Polisi Filipina Tembak Kepala Seorang Ibu dan Anaknya, Duterte Merasa Ngeri
loading...
A
A
A
Pembunuhan brutal itu memicu gelombang kemarahan yang diarahkan pada pemerintah dan sekali lagi menyoroti pelanggaran yang dirasakan oleh polisi yang disebut-sebut diberanikan oleh presiden.
Namun Presiden Duterte mengatakan Nuezca telah melewati batas. "Anda tidak mengikuti hukum, Anda membunuh, maka saya minta maaf. Itu bukan bagian dari kesepakatan kita tentang bagaimana kita harus melakukan pekerjaan kita...Kunci dia, dan jangan biarkan dia keluar," kata Duterte.
Dia menggambarkan tindakan Nuezca sebagai "penyimpangan" dalam kepolisian. "Dia ada yang salah di kepalanya," katanya.
Tetapi para pengkritik presiden bersikeras bahwa insiden itu bukanlah "insiden terpisah", seperti yang telah ditegaskan sekutunya, dan bahwa itu harus mengarah pada reformasi polisi. Para pengkritik mendesak Duerte menghentikan tindakan keras kontroversialnya terhadap perdagangan narkoba.
Duterte telah berdiri teguh di belakang polisi ketika jumlah kematian dalam perang narkoba melonjak melebihi 8.000 jiwa.
Kelompok hak asasi manusia telah melaporkan jumlah yang lebih tinggi, dan mengatakan kekerasan terus berlanjut bahkan ketika negara itu tetap berada di bawah penguncian akibat virus corona yang diumumkan pada bulan Maret.
Duterte mengaitkan sebagian besar pembunuhan itu dengan perang wilayah di antara geng narkoba, dan polisi yang terlibat dibebaskan dengan mengatakan mereka hanya membalas ketika ditembaki.
Dia mengatakan akan memaafkan petugas yang dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan saat melakukan tindakan keras.
Kritikus mengatakan retorika tingkat tinggi seperti itu ditafsirkan di dalam kepolisian sebagai "izin untuk membunuh".
"Pemerintah tahu bahwa pembunuhan berdarah dingin terhadap seorang Ibu dan anak di Tarlac bukan kasus tersendiri lagi. Polisi haus darah ada di mana-mana," kata anggota Kongres, Ruffy Biazon, kepada Politico, Selasa (22/12/2020). Dia mengatakan itu adalah "gejala dari apa yang bisa membuat kepolisian "sakit".
Namun Presiden Duterte mengatakan Nuezca telah melewati batas. "Anda tidak mengikuti hukum, Anda membunuh, maka saya minta maaf. Itu bukan bagian dari kesepakatan kita tentang bagaimana kita harus melakukan pekerjaan kita...Kunci dia, dan jangan biarkan dia keluar," kata Duterte.
Dia menggambarkan tindakan Nuezca sebagai "penyimpangan" dalam kepolisian. "Dia ada yang salah di kepalanya," katanya.
Tetapi para pengkritik presiden bersikeras bahwa insiden itu bukanlah "insiden terpisah", seperti yang telah ditegaskan sekutunya, dan bahwa itu harus mengarah pada reformasi polisi. Para pengkritik mendesak Duerte menghentikan tindakan keras kontroversialnya terhadap perdagangan narkoba.
Duterte telah berdiri teguh di belakang polisi ketika jumlah kematian dalam perang narkoba melonjak melebihi 8.000 jiwa.
Kelompok hak asasi manusia telah melaporkan jumlah yang lebih tinggi, dan mengatakan kekerasan terus berlanjut bahkan ketika negara itu tetap berada di bawah penguncian akibat virus corona yang diumumkan pada bulan Maret.
Duterte mengaitkan sebagian besar pembunuhan itu dengan perang wilayah di antara geng narkoba, dan polisi yang terlibat dibebaskan dengan mengatakan mereka hanya membalas ketika ditembaki.
Dia mengatakan akan memaafkan petugas yang dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan saat melakukan tindakan keras.
Kritikus mengatakan retorika tingkat tinggi seperti itu ditafsirkan di dalam kepolisian sebagai "izin untuk membunuh".
"Pemerintah tahu bahwa pembunuhan berdarah dingin terhadap seorang Ibu dan anak di Tarlac bukan kasus tersendiri lagi. Polisi haus darah ada di mana-mana," kata anggota Kongres, Ruffy Biazon, kepada Politico, Selasa (22/12/2020). Dia mengatakan itu adalah "gejala dari apa yang bisa membuat kepolisian "sakit".