Dunia Waspadai Covid-19 Gelombang Kedua
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gelombang kedua virus corona (Covid-19) menjadi kewaspadaan baru yang kini tengah dihadapi sejumlah negara. Masih rendahnya kesadaran publik dan pelonggaran lockdown menjadi satu di antara pemicu peningkatan virus yang telah memakan korban jiwa hingga empat juta orang tersebut.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mewanti-wanti agar perlu kewaspadaan ekstrem saat pelonggaran karantina wilayah atau lockdown diberlakukan. Peningkatan kasus baru antara lain terjadi di Jerman, China, dan Korea Selatan. Jerman sebelumnya melaporkan akselerasi baru infeksi virus korona setelah memperlonggar lockdown.
Pada Minggu (10/5/2020), kasus baru di China juga dilaporkan muncul lagi di Wuhan, tempat virus ini berawal, setelah sebulan dinyatakan nihil. Sedangkan Korea Selatan dilaporkan sukses menekan penyebaran Covid-19, tetapi kini muncul wabah baru di kluster klub malam.
Di Indonesia kasus positif Covid-19 hingga kemarin telah menembus 14.749 orang dengan 1.007 orang meninggal dunia dan 3.063 lainnya dinyatakan sembuh. Pusat sebaran terbesar masih berada di Pulau Jawa yang mencapai 70%. Upaya memutus rantai sebaran virus dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga telah diterapkan di puluhan daerah dan hingga kini belum satu pun yang berakhir. Namun, sejumlah daerah berencana memperlonggar PSBB seperti Jawa Barat karena menilai kebijakan itu telah memberikan dampak efektif. (Baca: RS Corona di Rusia Terbakar, Lima Pasien tewas Terpanggang)
Direktur Program Kedaruratan WHO Mike Ryan mengungkapkan, ada beberapa negara yang mulai memperlonggar lockdown karena sudah menganggap bisa keluar dari penyebaran virus korona. “Faktanya, ternyata masih diperlukan kewaspadaan ekstrem,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, ketika penyakit virus corona berada pada level rendah, tetap ada risiko kemungkinan virus tersebut bangkit dan beraksi lagi. Ryan pun berharap Jerman, Korea Selatan, dan negara lain mampu menekan kluster baru dan meningkatkan kewaspadaan. Menurut dia, kunci utamanya adalah menghindari kerumunan agar tidak muncul gelombang kedua Covid-19. “Sungguh sangat penting bagi negara untuk membuka mata dan tetap menjaga mata, “ katanya tanpa menyebut nama negara itu. “Jangan pernah menutup mata,” tandasnya.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan, pencabutan ataupun pelonggaran lockdown memang merupakan hal yang sulit dan kompleks. Namun, pelonggaran tersebut memang bisa melindungi kehidupan dan masyarakat. “Tapi, Jerman, Korsel, dan China melaporkan adanya kluster baru di luar episentrum,” ucapnya.
Dalam penelitian terbarunya, WHO menyatakan bahwa tingkat antibodi manusia pada populasi ternyata lebih rendah dibandingkan yang diperkirakan. Itu berarti sebagian besar manusia tetap rawan terinfeksi virus corona. “Ada pola yang konsisten pada sebagian populasi yang memiliki antibodi yang lemah,” kata pakar epidemologi WHO Maria van Kerkhove.
Mengenai rentannya infeksi Covid-19, Ryan memperingatkan negara-negara yang melonggarkan lockdown agar tidak perlu menerapkan kekebalan kelompok. “Kekebalan kelompok sangat berbahaya, kalkulasi yang berbahaya,” ujarnya. (Baca juga: Horor Covid-19 di India: Mayat-mayat Tergeletak di Sebelah Pasien)
Dari China dilaporkan, jumlah kasus Covid-19 menunjukkan peningkatan yakni 17 kasus baru pada Minggu (10/5/2020). Itu menjadi angka tertinggi sejak 28 April silam. Kasus baru tersebut kasus impor termasuk warga China yang baru datang dari luar negeri. Selain itu, lima kasus baru juga berasal dari Wuhan, pusat epidemi virus corona. Itu memicu kekhawatiran kalau penyebaran virus corona akan kembali meluas lagi di Wuhan.
