Kalah Pilpres AS, Trump Fokus Selamatkan Diri dan Keluarga
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump justru tidak disibukkan dengan legasi dan legitimasi yang hendak ditinggalkan selepas kekalahannya pada pemilu presiden. Dia kini fokus menyelamatkan diri dan keluarganya dari jeratan hukum yang bisa memenjarakannya.
Sebagai strategi untuk penyelamatan, Trump dipercaya sedang mencoba untuk memberikan pengampunan bagi tiga anaknya, menantunya, dan pengacaranya, Rudy Giuliani. Hal itu dilakukan karena dia khawatir jika jaksa agung pemerintahan Joe Biden mendatang akan menarget dan memenjarakan Donald Trump Jr, Eric Trump, Ivanka Trump, dan suaminya, Jared Kushner, beserta Giuliani. (Baca: Trump Siap Come Back di Pilpres 2024)
Dengan memberikan pengampunan lebih awal bagi mereka, Trump bisa melindungi keluarga dan pengacaranya dari dakwaan federal. Pembawa acara talk show konservatif, Sean Hannity, yang memiliki kedekatan dengan Trump, mengungkapkan ide pemberian pengampunan lebih awal tersebut. “Presiden Trump membuka pintu untuk memberikan pengampunan bagi seluruh keluarga dan dirinya karena ingin para pemburu penyihir itu bisa melanjutkan keabadian, mereka juga dipenuhi dengan kemarahan dan kegilaan terhadap Presiden Trump,” kata Hannity, kepada New York Times.
CNN pun melaporkan kalau publik bingung dengan strategi pengampunan Trump sebelum melepaskan diri dari Gedung Putih. Trump juga sebelumnya memberikan pengampunan kepada para penasihatnya, seperti Michael Flynn, yang dinyatakan berbohong dua kali kepada FBI. Pemberian pengampunan kepada keluarga Trump sendiri juga membingungkan karena mereka juga belum didakwa melakukan kejahatan satu pun. Selama ini Departemen Kehakiman AS memang menyelidiki skema suap pemberian pengampunan yang dilakukan Trump.
Apa yang dilakukan Trump pun telah dilakukan Presiden AS sebelumnya. Seperti Presiden Andrew Johnson memberikan pengampunan kepada para sekutunya. Presiden Jimmy Carter juga memberikan pengampunan kepada orang-orang yang terlibat dalam Perang Vietnam. Pengampunan paling mahal dilakukan Presiden Gerald Ford kepada pendahulunya, Richard Nixon. Itu dilakukan sebulan setelah Nixon mengundurkan diri. Ide Ford tersebut pun dianggap hal ideal. (Baca juga: Sekolah Tatap Muka, Perlu Patroli Khusus Awasi Mobilisasi Siswa)
Frank Bowman, pakar konstitusi dari Sekolah Hukum Universitas Missouri, mengungkapkan pengampunan presiden memang memiliki kekuatan hukum. “Pengampunan itu bisa melewati hukum, juga bisa dilakukan sebelum proses hukum dilakukan ataupun proses dakwaan dilakukan,” katanya, dilansir CNN.
Faktanya, upaya untuk memberikan pengampunan lebih dini menunjukkan adanya dugaan suatu kesalahan atau kejahatan yang dilakukan Trump dan keluarga serta koleganya. Padahal, Trump sudah memecah belah bangsa AS dengan tidak mengakui hasil pemilu dan melakukan upaya penegasan bahwa semua dakwaan terhadap diri dan koleganya adalah hoaks.
