Saham Twitter Turun 7% setelah Suspend Akun Presiden Trump

Selasa, 12 Januari 2021 - 03:03 WIB
loading...
Saham Twitter Turun 7% setelah Suspend Akun Presiden Trump
Akun Twitter milik Presiden AS Donald Trump dengan latar Gedung Putih. Foto/REUTERS
A A A
NEW YORK - Saham Twitter Inc merosot 7% pada Senin (11/1), menghapus sekitar USD2,5 miliar dari nilai pasar perusahaan media sosial tersebut.

Penurunan harga saham itu setelah Twitter secara permanen menangguhkan (suspend) akun Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Penurunan terjadi ketika beberapa tokoh Partai Republik mengecam kebijakan Twitter yang menangguhkan salah satu akun yang paling banyak dilihat orang.

Para trader juga menunjuk ke tanda-tanda masalah itu semakin memicu seruan untuk regulasi yang lebih besar terhadap Big Tech. (Baca Juga: Akun Twitter Disuspend, Trump Gunakan Akun @POTUS; 'Kami Tak Bisa Dibungkam!')

Akun Trump memiliki lebih dari 88 juta follower dan telah di-retweet miliaran kali. (Lihat Infografis: Deretan Tragedi Kecelakaan Pesawat Paling Mengerikan)

“Trump memiliki pengikut yang sangat tinggi dan setia serta banyak dari mereka akan hilang jika Trump secara permanen dilarang untuk memposting,” ungkap Andrea Cicione, kepala strategi di broker TS Lombard. (Lihat Video: PPKM Berlaku Hari Ini, Suasana di Stasiun Pasar Senen Sepi)

Platform media sosial lainnya, termasuk Facebook Inc, dengan cepat mengeluarkan larangan serupa terhadap Trump setelah kekerasan di Capitol Hill.



Namun jatuhnya saham Twitter dalam perdagangan pra-pasar jauh lebih berat daripada rekan-rekannya.

Media AS juga melaporkan polisi San Francisco bersiap menghadapi kemungkinan protes pendukung Trump di luar kantor pusat Twitter pada Senin.

Twitter mengatakan pada Jumat bahwa penangguhan akun Trump karena risiko kekerasan lebih lanjut, setelah penyerbuan US Capitol pada Rabu lalu.

Itu adalah pertama kalinya perusahaan tersebut melarang seorang kepala negara dan disertai penangguhan akun milik para penggemar Trump yang pedas.

Komisaris Uni Eropa Thierry Breton mengatakan peristiwa di US Capitol kemungkinan akan menandai era regulasi media sosial yang lebih ketat, membandingkannya dengan tindakan keras global terhadap terorisme setelah serangan 11 September 2001.

“Fakta bahwa seorang CEO dapat menghentikan pengeras suara POTUS tanpa check and balances itu membingungkan,” tulisnya di kolom Politico.

"Ini tidak hanya mengkonfirmasi kekuatan platform ini, tetapi juga menunjukkan kelemahan yang mendalam dalam cara masyarakat kita diatur di ruang digital," ungkap dia.

Twitter, Facebook, dan Google menghadapi lonjakan biaya memoderasi konten di platform mereka dalam beberapa tahun terakhir, sejauh ini diimbangi dengan kenaikan pendapatan yang mereka peroleh dari iklan dan layanan lainnya.

Presiden AS terpilih Joe Biden telah dikutip mengkritik "arogansi yang luar biasa" dari para pemimpin dan analis sektor media sosial.

Para pakar memperkirakan lebih banyak langkah hukum untuk melawan kekuatan Facebook dan lainnya selama empat tahun ke depan.

“Penambahan moderasi mungkin diterima, tetapi itu tidak murah dan dapat menguntungkan Facebook, yang sudah mempekerjakan pasukan moderasi (sekitar enam kali) lebih besar dari tenaga kerja Twitter,” ungkap analis Bernstein dalam catatan.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1220 seconds (0.1#10.140)