Terjebak Konflik, 2,3 Juta Anak di Ethiopia Terancam Kelaparan

Kamis, 17 Desember 2020 - 10:12 WIB
loading...
A A A
Ahmed menjadi pemimpin Ethiopia pertama yang berhasil mengakhiri konflik dengan Eritrea. Capaian perdamaian tersebut bahkan mengantarkannya meraih Nobel Perdamaian pada 2019. Namun, beberapa kritikus menilai kesepakatan itu hanya menjadi pakta keamanan sehingga Eritrea dapat membantu Ethiopia.

Seorang agen intelijen Amerika Serikat (AS) yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan tentara Eritrea ada di Tigray untuk membantu Ethiopia memberantas TPLF. “Hal itu sudah tidak diragukan lagi. Tentara TPLF juga mengetahui hal ini sehingga mereka menyerang wilayah Eritrea,” katanya kepada Reuters. (Baca juga: 10 Video Paling Trending di YouTube Sepanjang Tahun 2020)

Tentara Ethiopia berhasil mengambil alih ibu kota Tigray, Mekelle, dari TPLF pada 28 November lalu. Namun, pertempuran masih terjadi di wilayah lain, termasuk di wilayah gunung-gunung batu. “Masih ada tentara atau pasukan khusus TPLF yang berkeliaran dan melakukan serangan secara gerilya,” ujar Redwan.

Sebelum menjadi partai politik, TPLF merupakan kelompok gerilyawan. TPLF memimpin koalisi Front Demokratik Revolusi Rakyat Ethiopia (EPRDF) dari 1989 untuk menggulingkan partai komunis Rakyat Demokrasi Republik Ethiopia (PDRE). Sejak saat itu, TPLF diberi kewenangan memegang pemerintahan di Tigray. (Baca juga: Juventus Mungkin Sedang Menghukum Paolo Dybala)

Kedudukan TPLF di Tigray terancam setelah Ahmed melakukan reformasi pemerintahan secara besar-besaran sejak terpilih pada 2018. Dia berharap sistem demokrasi dapat diterapkan secara utuh dan nasional. Selain itu, masyarakat berharap Ahmed dapat menghapus korupsi dan represi yang banyak terjadi.

Keputusan Ahmed mengirimkan tentara nasional menuju Tigray juga mendapat dukungan penuh dari sebagian masyarakat Ethiopia. Namun, sebagai peraih Nobel Perdamaian, aksi tersebut mendapat kritikan dari akademisi Eropa. Mereka bahkan menilai Ahmed tidak ada bedanya dengan pemimpin yang lain.

Namun, pendukung Ahmed mengatakan pemimpin dan masyarakat Ethiopia tidak semestinya diam jika diserang. Apalagi, aksi militer TPLF tejadi setelah Ahmed membuka ruang diskusi. Menychle Meseret dari University of Gondar mengatakan keputusan Ahmed untuk melindungi kedaulatan negara sudah tepat. (Lihat videonya: Menikmati Indahnya Taman Buang Celosia di Banyumas)

“Negeri ini sedang terancam oleh pasukan bersenjata. TPLF telah melakukan serangan secara terang-terangan. Tidak ada negara yang akan menoleransi hal seperti itu, termasuk negara-negara di Eropa,” kata Meseret. “Saya juga melihat Ahmed merupakan pemimpin yang sabar, toleransi, dan kesempatan berdiskusi.” (Muh Shamil)
(ysw)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1793 seconds (0.1#10.140)