Akun Twitter Digembok, China Mengaku Jadi Korban Misinformasi

Jum'at, 22 Januari 2021 - 03:43 WIB
loading...
Akun Twitter Digembok,...
China mengaku menjadi korban misinformasi setelah Twitter mengunci akun Kedubesnya di AS setelah membuat postingan terkait wanita Muslim Uighur. Foto/Ilustrasi/Sindonews
A A A
BEIJING - China mengatakan bahwa mereka adalah "korban" dari informasi yang salah setelah Twitter mengunci akun milik Kedutaan Besarnya untuk Amerika Serikat (AS).

Twitter mengunci sementara akun Kedutaan China atas tweet yang diunggahnya untuk membela perlakuan Beijing terhadap Muslim Uighur . Unggahan yang dibuat awal bulan ini mengklaim bahwa wanita Muslim Uighur di Xinjiang bukan lagi "mesin pembuat bayi".

"Dalam proses pemberantasan ekstremisme, pikiran perempuan (Uighur) di Xinjiang dibebaskan dan kesetaraan gender serta kesehatan reproduksi dipromosikan," tulis tweet itu, mengutip laporan dari surat kabar pemerintah China Daily.



Pada briefing reguler di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri China membela tindakan kedutaan.

"China adalah korban utama. Ada banyak (potongan) informasi palsu dan buruk tentang China terkait masalah Xinjiang. Tentu saja, Kedutaan Besar China di AS memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk mengklarifikasi fakta dan menjelaskan kebenaran," kata Hua Chunying membantah, membalas tindakan pembatasan Twitter.

"Kami berharap Twitter dapat menjunjung tinggi prinsip objektivitas dan imparsialitas, bukan untuk menunjukkan standar ganda tentang masalah ini, tetapi untuk memperkuat penyaringan, dan mengidentifikasi informasi palsu, rumor dan kebohongan, serta fakta dan kebenaran," imbuhnya seperti dikutip dari CNN, Jumat (22/1/2021).



Wilayah Xinjiang yang berada di paling barat China telah lama dikaitkan dengan laporan tentang sterilisasi paksa orang-orang dari kelompok minoritas Uighur, kelompok etnis yang didominasi Muslim yang tinggal di daerah tersebut. Namun pejabat China membantah tuduhan tersebut.

AS secara resmi telah menetapkan bahwa China melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap Muslim Uighur dan kelompok etnis serta agama minoritas yang tinggal di Xinjiang.

"Genosida ini sedang berlangsung, dan kami menyaksikan upaya sistematis untuk menghancurkan Uighur oleh negara-partai China," kata mantan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa, pada hari terakhir pemerintahan Trump.



Berita tentang pembatasan Twitter pertama kali dilaporkan oleh Bloomberg.

Seorang juru bicara Twitter mengatakan bahwa tweet tersebut telah melanggar kebijakan konten perusahaan, yang melarang dehumanisasi sekelompok orang berdasarkan agama, kasta, usia, kecacatan, penyakit serius, asal negara, ras, atau etnis.

Tweet tersebut sekarang "tidak lagi tersedia" di platform media sosial itu.

Sementara itu, akun Kedutaan Besar China akan tetap terkunci hingga Tweet dihapus, menurut Twitter. Dalam kasus serupa - termasuk yang melibatkan akun mantan Presiden Donald Trump - Twitter meminta pengguna untuk menghapus postingan yang dipermasalahkan secara manual agar bisa membuat postingan.



Kedutaan China, pada bagiannya, belum men-tweet sejak 9 Januari.

Tidak jelas apakah Kedutaan China bermaksud menghapus postingan tersebut untuk memulihkan akunnya. Delegasi di Washington tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Twitter adalah salah satu dari beberapa platform media sosial yang berbasis di AS yang diblokir di China, bersama dengan Facebook dan Instagram. Meskipun demikian, diplomat dan agensi China semakin banyak menggunakan Twitter untuk mempromosikan kepentingan Beijing di seluruh dunia.
(ber)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1261 seconds (0.1#10.140)