Pada pertengahan November lalu, Biden sudah menegaskan bahwa pemerintahan mendatang akan bergerak meninggalkan era Trump dan maju ke depan. Tokoh Partai Republik berhaluan moderat, Charlie Dent, dari Pennsylvani menyatakan Trump sudah membayar mahal harga politik. “Pemakzulan terhadap Trump menjadi terhadap catatan Trump, reputasi dan legasinya. Itu akan menyakitkan,” ujarnya. (Baca juga: Telur rebus Banyak Manfaatnya Lho, Ini Salah Satunya)
Apakah Biden akan membidik Trump ? Dalam pandangan Bowman, pemerintahan Biden akan ragu untuk memenjarakan Trump. “Pemerintah Biden akan berhati-hati mendakwa mantan presiden, termasuk Trump,” katanya. Itu dikarenakan bisa menyebabkan dampak lebih besar karena Trump mendapatkan dukungan dari 70 juta penduduk AS. Jika Biden ngotot akan mendakwa Trump, bisa jadi itu akan mendapatkan gangguan yang besar dari para pendukung Trump.
Namun, pemerintahan Biden tidak bisa menghentikan Kongres yang bisa saja mengajukan usulan penyelidikan kejahatan yang dilakukan Trump. Apalagi Dewan Perwakilan Rakyat AS dikuasai oleh Partai Demokrat.
Trump memang punya privilese atau hak istimewa, antara lain perlindungan dari gugatan hukum—baik perdata maupun pidana saat masih berkuasa. Namun, hak tersebut akan dicabut menyusul kekalahannya dalam pemilihan presiden 2020. Trump akan menjadi warga negara biasa.
"Begitu ia meninggalkan Gedung Putih, atmosfernya akan langsung berubah," ujar Daniel R Alonso, mantan jaksa federal dan jaksa di negara bagian New York kepada BBC. "Tak ada lagi kekuasaan yang bisa membuatnya terlindungi dari investigasi hukum," kata Alonso. (Baca juga: Sri Mulyani geber Aparat Panjak untuk Dongkrak Penerimaan)
Kasus Hukum Trump dan Keluarganya
Reuters melaporkan kantor Departemen Kehakiman AS tengah menyelidiki potensi kejahatan terkait aliran uang ke Gedung Putih terkait pengampunan yang diberikan Trump. Hakim distrik AS Beryl Howell mengungkapkan perintah penyelidikan yang dia sebut sebagai penyelidikan “suap untuk pengampunan”.
Dokumen setebal 18 halaman menampilkan skema penyuapan tetapi tidak menyebut siapa saja yang terlibat. Pejabat Departemen Kehakiman menyatakan tidak ada pegawai pemerintah yang menjadi target penyelidikan. Dugaan suap itu diselidiki setelah adanya seseorang yang menawarkan kontribusi politik untuk ditukar dengan pengampunan presiden. Namun, Trump menyebut penyelidikan itu sebagai berita bohong.
Bukan hanya kasus itu yang terbaru, Ivanka Trump , putri dan penasihat politik Trump, diinterogasi di bawah sumpah karena adanya gugatan hukum mengenai penyalahgunaan dana nirlaba untuk pelantikan Trump sekitar empat tahun lalu. Jaksa Agung Distrik Columbia Karl Racine mengungkapkan dokumen pengadilan tersebut. Gugatan hukum itu, Racine mengklaim bisnis Trump dan entitas lainnya menyalahgunakan dana nirlaba untuk memperkaya keluarga Trump. Komite Pelantikan Presiden berkoordinasi dengan keluarga Trump untuk membayar lebih dalam penyewaan di Trump International Hotel di Washington. (Lihat videonya: Usai Imunisasi, Seorang Balita di Tulang Bawang Meninggal Dunia)
Dalam satu kasus dijelaskan pembayaran senilai USD300.000 untuk menggelar resepsi pribadi di hotel tersebut untuk tiga anak Trump, yakni Donald Jr, Ivanka, dan Eric pada 20 Januari 2017. “Hukum distrik menyatakan nirlaba digunakan untuk kepentingan publik, bukan kepentingan pribadi,” ujar Racine. Gugatan hukum itu meminta pengembalian USD1 juta yang telah mengalir ke bisnis keluarga Trump.
