Israel Aneksasi Tepi Barat, Raja Yordania: Konflik Besar Akan Pecah
loading...
A
A
A
AMMAN - Raja Yordania memperingatkan Israel tentang kemungkinan pecahnya konflik besar-besaran jika negara Zionis itu melanjutkan rencana untuk menganeksasi sebagian besar Tepi Barat yang diduduki.
Israel telah bersumpah untuk mencaplok permukiman Yahudi dan Lembah Yordan, yang berarti berakhirnya proses perdamaian yang telah lama terhenti dengan membuat hampir mustahil untuk mendirikan negara Palestina.
Rencana ini pun mendapat lampu hijau dari rencana Timur Tengah Presiden Donald Trump, yang sangat mendukung Israel dan ditolak oleh Palestina. Meski begitu sebagian besar komunitas internasional menentang hal itu.
"Para pemimpin yang menganjurkan solusi satu negara tidak mengerti apa artinya itu," kata Raja Yordania Abdullah II dalam sebuah wawancara dengan majalah Jerman Der Spiegel.
"Apa yang akan terjadi jika Otoritas Nasional Palestina runtuh? Akan ada lebih banyak kekacauan dan ekstremisme di wilayah ini. Jika Israel benar-benar mencaplok Tepi Barat pada bulan Juli, itu akan menyebabkan konflik besar dengan Kerajaan Hashemite di Yordania,” jelasnya seperti dikutip dari US News, Jumat (15/5/2020).
Yordania adalah sekutu Barat dan satu dari dua negara Arab yang telah menandatangani perjanjian damai dengan Israel. Namun Raja Abdullah menolak untuk mengatakan apakah aneksasi akan mengancam perjanjian itu.
“Saya tidak ingin membuat ancaman dan menciptakan suasana berselisih, tetapi kami sedang mempertimbangkan semua opsi. Kami setuju dengan banyak negara di Eropa dan komunitas internasional bahwa hukum kekuatan seharusnya tidak berlaku di Timur Tengah," tuturnya.
Yordania sendiri telah melobi Uni Eropa untuk mengambil "langkah-langkah praktis" guna memastikan aneksasi tidak terjadi.
Dalam sebuah pernyataan, Menteri Luar Negeri Yordania Ayman al-Safadi menekankan perlunya komunitas internasional dan Uni Eropa khususnya untuk mengambil langkah-langkah praktis yang mencerminkan penolakan atas keputusan Israel untuk melampirkan.
Israel telah bersumpah untuk mencaplok permukiman Yahudi dan Lembah Yordan, yang berarti berakhirnya proses perdamaian yang telah lama terhenti dengan membuat hampir mustahil untuk mendirikan negara Palestina.
Rencana ini pun mendapat lampu hijau dari rencana Timur Tengah Presiden Donald Trump, yang sangat mendukung Israel dan ditolak oleh Palestina. Meski begitu sebagian besar komunitas internasional menentang hal itu.
"Para pemimpin yang menganjurkan solusi satu negara tidak mengerti apa artinya itu," kata Raja Yordania Abdullah II dalam sebuah wawancara dengan majalah Jerman Der Spiegel.
"Apa yang akan terjadi jika Otoritas Nasional Palestina runtuh? Akan ada lebih banyak kekacauan dan ekstremisme di wilayah ini. Jika Israel benar-benar mencaplok Tepi Barat pada bulan Juli, itu akan menyebabkan konflik besar dengan Kerajaan Hashemite di Yordania,” jelasnya seperti dikutip dari US News, Jumat (15/5/2020).
Yordania adalah sekutu Barat dan satu dari dua negara Arab yang telah menandatangani perjanjian damai dengan Israel. Namun Raja Abdullah menolak untuk mengatakan apakah aneksasi akan mengancam perjanjian itu.
“Saya tidak ingin membuat ancaman dan menciptakan suasana berselisih, tetapi kami sedang mempertimbangkan semua opsi. Kami setuju dengan banyak negara di Eropa dan komunitas internasional bahwa hukum kekuatan seharusnya tidak berlaku di Timur Tengah," tuturnya.
Yordania sendiri telah melobi Uni Eropa untuk mengambil "langkah-langkah praktis" guna memastikan aneksasi tidak terjadi.
Dalam sebuah pernyataan, Menteri Luar Negeri Yordania Ayman al-Safadi menekankan perlunya komunitas internasional dan Uni Eropa khususnya untuk mengambil langkah-langkah praktis yang mencerminkan penolakan atas keputusan Israel untuk melampirkan.
(ber)