Wabah Covid-19 Hantam Rusia, Putin Dicap 'Serigala Tua yang Sakit'
loading...
A
A
A
MOSKOW - Ekonomi Rusia terpukul oleh pandemi Covid-19 yang disebabkan oleh virus corona baru; SARS-CoV-2. Pamor Presiden Vladimir Putin yang selama ini dicitrakan sebagai "orang kuat" mulai pudar.
Pemimpin Kremlin itu dinilai membuat respons panik ketika memutuskan melonggarkan lockdown justru ketika kasus infeksi Covid-19 melonjak tajam. Data worldometers, Sabtu (16/5/2020), menunjukkan 272.043 kasus infeksi Covid-19 di negara itu dengan 2.537 kematian dan sebanyak 63.166 pasien berhasil disembuhkan.
Data itu menjadikan Rusia sebagai negara dengan jumlah kasus infeksi terbanyak ketiga di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan Spanyol.
Dalam pengumumannya hari Senin lalu Putin mengatakan; "Mulai besok, 12 Mei, periode tidak berkerja nasional akan berakhir untuk seluruh negara dan untuk semua sektor ekonomi.
Kebijakan yang tidak jelas, yang berlaku selama enam minggu terakhir, secara resmi hanya mengizinkan bisnis penting tetap terbuka, sementara semua majikan diharuskan tetap membayar para staf. (Baca: Covid-19 Mengganas di Rusia, Putin Justru Longgarkan Lockdown )
"Adalah kepentingan kita semua agar ekonomi kembali normal dengan cepat," ujar Putin dalam pengumuman yang disiarkan televisi setempat.
Namun keesokan harinya, Rusia mencapai beberapa tonggak yang tidak menyenangkan dalam wabah Covid-19 yang telah berlangsung selama 10 minggu dan terus bertambah.
Pertama, Rusia mencatat korban tewas tertinggi dari Covid-19 dalam satu hari. Kemudian juru bicara Putin, Dmitry Peskov, mengikuti jejak Perdana Menteri Mikhail Mishustin sebagai pejabat senior pemerintah yang positif terinfeksi virus corona baru.
"Putin telah kehilangan kontak dengan kenyataan," kata Tatiana Stanovaya, pendiri proyek analisis politik "R.Politik". "Sepertinya dia tidak mengerti di negara mana dia berada."
Aksinya yang memasuki rumah sakit virus corona utama Moskow pada akhir Maret dengan mengenakan jas dan respirator hazmat kuning, telah membuat citranya sebagai pemimpin kuat mulai memudar. Dia telah tampil di stasiun televisi negara setiap minggu dalam konferensi video dengan kabinet dan pejabat regional, tetapi terlihat bosan, membungkuk di kursinya dan bermain dengan pena daripada memperhatikan.
Terisolasi oleh orang-orang yang memberinya kabar baik untuk menghindari kemarahannya dan kurang minat untuk menggali rincian setelah dua dekade berkuasa, Stanovaya mengatakan, Putin tampaknya tidak memahami kompleksitas penuh wabah di Rusia.
“Dia telah berubah dari politisi menjadi misionaris, merasa bertanggung jawab pada sejarah, bukan (pada) rakyat,” katanya. "Permainan geopolitik menarik baginya; lockdown itu membosankan."
Ketika virus corona baru menyebar ke seluruh Rusia, Putin mengalihkan tanggung jawab dari dirinya sendiri ke otoritas yang lebih rendah, dengan menugasi Wali Kota Moskow Sergei Sobyanin sebagai pemimpin gugus tugas virus corona nasional. Dia juga memerintahkan gubernur regional untuk membuat kebijakan dan keputusan terkait penanganan Covid-19 sendiri.
Ilmuwan politik Alexander Kynev percaya bahwa "desentralisasi" kekuasaan Putin telah menghabiskan dua dekade di bawah cengkeramannya adalah taktik untuk menghindari pukulan balik negatif.
Namun dalam melakukan itu, Kynev mengatakan bahwa Putin telah kehilangan citra "kejantanan" yang telah menopang kekuasaannya begitu lama.
"Dia tidak terlihat seperti pemimpin yang kuat lagi," katanya. “Selama bertahun-tahun karismanya adalah keberaniannya. Bahkan jika dia adalah seorang son of bitch, dia kuat. Dan ini membuatnya dihormati bahkan dari mereka yang tidak senang dengannya."
"Sekarang dia tampak seperti serigala tua yang sakit," kritik Kynev, seperti dikutip dari The Moscow Times, Sabtu (16/5/2020).
Kemungkinan dampak lain dari desentralisasi, kata ilmuwan politik Yekaterina Schulmann, adalah bahwa belum ada "kampanye bendera" di Rusia, tidak seperti di negara-negara lain di dunia.
