Rusia Keluar dari Perjanjian Open Skies dan Salahkan AS

Sabtu, 16 Januari 2021 - 02:00 WIB
loading...
Rusia Keluar dari Perjanjian Open Skies dan Salahkan AS
Pesawat Tu-214ON yang digunakan Rusia untuk misi penerbangan mata-mata saat terikat Perjanjian Open Skies. Foto/Wikipedia
A A A
MOSKOW - Rusia mengumumkan keluar dari perjanjian militer Open Skies, sebuah langkah yang merusak perjanjian pertahanan pasca-Perang Dingin. Moskow menyalahkan Amerika Serikat (AS) keluar lebih dari perjanjian itu pada 2020 lalu.

Perjanjian Open Skies memungkinkan negara-negara yang menandatanganinya melakukan penerbangan pengawasan atau mata-mata tak bersenjata di wilayah satu sama lain sesuai jadwal.

"Karena kurangnya kemajuan dalam negosiasi seputar kelanjutan perjanjian dalam keadaan baru, Kementerian berwenang untuk mengumumkan dimulainya persiapan untuk penarikan,"kata Kementerian Luar Negeri Rusia yang mengumumkan keluarnya negara itu dari Perjanjian Open Skies, Jumat (15/1/2021).



Alasan utama di balik langkah Moskow adalah kegagalan untuk mengamankan jaminan bahwa intelijen yang dikumpulkan oleh anggota blok militer NATO yang dipimpin AS tidak akan diteruskan ke AS.

"AS dengan arogan mengabaikan proposal kami untuk menyelesaikan masalah ini...Menyadari bahwa Washington akan memerlukan langkah-langkah balasan untuk mengatasi masalah Rusia untuk mencapai kesepakatan, mereka menghentikan konsultasi dan menuduh negara kami melakukan tindakan pelanggaran perjanjian. Tuduhan yang dibuat-buat ini digunakan oleh mereka sebagai dalih pertama untuk mengusulkan 'tindakan balasan' dan kemudian menarik diri dari perjanjian," imbuh kementerian tersebut, seperti dikutip Russia Today.

Perjanjian Open Skies tersebut ditandatangani segera setelah pembubaran Uni Soviet pada tahun 1992 dan mulai berlaku pada tahun 2002.

Perjanjian itu memungkinkan hampir tiga lusin negara yang meneken perjanjian untuk melakukan penerbangan pemberitahuan singkat di atas wilayah satu sama lain untuk memantau potensi operasi militer.

Negara yang meneken perjanjian itu termasuk negara-negara di Eropa, negara-negara bekas Uni Soviet dan Kanada.

Tahun lalu Washington mengumumkan meninggalkan perjanjian itu setelah menuduh Rusia melakukan pelanggaran, termasuk memblokir penerbangan di atas situs-situs tertentu dan melarang survei latihan militer.

Konstantin Kosachev, ketua komite urusan luar negeri majelis tinggi parlemen Rusia, mengatakan keputusan Moskow untuk meninggalkan perjanjian Open Skies dapat diprediksi karena negara-negara anggota lainnya tidak memenuhi persyaratannya.



Dalam sebuah posting di Facebook, Kosachev mengatakan Rusia meminta penandatangan yang tersisa untuk mengonfirmasi bahwa mereka tidak akan mentransfer informasi yang diperoleh berdasarkan perjanjian Open Skies ke Washington.

“Kesalahan atas apa yang sedang terjadi—dan ini adalah skenario yang sangat disayangkan—sepenuhnya ada pada Amerika Serikat dan sekutu NATO,” tulis Kosachev, seperti dikutip AFP, Sabtu (16/1/2021).

Wakil juru bicara NATO Piers Cazalet menyalahkan Rusia atas rusaknya perjanjian Open Skies. Dia mengatakan "implementasi selektif" Rusia atas tugas dalam perjanjian Open Skies untuk sementara waktu telah merusak kontribusi perjanjian itu demi keamanan regional.

"Semua sekutu NATO tetap berkomitmen untuk kontrol senjata internasional yang efektif, pelucutan senjata, dan non-proliferasi—yang penting untuk keamanan kami," kata Cazalet dalam sebuah pernyataan.

Perjanjian Open Skies adalah salah satu dari tiga perjanjian utama yang ditinggalkan Washington di bawah administrasi Presiden Donald Trump yang akan lengser.

Pada 2018, Amerika Serikat menarik diri dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), yang umumnya dikenal sebagai kesepakatan Iran, yang mengekang program nuklir Teheran dengan imbalan pelonggaran sanksi internasional.

Iran menangguhkan beberapa komitmennya sendiri berdasarkan kesepakatan 2015 sebagai pembalasan.

Washington juga menarik diri dari Perjanjian Pasukan Nuklir Jangka Menengah (INF) dengan Rusia, yang semakin menegangkan hubungan yang sudah tegang antara Moskow dan Washington yang dalam beberapa tahun terakhir telah mencapai titik terendah sejak akhir Perang Dingin.

Dengan Presiden terpilih Joe Biden akan menjabat minggu depan, salah satu tantangan pertama yang akan dia hadapi dalam hubungan bilateral dengan Rusia adalah negosiasi perpanjangan perjanjian New START. Kesepakatan, yang merupakan pakta pengurangan senjata antara Washington dengan Moskow, akan berakhir pada 5 Februari.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1153 seconds (0.1#10.140)