Polemik Kartun Nabi Muhammad, Menlu Prancis Sebut Negaranya Menghormati Islam
loading...
A
A
A
KAIRO - Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis , Jean-Yves Le Drian, menegaskan negaranya menghormati Islam. Hal itu dia sampaikan selama kunjungan ke Kairo pada hari Minggu di tengah perselisihan Prancis dengan dunia Muslim atas pembelaan pemerintah terhadap penerbitan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad SAW .
Kunjungan Menlu Le Drian terjadi setelah beberapa serangan di Prancis, yang terindiksi dipicu oleh kemarahan atas pembelaan kartun—yang dianggap menista Muslim—sebagai kebebasan berekspresi. (Baca: Imam Al Azhar: Jika Menghina Nabi Muhammad Kebebasan Berekspresi, Kami Tegas Menolak )
Setelah bertemu dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Menteri Luar Negeri Sameh Shoukry, Le Drian mengatakan kampanye "anti-Prancis" di dunia Muslim sering kali merupakan hasil dari distorsi komentar Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang masalah tersebut.
"Kami memiliki prinsip pertama yang merupakan penghormatan tertinggi kepada Islam," kata Le Drian. "Saya juga ingin mengatakan bahwa Muslim adalah bagian penuh dari masyarakat di Prancis," katanya lagi, seperti dikutip Reuters, Senin (9/11/2020).
"Pesan kedua adalah bahwa kita dihadapkan pada ancaman terorisme, fanatisme, di tanah kita tetapi juga di tempat lain, dan pertempuran ini adalah pertempuran bersama."
Le Drian mengatakan dia memiliki pertukaran pandangan yang panjang, yang ditandai "kejujuran yang besar" dengan Sheikh Ahmed al-Tayeb, Imam Besar Al Azhar Al Sharif. (Baca: Putra Mahkota Abu Dhabi Telepon Macron: Kekerasan Tak Wakili Ajaran Nabi Muhammad )
"Saya mencatat banyak poin perbedaan dalam analisis kami. Saya mengatakan kepada Imam Besar betapa kami membutuhkan suara keseimbangan, toleransi dan moderasi," kata Le Drian kepada wartawan.
Pejabat Prancis kemudian mengatakan Le Drian bermaksud mengatakan "konvergensi", bukan "divergensi".
Menurut Le Drian, satu-satunya pertempuran yang dilakukan Prancis bersama Mesir dan negara-negara lain adalah melawan ekstremisme.
"Imam Besar menyarankan agar kita bekerja sama untuk memperdalam pertemuan umum ini," ujarnya.
Dalam pernyataan tertulis tentang pertemuan tersebut, Al Tayeb mengatakan dirinya telah menekankan bahwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW tidak dapat diterima.
"Saya orang pertama yang memprotes kebebasan berekspresi jika kebebasan ini melanggar agama apa pun, tidak hanya Islam," katanya. (Baca juga: Biden Presiden Terpilih AS: Raja Salman, Putin hingga Erdogan Bungkam )
"Kami menolak untuk menggambarkan terorisme sebagai Islam," ujarnya. "Al Azhar mewakili suara hampir dua miliar Muslim, dan saya katakan bahwa teroris tidak mewakili kami, dan kami tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka."
Kunjungan Menlu Le Drian terjadi setelah beberapa serangan di Prancis, yang terindiksi dipicu oleh kemarahan atas pembelaan kartun—yang dianggap menista Muslim—sebagai kebebasan berekspresi. (Baca: Imam Al Azhar: Jika Menghina Nabi Muhammad Kebebasan Berekspresi, Kami Tegas Menolak )
Setelah bertemu dengan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi dan Menteri Luar Negeri Sameh Shoukry, Le Drian mengatakan kampanye "anti-Prancis" di dunia Muslim sering kali merupakan hasil dari distorsi komentar Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang masalah tersebut.
"Kami memiliki prinsip pertama yang merupakan penghormatan tertinggi kepada Islam," kata Le Drian. "Saya juga ingin mengatakan bahwa Muslim adalah bagian penuh dari masyarakat di Prancis," katanya lagi, seperti dikutip Reuters, Senin (9/11/2020).
"Pesan kedua adalah bahwa kita dihadapkan pada ancaman terorisme, fanatisme, di tanah kita tetapi juga di tempat lain, dan pertempuran ini adalah pertempuran bersama."
Le Drian mengatakan dia memiliki pertukaran pandangan yang panjang, yang ditandai "kejujuran yang besar" dengan Sheikh Ahmed al-Tayeb, Imam Besar Al Azhar Al Sharif. (Baca: Putra Mahkota Abu Dhabi Telepon Macron: Kekerasan Tak Wakili Ajaran Nabi Muhammad )
"Saya mencatat banyak poin perbedaan dalam analisis kami. Saya mengatakan kepada Imam Besar betapa kami membutuhkan suara keseimbangan, toleransi dan moderasi," kata Le Drian kepada wartawan.
Pejabat Prancis kemudian mengatakan Le Drian bermaksud mengatakan "konvergensi", bukan "divergensi".
Menurut Le Drian, satu-satunya pertempuran yang dilakukan Prancis bersama Mesir dan negara-negara lain adalah melawan ekstremisme.
"Imam Besar menyarankan agar kita bekerja sama untuk memperdalam pertemuan umum ini," ujarnya.
Dalam pernyataan tertulis tentang pertemuan tersebut, Al Tayeb mengatakan dirinya telah menekankan bahwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW tidak dapat diterima.
"Saya orang pertama yang memprotes kebebasan berekspresi jika kebebasan ini melanggar agama apa pun, tidak hanya Islam," katanya. (Baca juga: Biden Presiden Terpilih AS: Raja Salman, Putin hingga Erdogan Bungkam )
"Kami menolak untuk menggambarkan terorisme sebagai Islam," ujarnya. "Al Azhar mewakili suara hampir dua miliar Muslim, dan saya katakan bahwa teroris tidak mewakili kami, dan kami tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka."
(min)