Iran Uji Coba Rudal Pintar dengan Jangkauan 300 Km
loading...
A
A
A
TEHERAN - Angkatan Darat Iran menguji coba rudal jarak pendek canggih pada hari Minggu. Kepala Angkatan Darat, Jenderal Kioumars, menyebut senjata itu sebagai rudal pintar dengan jangkauan 300 km (186 mil).
"Jenderal Heidari mengatakan rudal pintar mampu bekerja dalam kondisi cuaca apa pun," tulis media setempat IRNA mengutip jenderal tersebut, yang dilansir AP, Senin (15/2/2021). Jenderal Heidari tidak mengungkap lokasi uji coba misil.
Angkatan Darat Iran mengendalikan rudal jarak pendek. Sedangkan rudal jarak jauh yang mampu melakukan perjalanan hingga 2.000 km (1.250 mil) atau cukup untuk menjangkau musuh bebuyutannya; Israel, dan pangkalan militer Amerika Serikat (AS) dikendalikan oleh Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) , paramiliter Iran.
Sementara itu, seorang wakil komandan militer Iran; Laksamana Habibollah Sayyari, mengatakan kepada IRNA bahwa Iran dan Rusia akan mengadakan latihan Angkatan Laut bersama di bagian utara Samudra Hindia dalam waktu dekat.
Laksamana Sayyari mengatakan latihan itu ditujukan untuk memperkuat keamanan di wilayah tersebut. Ini adalah latihan kedua sejak 2019, ketika kedua negara mengadakan latihan bersama Angkatan Laut selama empat hari.
Ketika Iran sedang tertekan oleh sanksi AS, Teheran berusaha untuk meningkatkan kerjasama militer dengan Beijing dan Moskow. Kunjungan perwakilan Angkatan Laut Rusia dan China ke Iran juga meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam beberapa bulan terakhir, Iran telah meningkatkan latihan militernya ketika negara itu mencoba menekan Presiden AS Joe Biden untuk memasukkan kembali Washington dalam perjanjian nuklir 2015 yang telah ditinggalkan pendahulunya; Donald Trump. Biden mengatakan Amerika dapat bergabung kembali dengan kesepakatan itu.
Pada hari Kamis lalu, IRGC Iran melakukan latihan tempur di dekat perbatasan Irak menggunakan drone, helikopter, dan tank.
Trump pada 2018 secara sepihak menarik AS keluar dari perjanjian nuklir Iran, di mana Teheran telah setuju untuk membatasi pengayaan uraniumnya dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi.
Setelah "mengkhianati" perjanjian itu, AS kemudian menerapkan kembali sanksinya terhadap Iran. Teheran juga secara bertahap dan secara terbuka mengabaikan larangan pengembangan program nuklir yang tertulis dalam kesepakatan 2015.
"Jenderal Heidari mengatakan rudal pintar mampu bekerja dalam kondisi cuaca apa pun," tulis media setempat IRNA mengutip jenderal tersebut, yang dilansir AP, Senin (15/2/2021). Jenderal Heidari tidak mengungkap lokasi uji coba misil.
Angkatan Darat Iran mengendalikan rudal jarak pendek. Sedangkan rudal jarak jauh yang mampu melakukan perjalanan hingga 2.000 km (1.250 mil) atau cukup untuk menjangkau musuh bebuyutannya; Israel, dan pangkalan militer Amerika Serikat (AS) dikendalikan oleh Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) , paramiliter Iran.
Sementara itu, seorang wakil komandan militer Iran; Laksamana Habibollah Sayyari, mengatakan kepada IRNA bahwa Iran dan Rusia akan mengadakan latihan Angkatan Laut bersama di bagian utara Samudra Hindia dalam waktu dekat.
Laksamana Sayyari mengatakan latihan itu ditujukan untuk memperkuat keamanan di wilayah tersebut. Ini adalah latihan kedua sejak 2019, ketika kedua negara mengadakan latihan bersama Angkatan Laut selama empat hari.
Ketika Iran sedang tertekan oleh sanksi AS, Teheran berusaha untuk meningkatkan kerjasama militer dengan Beijing dan Moskow. Kunjungan perwakilan Angkatan Laut Rusia dan China ke Iran juga meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam beberapa bulan terakhir, Iran telah meningkatkan latihan militernya ketika negara itu mencoba menekan Presiden AS Joe Biden untuk memasukkan kembali Washington dalam perjanjian nuklir 2015 yang telah ditinggalkan pendahulunya; Donald Trump. Biden mengatakan Amerika dapat bergabung kembali dengan kesepakatan itu.
Pada hari Kamis lalu, IRGC Iran melakukan latihan tempur di dekat perbatasan Irak menggunakan drone, helikopter, dan tank.
Trump pada 2018 secara sepihak menarik AS keluar dari perjanjian nuklir Iran, di mana Teheran telah setuju untuk membatasi pengayaan uraniumnya dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi.
Setelah "mengkhianati" perjanjian itu, AS kemudian menerapkan kembali sanksinya terhadap Iran. Teheran juga secara bertahap dan secara terbuka mengabaikan larangan pengembangan program nuklir yang tertulis dalam kesepakatan 2015.
(min)