Perketat Regulasi Big Tech, China Ingin Jadi Superpower Teknologi

Rabu, 13 Januari 2021 - 06:41 WIB
loading...
Perketat Regulasi Big Tech, China Ingin Jadi Superpower Teknologi
Warga mengenakan masker melintas dekat logo Tencent pada ajang World Internet Conference (WIC) di Wuzhen, Zhejiang, China, pada 23 November 2020 lalu. REUTERS/Aly Song
A A A
BEIJING - Ambisi dan mimpi China menjadi superpower di bidang sains dan teknologi menuai pro dan kontra selama beberapa tahun terakhir. Kendati sukses menujukkan bukti sebagai negara paling depan dalam hal teknologi, namun kekhawatiran tetap dirasakan Negeri Panda.

China memang sudah membuktikan diri dalam hal teknologi antariksa . Mereka sukses mengirim satelit komunikasi kuantum pertama di dunia ke antariksa dan memimpin perkembangan 5G di dunia. Namun demikian, bukan berarti langkan China mulus begitu saja.

Mereka kini justru menghadapi ancaman dan tantangan dari negara maju lainnya seperti Amerika Serikat (AS). Ambisi menjadi superpower diwujudkan oleh Presiden China Xi Jinping dalam serangkaian kebijakan dan inisiatif. Pendanaan besar-besaran bagi sains dan teknologi diberlakukan sejak 2014 silam.

Kala itu China juga membuat program Made in China 2025 dengan memprioritaskan 10 sektor teknologi tinggi. Pada 2017, China mengumumkan China menjadi pusat inovasi kecerdasan buatan (artificial intelligence) pada 2030.

(Baca juga: Pemerintah China Janjikan Vaksin Covid-19 Gratis untuk Myanmar )

Investasi di bidang teknologi di China juga menunjukkan tren peningkatan. Investasi di bidang penelitian dan pengembangan China meningkat 22%, sedangkan Amerika Serikat (AS) mencapai 25%. Pada 2025, China akan melampaui kekuatan AS. Tiga perempat investasi pada riset dan pengembangan di China berasal dari kalangan bisnis.

Namun, pejabat pemerintah masih terlibat dalam alokasi modal, bukan hanya bank milik negara, tetapi juga lembaga investasi yang dikendalikan negara. Performa investasi China dalam sektor teknologi juga bukan hanya didominasi perusahaan besar. Tapi, China juga mengandalkan perusahaan rintisan karena 24% unicorn (perusahaan rintisan bernilai lebih dari USD1 miliar) .

"Hanya saja, Presiden Xi lebih memprioritaskan perusahaan milik negara, meskipun perusahaan swasta justru lebih inovatif dan dinamis," kata Andrew Kennedy, pakar kebijakan dan pemerintah dari Universitas Nasional Australia, dilansir Channel News Asia. "Ambisi China menghadapi tantangan karena banyak ilmuwan China mengeluh tentang kontrol internet yang terlalu kuat dari pemerintah," katanya.

(Baca juga: Lewat Proses Fusi Nuklir, Matahari Buatan China Sangat Powerful )

Beijing memilih mengontrol perusahaan teknologi dibandingkan melepaskannya tanpa kontrol. China juga kini mengatur regulasi perusahaan teknologi raksasa untuk mendorongkan negara itu menjadi superpower teknologi di dunia. Seperti AS dan Uni Eropa, China bekerja untuk meregulasi sektor teknologi di berbagai sektor, mulai dari perlindungan data hingga monopoli.

Meskipun diatur ketat, perusahaan teknologi berkembang pesat. Pada November lalu, bank sentral China merilis aturan yang disebut dengan microlending, yakni persyaratan modal untuk perusahaan teknologi yang ingin mendapatkan bantuan kredit. State Administration for Market Regulation (SAMR) China juga sudah memublikasikan draf untuk menghentikan praktik monopoli yang dilakukan perusahaan internet. Itu menjadi kebijakan yang mengatur perusahaan teknologi berskala besar.

Bulan lalu, SAMR menyatakan bahwa mereka telah melakukan penyelidikan terkait praktik monopoli Alibaba. Pada Oktober tahun lalu, China merilis undang-undang perlindungan data personal untuk mengatur bagaimana perusahaan melindungi data pengguna. “Semua regulasi itu sebagai bagian upaya China menjadi superpower teknologi,” kata peneliti di Trivium China, firma penelitian berbasis di Beijing, Kendra Schaefer, dilansir CNBC.

(Baca juga: COVID-19 Diam-diam Menyebar Lagi di Wuhan, Pemerintah China Berbohong? )

Dengan berbagai kebijakan yang ditempuh China, Schaefer yakin bahwa China bisa menjadi superpower teknologi dengan memperkuat regulasinya. China menerapkan fondasi yang kuat untuk mengatur operasional perusahaan teknologi, termasuk dalam pengaturan data pribadi. Itu dikarenakan China sangat menyadari pengaturan data menjadi hal yang sangat penting.

“Semua yang diterapkan sangat fondasional untuk menjadikan China bisa berkembang dan bergerak lebih cepat,” paparnya. Beijing telah melakukan tindakan tegas terhadap perusahaan teknologi baru-baru ini. Pada November lalu, China telah meminta pembatalan penjualan saham perdana Ant Group seiring dengan perubahan regulasi.

Bulan lalu, Alibaba dan dua perusahaan lain juga dijatuhi pajak karena tidak membuat deklarasi yang layak mengenai akuisisi. Dengan menerapkan banyak kebijakan terhadap perusahaan teknologi, menurut Emily de La Bruyere, pendiri lembaga konsultan Horizon Advisory, bukan berarti Beijing bermusuh dengan perusahaan teknologi.

“Perusahaan teknologi multinasional memutuskan untuk memudahkan China menggunakan informasi dan strategi yang bersifat global. Itu yang tak bisa berubah. Kita tidak ingin melihat Beijing menerapkan Big Tech dengan cara seperti yang dilakukan Washington,” ujar Bruyere.

Menurut dia, Beijing akan menjamin bahwa Big Tech harus bergerak dan bertindak sesuai aturan dan regulasi. Bukan hanya China sebenarnya yang menerapkan kebijakan regulasi terhadap perusahaan teknologi. Uni Eropa (UE) juga sangat agresif menerapkan kebijakan tersebut. Itu ditandai dengan Regulasi Perlindungan Data Umum yang disepakati pada 2016.

Pada Desember lalu, UE juga memperkenalkan Digital Markets Act dan Digital Services Act yang bertujuan memperketat kontrol terhadap perilaku perusahaan teknologi. Sementara itu, Schaefer menilai, langkah AS dalam hal penguasaan teknologi memang cenderung terlambat. Pun demikian yang terkait dengan urusan legislasi mengenai perlindungan data. “Kita tidak memiliki regulasi data yang baik di China,” ungkap Schaefer. Dia mengungkapkan, AS tidak memiliki landasan dan prinsip fundamental untuk mengatur perusahaan domestik dan asing dengan baik.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1820 seconds (0.1#10.140)