Hamas Kutuk Pernyataan Petinggi Israel yang Ingin Serang Warga Sipil
loading...
A
A
A
JALUR GAZA - Juru bicara Hamas Hazem Qasem mengutuk pernyataan Kepala Staf Angkatan Darat Israel Aviv Kohavi bahwa tentaranya dapat menyerang target-target sipil dan daerah pemukiman dalam setiap konfrontasi di masa depan di Gaza atau Lebanon .
Juru bicara Hamas mengatakan ancaman Kohavi mencerminkan teknik "intimidasi" Israel dan rencana melakukan kejahatan terhadap rakyat Palestina dan Lebanon.
"Pendudukan Israel tidak dapat mencapai kemenangan apapun dalam konfrontasi di masa depan dan itulah mengapa mereka berencana menargetkan warga sipil," ungkap Qasem.
Juru bicara Hamas menekankan kelompok perlawanan akan membela rakyat Palestina selama agresi Israel apapun.
Lihat infografis: Kasus COVID-19 Tembus 100 Juta, Dunia Krisis Vaksin
Sementara itu, badan intelijen Israel telah mulai memperingatkan pejabat Hamas di Tepi Barat untuk tidak berpartisipasi dalam pemilu Palestina yang akan datang.
Lihat video: Angin Kencang Terjang Kulon Progo dan Cilacap, Puluhan Rumah Rusak
Sumber Hamas mengungkapkan itu pada Rabu. Menurut sumber tersebut, Israel pertama kali memanggil pejabat senior Hamas Sheikh Omar Al-Barghouti untuk berbicara dengan petugas intelijen di Pusat Penahanan Ofer.
Saat dia berada di sana, Al-Barghouti, yang tinggal di lingkungan Ramallah di Coper, "diminta" untuk tidak ikut serta dalam pemilu presiden, legislatif dan Dewan Nasional.
Pemimpin Hamas itu baru dibebaskan dari penjara beberapa pekan lalu.
Beberapa pejabat dan anggota senior Hamas lainnya juga pernah "ditanyai" hal yang sama oleh Israel.
Sumber itu menyebutkan, sebagian ditanya lewat telepon dan ada pula yang dipanggil ke pusat tahanan atau Pangkalan Militer untuk diinterogasi soal ini.
Al-Barghouti telah menghabiskan total 30 tahun di penjara Israel. Dia adalah saudara laki-laki Nael Al-Barghouti, yang ditahan Israel selama lebih dari 40 tahun.
Pada 2018, pasukan pendudukan Israel menangkap Al-Barghouti dan istrinya. Dalam penggerebekan yang sama, mereka tidak hanya membunuh putranya tetapi juga menghancurkan rumahnya.
Peringatan sebelumnya dari intelijen Israel kepada Hamas termasuk memberitahu para pejabat untuk tidak terlibat dalam pembicaraan rekonsiliasi dengan Fatah.
Pada 2006, Hamas memenangkan pemilu parlemen dan pemilu kota di wilayah Palestina.
Israel, Fatah, negara-negara Arab dan Barat, termasuk Amerika Serikat (AS), menolak menerima kemenangan Hamas sebelum membantu Fatah menggulingkan Hamas di Tepi Barat dan melakukan pengepungan ketat di Gaza.
Mereka juga mengabaikan fakta bahwa legitimasi kepresidenan Mahmoud Abbas berakhir pada 2009, sejak dia menolak mengadakan pemilu, hingga sekarang, dan Barat terus mendukungnya.
Juru bicara Hamas mengatakan ancaman Kohavi mencerminkan teknik "intimidasi" Israel dan rencana melakukan kejahatan terhadap rakyat Palestina dan Lebanon.
"Pendudukan Israel tidak dapat mencapai kemenangan apapun dalam konfrontasi di masa depan dan itulah mengapa mereka berencana menargetkan warga sipil," ungkap Qasem.
Juru bicara Hamas menekankan kelompok perlawanan akan membela rakyat Palestina selama agresi Israel apapun.
Lihat infografis: Kasus COVID-19 Tembus 100 Juta, Dunia Krisis Vaksin
Sementara itu, badan intelijen Israel telah mulai memperingatkan pejabat Hamas di Tepi Barat untuk tidak berpartisipasi dalam pemilu Palestina yang akan datang.
Lihat video: Angin Kencang Terjang Kulon Progo dan Cilacap, Puluhan Rumah Rusak
Sumber Hamas mengungkapkan itu pada Rabu. Menurut sumber tersebut, Israel pertama kali memanggil pejabat senior Hamas Sheikh Omar Al-Barghouti untuk berbicara dengan petugas intelijen di Pusat Penahanan Ofer.
Saat dia berada di sana, Al-Barghouti, yang tinggal di lingkungan Ramallah di Coper, "diminta" untuk tidak ikut serta dalam pemilu presiden, legislatif dan Dewan Nasional.
Pemimpin Hamas itu baru dibebaskan dari penjara beberapa pekan lalu.
Beberapa pejabat dan anggota senior Hamas lainnya juga pernah "ditanyai" hal yang sama oleh Israel.
Sumber itu menyebutkan, sebagian ditanya lewat telepon dan ada pula yang dipanggil ke pusat tahanan atau Pangkalan Militer untuk diinterogasi soal ini.
Al-Barghouti telah menghabiskan total 30 tahun di penjara Israel. Dia adalah saudara laki-laki Nael Al-Barghouti, yang ditahan Israel selama lebih dari 40 tahun.
Pada 2018, pasukan pendudukan Israel menangkap Al-Barghouti dan istrinya. Dalam penggerebekan yang sama, mereka tidak hanya membunuh putranya tetapi juga menghancurkan rumahnya.
Peringatan sebelumnya dari intelijen Israel kepada Hamas termasuk memberitahu para pejabat untuk tidak terlibat dalam pembicaraan rekonsiliasi dengan Fatah.
Pada 2006, Hamas memenangkan pemilu parlemen dan pemilu kota di wilayah Palestina.
Israel, Fatah, negara-negara Arab dan Barat, termasuk Amerika Serikat (AS), menolak menerima kemenangan Hamas sebelum membantu Fatah menggulingkan Hamas di Tepi Barat dan melakukan pengepungan ketat di Gaza.
Mereka juga mengabaikan fakta bahwa legitimasi kepresidenan Mahmoud Abbas berakhir pada 2009, sejak dia menolak mengadakan pemilu, hingga sekarang, dan Barat terus mendukungnya.
(sya)