Ini Jejak 10 Filsuf Paling Berpengaruh di Abad ke-20


Ludwig Josef Johann Wittgenstein lahir di Wina Austria pada 26 April 1889 dan meninggal di Cambridge Inggris pada 29 April 1951. Karya awalnya, Tractatus-Logico-Philosophicus memiliki pengaruh sangat besar dalam gerakan Lingkaran Wina (sebuah komunitas filasafat). Dia adalah seorang murid Bertrand Russell, seorang filsuf Inggris ternama di Universitas Cambridge, yang sangat memengaruhi pandangannya kemudian. Wittgenstein mengajar di Trinity College, Cambridge dan sampai akhir hayatnya tinggal di kota ini.

3. Jean-Paul Sartre (Prancis)

Pantas Jadi Panutan, Ini Jejak 10 Filsuf Paling Berpengaruh di Abad ke-20


Jean-Paul Sartre (21 Juni 1905-15 April 1980) adalah filsuf kontemporer dan penulis Prancis. Ia dianggap mengembangkan aliran eksistensialisme. Rumusan eksistensialisme Sartre yang pertama dan utama adalah eksistensi mendahului esensi. Eksistensi yaitu keberadaan di dunia, suatu syarat untuk ada, sedangkan esensi yaitu hakikat, kodrat atau inti dari suatu keberadaan. Pada 1964, ia diberi Hadiah Nobel Sastra, tetapi Sartre menolak. (Baca juga: 10 Situs Warisan Dunia yang Paling Banyak Dikunjungi)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2615 seconds (0.1#10.140)