Sementara itu, berdasarkan kajian pandemi sebelumnya, para pakar memperkirakan gelombang kedua terjadi pada waktu yang tidak terlalu jauh dari titik puncak wabah. Kekhawatiran munculnya gelombang kedua karena banyak negara sudah memberlakukan pelanggaran lockdown mulai dari Jerman, Prancis, hingga Inggris.
Juru bicara Komisi Eropa Stefan de Keersmaecker memperingatkan, anggota Uni Eropa seharusnya mempersiapkan inspeksi virus korona gelombang kedua. “Semua pihak harus mengambil kesempatan untuk memperkuat sistem pengawasan,” katanya.
Jokowi Target Sebelum Lebaran
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kasus tertinggi positif korona terdata di Pulau Jawa. Demikian juga angka kematian mayoritas di Pulau Jawa. “Berdasarkan data Gugus Tugas, 70% kasus ada di Pulau Jawa. Demikian juga dengan angka tertinggi kematian 82% juga ada di Jawa,” katanya saat membuka rapat terbatas kemarin.
Dia pun meminta Gugus Tugas memastikan pengendalian korona di Pulau Jawa berjalan optimal. Jokowi menarget sebelum Lebaran, pengendalian Covid-19 ini bisa benar-benar maksimal. “Terutama dalam waktu dua minggu ke depan. Ini kesempatan kita mungkin sampai Lebaran. Itu harus betul-betul kita gunakan,” tuturnya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyatakan, kawasan Jabodetabek yang sebelumnya menjadi episentrum wabah Covid-19 telah menurun. Kecenderungan peningkatan kasus positif saat ini justru terlihat di Jawa Timur (Jatim). “Kita sepakati PSBB akan dilanjutkan berbagai daerah yang sudah melakukan PSBB, sudah 23 daerah,” kata Bidang Operasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Dody Ruswandi dalam Rapat Dengar Pendapat Virtual Komisi VIII DPR dengan BNPB kemarin. (Baca juga: Demi Uji Vaksin, 14.000 Orang Akan Diinfeksi Virus Corona)
Penurunan di Jabodetabek antara lain terjadi di wilayah Bogor. Sedangkan di Bekasi belum turun signifikan karena banyak pabrik yang masih beroperasi. “Beberapa (pabrik) daerah Jabodetabek betul-betul ditutup sehingga arus transportasi ke Jakarta berkurang karena meningkatnya kasus berhubungan dengan arus transportasi,” jelas Plt Deputi Bidang Penanganan Darurat 2 BNPB ini.
Dody mengungkapkan, dari prediksi BNPB, Indonesia ditargetkan masuk puncak pandemi pada akhir Mei atau awal Juni. Tren peningkatan kasus secara drastis saat ini karena BNPB juga tengah meningkatkan kemampuan testing dan kapasitas rumah sakit (RS) di berbagai daerah. “Soal PSBB, pusat mungkin sudah mulai turun, tapi daerah mulai naik. Daerah ini harapannya memang hasil positif kita targetkan untuk naik karena kita itu ditargetkan Pak Presiden bisa 10.000 testing hari,” sebutnya.