Juru bicara Gedung Putih tidak merespons mengenal hal itu. Namun, komite pelantikan presiden menyatakan keuangan mereka telah diaudit secara independen dan semua uangnya telah digunakan sesuai hukum. Komite pelantikan juga bisa menerima donasi tanpa batas, termasuk dari korporasi. Mereka mendapatkan USD107 juta untuk pelantikan Trump dari seorang investor dan pengusaha properti Thomas Barrack. (Andika H Mustaqim)
Sebagai strategi untuk penyelamatan, Trump dipercaya sedang mencoba untuk memberikan pengampunan bagi tiga anaknya, menantunya, dan pengacaranya, Rudy Giuliani. Hal itu dilakukan karena dia khawatir jika jaksa agung pemerintahan Joe Biden mendatang akan menarget dan memenjarakan Donald Trump Jr, Eric Trump, Ivanka Trump, dan suaminya, Jared Kushner, beserta Giuliani. (Baca: Trump Siap Come Back di Pilpres 2024)
Dengan memberikan pengampunan lebih awal bagi mereka, Trump bisa melindungi keluarga dan pengacaranya dari dakwaan federal. Pembawa acara talk show konservatif, Sean Hannity, yang memiliki kedekatan dengan Trump, mengungkapkan ide pemberian pengampunan lebih awal tersebut. “Presiden Trump membuka pintu untuk memberikan pengampunan bagi seluruh keluarga dan dirinya karena ingin para pemburu penyihir itu bisa melanjutkan keabadian, mereka juga dipenuhi dengan kemarahan dan kegilaan terhadap Presiden Trump,” kata Hannity, kepada New York Times.
CNN pun melaporkan kalau publik bingung dengan strategi pengampunan Trump sebelum melepaskan diri dari Gedung Putih. Trump juga sebelumnya memberikan pengampunan kepada para penasihatnya, seperti Michael Flynn, yang dinyatakan berbohong dua kali kepada FBI. Pemberian pengampunan kepada keluarga Trump sendiri juga membingungkan karena mereka juga belum didakwa melakukan kejahatan satu pun. Selama ini Departemen Kehakiman AS memang menyelidiki skema suap pemberian pengampunan yang dilakukan Trump.
Apa yang dilakukan Trump pun telah dilakukan Presiden AS sebelumnya. Seperti Presiden Andrew Johnson memberikan pengampunan kepada para sekutunya. Presiden Jimmy Carter juga memberikan pengampunan kepada orang-orang yang terlibat dalam Perang Vietnam. Pengampunan paling mahal dilakukan Presiden Gerald Ford kepada pendahulunya, Richard Nixon. Itu dilakukan sebulan setelah Nixon mengundurkan diri. Ide Ford tersebut pun dianggap hal ideal. (Baca juga: Sekolah Tatap Muka, Perlu Patroli Khusus Awasi Mobilisasi Siswa)
Frank Bowman, pakar konstitusi dari Sekolah Hukum Universitas Missouri, mengungkapkan pengampunan presiden memang memiliki kekuatan hukum. “Pengampunan itu bisa melewati hukum, juga bisa dilakukan sebelum proses hukum dilakukan ataupun proses dakwaan dilakukan,” katanya, dilansir CNN.
Faktanya, upaya untuk memberikan pengampunan lebih dini menunjukkan adanya dugaan suatu kesalahan atau kejahatan yang dilakukan Trump dan keluarga serta koleganya. Padahal, Trump sudah memecah belah bangsa AS dengan tidak mengakui hasil pemilu dan melakukan upaya penegasan bahwa semua dakwaan terhadap diri dan koleganya adalah hoaks.
Pada pertengahan November lalu, Biden sudah menegaskan bahwa pemerintahan mendatang akan bergerak meninggalkan era Trump dan maju ke depan. Tokoh Partai Republik berhaluan moderat, Charlie Dent, dari Pennsylvani menyatakan Trump sudah membayar mahal harga politik. “Pemakzulan terhadap Trump menjadi terhadap catatan Trump, reputasi dan legasinya. Itu akan menyakitkan,” ujarnya. (Baca juga: Telur rebus Banyak Manfaatnya Lho, Ini Salah Satunya)
Apakah Biden akan membidik Trump ? Dalam pandangan Bowman, pemerintahan Biden akan ragu untuk memenjarakan Trump. “Pemerintah Biden akan berhati-hati mendakwa mantan presiden, termasuk Trump,” katanya. Itu dikarenakan bisa menyebabkan dampak lebih besar karena Trump mendapatkan dukungan dari 70 juta penduduk AS. Jika Biden ngotot akan mendakwa Trump, bisa jadi itu akan mendapatkan gangguan yang besar dari para pendukung Trump.
