Media AS: Trump Frustrasi soal Pilpres AS, Wapres Pence Dicap Pengkhianat
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Presiden Donald Trump terus mengklaim bahwa pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) yang dimenangkan rivalnya, Joe Biden, sarat kecurangan. Namun, media AS melaporkan dia frustrasi dengan orang-orang dekatnya, termasuk Wakil Presiden (Wapres) Mike Pence, karena kurang mendukung klaimnya tersebut.
Axios, mengutip sumber pemerintah Trump, melaporkan pada Selasa (23/12/2020) bahwa sang presiden mengecam para pejabat senior Gedung Putih karena gagal secara aktif mendukung langkahnya untuk membatalkan hasil pilpres . Selain Wapres Pence, penasihat Gedung Putih Pat Cipollone, juga disebut menjadi sasaran kecaman Trump. (Baca: AS Beri Indonesia Miliaran Dollar Jika Normalisasi dengan Israel )
Sumber tersebut mengatakan Cipollone sangat takut bahwa dia kemungkinan akan segera dipecat oleh Trump karena tidak tampak cukup setia.
Orang dalam pemerintahan Trump mengklaim bahwa jika Pence, sebagai presiden Senat, bergerak untuk memvalidasi hasil pilpres selama rapat gabungan Kongres pada 6 Januari, ini berarti "pengkhianatan terakhir" bagi Trump.
"Pada titik ini, jika Anda tidak berada di kamp menggunakan Departemen Keamanan Dalam Negeri atau militer untuk menyita mesin pemungutan suara, presiden menganggap Anda lemah dan di bawah penghinaan," tulis Axios mengutip sumber di pemerintahan Trump.
Daftar target profil tinggi lainnya yang saat ini tidak disukai oleh presiden, menurut laporan Axios, termasuk Menteri Luar Negeri Pompeo, Kepala Staf Gedung Putih Mark Meadows, dan Pemimpin Mayoritas Senat Mitch McConnell, yang merupakan salah satu dari Partai Republik teratas pertama yang memberi selamat kepada Joe Biden atas kemenangannya dalam pilpres Amerika.
Menurut sumber Gedung Putih, pejabat senior saat ini berusaha melakukan yang terbaik untuk menjauh dari "Sayap Barat" sebanyak mungkin. (Baca juga: Lagi, Kapal Perang AS Dekati Pulau yang Diklaim China di Laut China Selatan )
Namun laporan tersebut mengklaim bahwa hadiah untuk "pekerjaan terburuk di Washington" harus tetap diberikan kepada Jeffrey Rosen, yang akan segera menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Jaksa Agung AS setelah jabatan tersebut dikosongkan oleh William Barr pada 23 Desember.
"Konsensusnya adalah dia tidak memiliki gagasan duniawi tentang kegilaan yang dia alami," lanjut laporan Axios.
Axios sebelumnya melaporkan bahwa staf Gedung Putih semakin cemas atas percakapan intens Donald Trump dengan "orang gila atau ahli teori konspirasi" saat mendiskusikan cara untuk membatalkan hasil pilpres.
Trump menyatakan bahwa dia memenangkan pilpres 3 November, dengan mengklaim adanya kecurangan, perusakan surat suara, dan dugaan konspirasi di balik penggunaan sistem pemungutan suara Dominion. Tim kampanyenya telah mengajukan beberapa tuntutan hukum untuk membantah hasil pilpres yang menempatkan Biden sebagai pemenang di beberapa negara bagian medan pertempuran utama.
Jaksa Agung Texas, yang didukung oleh 17 negara bagian, juga mengajukan gugatan hukum besar untuk membatalkan kemenangan Biden di empat wilayah utama; Georgia, Pennsylvania, Michigan, dan Wisconsin. Mahkamah Agung, bagaimanapun, menolak gugatan tersebut.
Pada 14 Desember, Electoral College meresmikan kemenangan Joe Biden dengan 302 suara elektoral melawan 232 yang diterima oleh Trump. Namun, presiden tidak terburu-buru memberi selamat kepada rivalnya dari Partai Demokrat tersebut.
Axios, mengutip sumber pemerintah Trump, melaporkan pada Selasa (23/12/2020) bahwa sang presiden mengecam para pejabat senior Gedung Putih karena gagal secara aktif mendukung langkahnya untuk membatalkan hasil pilpres . Selain Wapres Pence, penasihat Gedung Putih Pat Cipollone, juga disebut menjadi sasaran kecaman Trump. (Baca: AS Beri Indonesia Miliaran Dollar Jika Normalisasi dengan Israel )
Sumber tersebut mengatakan Cipollone sangat takut bahwa dia kemungkinan akan segera dipecat oleh Trump karena tidak tampak cukup setia.
Orang dalam pemerintahan Trump mengklaim bahwa jika Pence, sebagai presiden Senat, bergerak untuk memvalidasi hasil pilpres selama rapat gabungan Kongres pada 6 Januari, ini berarti "pengkhianatan terakhir" bagi Trump.
"Pada titik ini, jika Anda tidak berada di kamp menggunakan Departemen Keamanan Dalam Negeri atau militer untuk menyita mesin pemungutan suara, presiden menganggap Anda lemah dan di bawah penghinaan," tulis Axios mengutip sumber di pemerintahan Trump.
Daftar target profil tinggi lainnya yang saat ini tidak disukai oleh presiden, menurut laporan Axios, termasuk Menteri Luar Negeri Pompeo, Kepala Staf Gedung Putih Mark Meadows, dan Pemimpin Mayoritas Senat Mitch McConnell, yang merupakan salah satu dari Partai Republik teratas pertama yang memberi selamat kepada Joe Biden atas kemenangannya dalam pilpres Amerika.
Menurut sumber Gedung Putih, pejabat senior saat ini berusaha melakukan yang terbaik untuk menjauh dari "Sayap Barat" sebanyak mungkin. (Baca juga: Lagi, Kapal Perang AS Dekati Pulau yang Diklaim China di Laut China Selatan )
Namun laporan tersebut mengklaim bahwa hadiah untuk "pekerjaan terburuk di Washington" harus tetap diberikan kepada Jeffrey Rosen, yang akan segera menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Jaksa Agung AS setelah jabatan tersebut dikosongkan oleh William Barr pada 23 Desember.
"Konsensusnya adalah dia tidak memiliki gagasan duniawi tentang kegilaan yang dia alami," lanjut laporan Axios.
Axios sebelumnya melaporkan bahwa staf Gedung Putih semakin cemas atas percakapan intens Donald Trump dengan "orang gila atau ahli teori konspirasi" saat mendiskusikan cara untuk membatalkan hasil pilpres.
Trump menyatakan bahwa dia memenangkan pilpres 3 November, dengan mengklaim adanya kecurangan, perusakan surat suara, dan dugaan konspirasi di balik penggunaan sistem pemungutan suara Dominion. Tim kampanyenya telah mengajukan beberapa tuntutan hukum untuk membantah hasil pilpres yang menempatkan Biden sebagai pemenang di beberapa negara bagian medan pertempuran utama.
Jaksa Agung Texas, yang didukung oleh 17 negara bagian, juga mengajukan gugatan hukum besar untuk membatalkan kemenangan Biden di empat wilayah utama; Georgia, Pennsylvania, Michigan, dan Wisconsin. Mahkamah Agung, bagaimanapun, menolak gugatan tersebut.
Pada 14 Desember, Electoral College meresmikan kemenangan Joe Biden dengan 302 suara elektoral melawan 232 yang diterima oleh Trump. Namun, presiden tidak terburu-buru memberi selamat kepada rivalnya dari Partai Demokrat tersebut.
(min)