Dody menjelaskan, secara teknis memang harus ada peningkatan kasus agar pemerintah bisa mempercepat penyelesaian pandemi Covid-19 ini. Harapannya akan ada penambahan sebanyak 40.000 kasus positif pada minggu depan agar jumlah tersebut bisa mewakili daerah yang termasuk zona merah. “Ini tidak ada hubungan langsung, testing dengan yang di rumah sakit. Yang kita jaga justru yang meninggal ini karena secara statistik yang meninggal 6-7% yang kritis dari semua yang positif,” terangnya. (Andika H Mustaqim/Dita Angga/Kiswondari)
Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mewanti-wanti agar perlu kewaspadaan ekstrem saat pelonggaran karantina wilayah atau lockdown diberlakukan. Peningkatan kasus baru antara lain terjadi di Jerman, China, dan Korea Selatan. Jerman sebelumnya melaporkan akselerasi baru infeksi virus korona setelah memperlonggar lockdown.
Pada Minggu (10/5/2020), kasus baru di China juga dilaporkan muncul lagi di Wuhan, tempat virus ini berawal, setelah sebulan dinyatakan nihil. Sedangkan Korea Selatan dilaporkan sukses menekan penyebaran Covid-19, tetapi kini muncul wabah baru di kluster klub malam.
Di Indonesia kasus positif Covid-19 hingga kemarin telah menembus 14.749 orang dengan 1.007 orang meninggal dunia dan 3.063 lainnya dinyatakan sembuh. Pusat sebaran terbesar masih berada di Pulau Jawa yang mencapai 70%. Upaya memutus rantai sebaran virus dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga telah diterapkan di puluhan daerah dan hingga kini belum satu pun yang berakhir. Namun, sejumlah daerah berencana memperlonggar PSBB seperti Jawa Barat karena menilai kebijakan itu telah memberikan dampak efektif. (Baca: RS Corona di Rusia Terbakar, Lima Pasien tewas Terpanggang)
Direktur Program Kedaruratan WHO Mike Ryan mengungkapkan, ada beberapa negara yang mulai memperlonggar lockdown karena sudah menganggap bisa keluar dari penyebaran virus korona. “Faktanya, ternyata masih diperlukan kewaspadaan ekstrem,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, ketika penyakit virus corona berada pada level rendah, tetap ada risiko kemungkinan virus tersebut bangkit dan beraksi lagi. Ryan pun berharap Jerman, Korea Selatan, dan negara lain mampu menekan kluster baru dan meningkatkan kewaspadaan. Menurut dia, kunci utamanya adalah menghindari kerumunan agar tidak muncul gelombang kedua Covid-19. “Sungguh sangat penting bagi negara untuk membuka mata dan tetap menjaga mata, “ katanya tanpa menyebut nama negara itu. “Jangan pernah menutup mata,” tandasnya.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan, pencabutan ataupun pelonggaran lockdown memang merupakan hal yang sulit dan kompleks. Namun, pelonggaran tersebut memang bisa melindungi kehidupan dan masyarakat. “Tapi, Jerman, Korsel, dan China melaporkan adanya kluster baru di luar episentrum,” ucapnya.
Dalam penelitian terbarunya, WHO menyatakan bahwa tingkat antibodi manusia pada populasi ternyata lebih rendah dibandingkan yang diperkirakan. Itu berarti sebagian besar manusia tetap rawan terinfeksi virus corona. “Ada pola yang konsisten pada sebagian populasi yang memiliki antibodi yang lemah,” kata pakar epidemologi WHO Maria van Kerkhove.
Mengenai rentannya infeksi Covid-19, Ryan memperingatkan negara-negara yang melonggarkan lockdown agar tidak perlu menerapkan kekebalan kelompok. “Kekebalan kelompok sangat berbahaya, kalkulasi yang berbahaya,” ujarnya. (Baca juga: Horor Covid-19 di India: Mayat-mayat Tergeletak di Sebelah Pasien)
Dari China dilaporkan, jumlah kasus Covid-19 menunjukkan peningkatan yakni 17 kasus baru pada Minggu (10/5/2020). Itu menjadi angka tertinggi sejak 28 April silam. Kasus baru tersebut kasus impor termasuk warga China yang baru datang dari luar negeri. Selain itu, lima kasus baru juga berasal dari Wuhan, pusat epidemi virus corona. Itu memicu kekhawatiran kalau penyebaran virus corona akan kembali meluas lagi di Wuhan.
