Demokrasi Jadi Tantangan Berat di Hong Kong

Kamis, 07 Januari 2021 - 08:45 WIB
loading...
A A A
Dalam pandangan analis politik Derek Yuen, Hong Kong masih diselimuti polarisasi dan kemarahan populis akibat isu UU keamanan dan intervensi Beijing. Apalagi, tidak ada perubahan kebijakan terhadap Hong Kong dari Beijing. “Beijing berharap bisa mebersihkan parlemen Hong Kong secepatnya,” kata Yuen. (Baca juga: Pakai Setelah Seragam Mirip Polisi, Satpam Merasa Lebih Pede)

Media lokal melaporkan, operasi polisi itu termasuk penggeledaan kantor Hong Kong Public Opinion Research Institute (HKPORI) yang mengorganisir pemilu pendahuluan. Panitia pemilu pendahuluan menghancurkan data lebih dari 600.000 orang setelah penghitungan suara.

“Saat ini, Beijing akan melakukan penangkapan dan intimidasi ketika ada kegiatan yang dianggap mengandung konflik dengan kepentingan rezim,” kata Chung Kim Wah, Wakil CEO HKPORI kepada Cable TV. Bagi HKPORI, menurut dia, pihaknya hanya melakukan kerja operasional dan menawarkan jasa kepada siapa saja yang datang kepadanya.

Stasiun televisi publik RTHK melaporkan seorang pengacara asal Amerika Serikat John Clancey juga ikut ditangkap dalam penggeledahan firma hukum Ho, Tse, Wai & Partners. Clancey merupakan ketua Asian Human Rights Commission dan anggota kelompok pro-demokrasi, Power of Democracy, yang terlibat secara independen dan tidak resmi pada pemilu pendahuluan untuk memiliki kandidat oposisi. Sumber di firma hukum itu menyatakan Clancey merupakan pemegang paspor AS. (Baca juga: Tips Merawat Layar Ponsel Agar Tidak Cepat Rusak)

Polisi Hong Kong juga melakukan penggeledahan di rumah para aktivis.Rumah aktivis Joshua Wong,24,aktivis Hong Kong yang pernah ditangkap tahun lalu karena menggelar demonstrasi anti-pemerintah tahun lalu, juga menjadi target penggeledahan untuk mencari barang bukti. Wong dikenal sebagai aktivis yang kritis dan menjadi politikus yang masuk pada pemilu pendahuluan tidak resmi 2020.

UU keamanan baru Hong Kong merupakan upaya China untuk menegakkan aturan keras mengenai Tindakan subversi,tetorisme dan kolusi dengan kekuatan asing dengan ancaman hukuman penjara. UU tersebut diterapkan, otoritas mengatakan hanya akan menarget sekelompok kecil di bekas koloni Inggris yang berpenduduk 7,5 juta jiwa.

Otoritas di Hong Kong dan Beijing menyebutkan UU menjadi elemen vital untuk mengatasi permasalahan keamanan dan pertahanan seiring dengan Gerakan anti-pemerintah dan anti-China yang mengguncang pusat keuangan global pada 2019. Padahal, dulunya Hong Kong dijanjikan sebagai Kawasan otonomi ketika dikembalikan ke Beijing pada 1997 dengan kesepakatan “satu negara, dua sistem”. (Lihat video: Berkah Pandemi, Ikan Patin Makin Digemari)

Dampak awal pemberlakuan UU tersebut, banyak aktivis pro-demokrasi ditangkap,seperti pengusaha media Jimmy Lai, beberapa anggota parlemen pro-demokrasi didiskualifikasi, aktivis melarikan diri ke pengasingan,dan larangan slogan dan lagu yang bernuansa perlawanan dan demokrasi.

“Pengekangan kebebasan politik dan kebebasan berbicara oleh UU keamanan nasional semakin meningkat,” kata Nathan Law, aktivis pro-demokrasi Hong Kong yang melarikan diri ke Inggris. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1223 seconds (0.1#10.140)