Namun, pemerintahan Biden tidak bisa menghentikan Kongres yang bisa saja mengajukan usulan penyelidikan kejahatan yang dilakukan Trump. Apalagi Dewan Perwakilan Rakyat AS dikuasai oleh Partai Demokrat.
Trump memang punya privilese atau hak istimewa, antara lain perlindungan dari gugatan hukum—baik perdata maupun pidana saat masih berkuasa. Namun, hak tersebut akan dicabut menyusul kekalahannya dalam pemilihan presiden 2020. Trump akan menjadi warga negara biasa.
"Begitu ia meninggalkan Gedung Putih, atmosfernya akan langsung berubah," ujar Daniel R Alonso, mantan jaksa federal dan jaksa di negara bagian New York kepada BBC. "Tak ada lagi kekuasaan yang bisa membuatnya terlindungi dari investigasi hukum," kata Alonso. (Baca juga: Sri Mulyani geber Aparat Panjak untuk Dongkrak Penerimaan)
Kasus Hukum Trump dan Keluarganya
Reuters melaporkan kantor Departemen Kehakiman AS tengah menyelidiki potensi kejahatan terkait aliran uang ke Gedung Putih terkait pengampunan yang diberikan Trump. Hakim distrik AS Beryl Howell mengungkapkan perintah penyelidikan yang dia sebut sebagai penyelidikan “suap untuk pengampunan”.
Dokumen setebal 18 halaman menampilkan skema penyuapan tetapi tidak menyebut siapa saja yang terlibat. Pejabat Departemen Kehakiman menyatakan tidak ada pegawai pemerintah yang menjadi target penyelidikan. Dugaan suap itu diselidiki setelah adanya seseorang yang menawarkan kontribusi politik untuk ditukar dengan pengampunan presiden. Namun, Trump menyebut penyelidikan itu sebagai berita bohong.
Bukan hanya kasus itu yang terbaru, Ivanka Trump , putri dan penasihat politik Trump, diinterogasi di bawah sumpah karena adanya gugatan hukum mengenai penyalahgunaan dana nirlaba untuk pelantikan Trump sekitar empat tahun lalu. Jaksa Agung Distrik Columbia Karl Racine mengungkapkan dokumen pengadilan tersebut. Gugatan hukum itu, Racine mengklaim bisnis Trump dan entitas lainnya menyalahgunakan dana nirlaba untuk memperkaya keluarga Trump. Komite Pelantikan Presiden berkoordinasi dengan keluarga Trump untuk membayar lebih dalam penyewaan di Trump International Hotel di Washington. (Lihat videonya: Usai Imunisasi, Seorang Balita di Tulang Bawang Meninggal Dunia)
Dalam satu kasus dijelaskan pembayaran senilai USD300.000 untuk menggelar resepsi pribadi di hotel tersebut untuk tiga anak Trump, yakni Donald Jr, Ivanka, dan Eric pada 20 Januari 2017. “Hukum distrik menyatakan nirlaba digunakan untuk kepentingan publik, bukan kepentingan pribadi,” ujar Racine. Gugatan hukum itu meminta pengembalian USD1 juta yang telah mengalir ke bisnis keluarga Trump.
Juru bicara Gedung Putih tidak merespons mengenal hal itu. Namun, komite pelantikan presiden menyatakan keuangan mereka telah diaudit secara independen dan semua uangnya telah digunakan sesuai hukum. Komite pelantikan juga bisa menerima donasi tanpa batas, termasuk dari korporasi. Mereka mendapatkan USD107 juta untuk pelantikan Trump dari seorang investor dan pengusaha properti Thomas Barrack. (Andika H Mustaqim)
(ysw)