Sementara itu, berdasarkan kajian pandemi sebelumnya, para pakar memperkirakan gelombang kedua terjadi pada waktu yang tidak terlalu jauh dari titik puncak wabah. Kekhawatiran munculnya gelombang kedua karena banyak negara sudah memberlakukan pelanggaran lockdown mulai dari Jerman, Prancis, hingga Inggris.
Juru bicara Komisi Eropa Stefan de Keersmaecker memperingatkan, anggota Uni Eropa seharusnya mempersiapkan inspeksi virus korona gelombang kedua. “Semua pihak harus mengambil kesempatan untuk memperkuat sistem pengawasan,” katanya.
Jokowi Target Sebelum Lebaran
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kasus tertinggi positif korona terdata di Pulau Jawa. Demikian juga angka kematian mayoritas di Pulau Jawa. “Berdasarkan data Gugus Tugas, 70% kasus ada di Pulau Jawa. Demikian juga dengan angka tertinggi kematian 82% juga ada di Jawa,” katanya saat membuka rapat terbatas kemarin.
Dia pun meminta Gugus Tugas memastikan pengendalian korona di Pulau Jawa berjalan optimal. Jokowi menarget sebelum Lebaran, pengendalian Covid-19 ini bisa benar-benar maksimal. “Terutama dalam waktu dua minggu ke depan. Ini kesempatan kita mungkin sampai Lebaran. Itu harus betul-betul kita gunakan,” tuturnya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyatakan, kawasan Jabodetabek yang sebelumnya menjadi episentrum wabah Covid-19 telah menurun. Kecenderungan peningkatan kasus positif saat ini justru terlihat di Jawa Timur (Jatim). “Kita sepakati PSBB akan dilanjutkan berbagai daerah yang sudah melakukan PSBB, sudah 23 daerah,” kata Bidang Operasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Dody Ruswandi dalam Rapat Dengar Pendapat Virtual Komisi VIII DPR dengan BNPB kemarin. (Baca juga: Demi Uji Vaksin, 14.000 Orang Akan Diinfeksi Virus Corona)
Penurunan di Jabodetabek antara lain terjadi di wilayah Bogor. Sedangkan di Bekasi belum turun signifikan karena banyak pabrik yang masih beroperasi. “Beberapa (pabrik) daerah Jabodetabek betul-betul ditutup sehingga arus transportasi ke Jakarta berkurang karena meningkatnya kasus berhubungan dengan arus transportasi,” jelas Plt Deputi Bidang Penanganan Darurat 2 BNPB ini.
Dody mengungkapkan, dari prediksi BNPB, Indonesia ditargetkan masuk puncak pandemi pada akhir Mei atau awal Juni. Tren peningkatan kasus secara drastis saat ini karena BNPB juga tengah meningkatkan kemampuan testing dan kapasitas rumah sakit (RS) di berbagai daerah. “Soal PSBB, pusat mungkin sudah mulai turun, tapi daerah mulai naik. Daerah ini harapannya memang hasil positif kita targetkan untuk naik karena kita itu ditargetkan Pak Presiden bisa 10.000 testing hari,” sebutnya.
Dody menjelaskan, secara teknis memang harus ada peningkatan kasus agar pemerintah bisa mempercepat penyelesaian pandemi Covid-19 ini. Harapannya akan ada penambahan sebanyak 40.000 kasus positif pada minggu depan agar jumlah tersebut bisa mewakili daerah yang termasuk zona merah. “Ini tidak ada hubungan langsung, testing dengan yang di rumah sakit. Yang kita jaga justru yang meninggal ini karena secara statistik yang meninggal 6-7% yang kritis dari semua yang positif,” terangnya. (Andika H Mustaqim/Dita Angga/Kiswondari)
(ysw)