"Dalam ilmu sosial ini telah dianggap sebagai efek yang hampir otomatis dalam situasi darurat," katanya. “Kami melihatnya di Prancis, Italia, Jerman, negara-negara Eropa tengah, Inggris dan bahkan sedikit di Amerika Serikat. Kami sama sekali tidak memilikinya."
Pemimpin Kremlin itu dinilai membuat respons panik ketika memutuskan melonggarkan lockdown justru ketika kasus infeksi Covid-19 melonjak tajam. Data worldometers, Sabtu (16/5/2020), menunjukkan 272.043 kasus infeksi Covid-19 di negara itu dengan 2.537 kematian dan sebanyak 63.166 pasien berhasil disembuhkan.
Data itu menjadikan Rusia sebagai negara dengan jumlah kasus infeksi terbanyak ketiga di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan Spanyol.
Dalam pengumumannya hari Senin lalu Putin mengatakan; "Mulai besok, 12 Mei, periode tidak berkerja nasional akan berakhir untuk seluruh negara dan untuk semua sektor ekonomi.
Kebijakan yang tidak jelas, yang berlaku selama enam minggu terakhir, secara resmi hanya mengizinkan bisnis penting tetap terbuka, sementara semua majikan diharuskan tetap membayar para staf. (Baca: Covid-19 Mengganas di Rusia, Putin Justru Longgarkan Lockdown )
"Adalah kepentingan kita semua agar ekonomi kembali normal dengan cepat," ujar Putin dalam pengumuman yang disiarkan televisi setempat.
Namun keesokan harinya, Rusia mencapai beberapa tonggak yang tidak menyenangkan dalam wabah Covid-19 yang telah berlangsung selama 10 minggu dan terus bertambah.
Pertama, Rusia mencatat korban tewas tertinggi dari Covid-19 dalam satu hari. Kemudian juru bicara Putin, Dmitry Peskov, mengikuti jejak Perdana Menteri Mikhail Mishustin sebagai pejabat senior pemerintah yang positif terinfeksi virus corona baru.
"Putin telah kehilangan kontak dengan kenyataan," kata Tatiana Stanovaya, pendiri proyek analisis politik "R.Politik". "Sepertinya dia tidak mengerti di negara mana dia berada."
Aksinya yang memasuki rumah sakit virus corona utama Moskow pada akhir Maret dengan mengenakan jas dan respirator hazmat kuning, telah membuat citranya sebagai pemimpin kuat mulai memudar. Dia telah tampil di stasiun televisi negara setiap minggu dalam konferensi video dengan kabinet dan pejabat regional, tetapi terlihat bosan, membungkuk di kursinya dan bermain dengan pena daripada memperhatikan.
Terisolasi oleh orang-orang yang memberinya kabar baik untuk menghindari kemarahannya dan kurang minat untuk menggali rincian setelah dua dekade berkuasa, Stanovaya mengatakan, Putin tampaknya tidak memahami kompleksitas penuh wabah di Rusia.
“Dia telah berubah dari politisi menjadi misionaris, merasa bertanggung jawab pada sejarah, bukan (pada) rakyat,” katanya. "Permainan geopolitik menarik baginya; lockdown itu membosankan."
Ketika virus corona baru menyebar ke seluruh Rusia, Putin mengalihkan tanggung jawab dari dirinya sendiri ke otoritas yang lebih rendah, dengan menugasi Wali Kota Moskow Sergei Sobyanin sebagai pemimpin gugus tugas virus corona nasional. Dia juga memerintahkan gubernur regional untuk membuat kebijakan dan keputusan terkait penanganan Covid-19 sendiri.
Ilmuwan politik Alexander Kynev percaya bahwa "desentralisasi" kekuasaan Putin telah menghabiskan dua dekade di bawah cengkeramannya adalah taktik untuk menghindari pukulan balik negatif.
Namun dalam melakukan itu, Kynev mengatakan bahwa Putin telah kehilangan citra "kejantanan" yang telah menopang kekuasaannya begitu lama.
"Dia tidak terlihat seperti pemimpin yang kuat lagi," katanya. “Selama bertahun-tahun karismanya adalah keberaniannya. Bahkan jika dia adalah seorang son of bitch, dia kuat. Dan ini membuatnya dihormati bahkan dari mereka yang tidak senang dengannya."
"Sekarang dia tampak seperti serigala tua yang sakit," kritik Kynev, seperti dikutip dari The Moscow Times, Sabtu (16/5/2020).
Kemungkinan dampak lain dari desentralisasi, kata ilmuwan politik Yekaterina Schulmann, adalah bahwa belum ada "kampanye bendera" di Rusia, tidak seperti di negara-negara lain di dunia.
"Dalam ilmu sosial ini telah dianggap sebagai efek yang hampir otomatis dalam situasi darurat," katanya. “Kami melihatnya di Prancis, Italia, Jerman, negara-negara Eropa tengah, Inggris dan bahkan sedikit di Amerika Serikat. Kami sama sekali tidak memilikinya."
(min)