Perang Teluk Akan Kembali Pecah?

Senin, 30 November 2020 - 10:35 WIB
loading...
A A A
Pembunuhan terhadap ilmuwan nuklir Iran, Mohsen Fakhrizadeh , tidak akan berdampak serius terhadap program nuklir negara tersebut. Insiden tersebut justru akan membuat kesepakatan untuk membatasi program nuklir Iran sulit dikendalikan.

Israel merupakan negara yang diyakini sebagai dalang pembunuhan Fakhrizadeh. Badan intelijen Israel, Mossad, dilaporkan di belakang aksi pembunuhan terhadap ilmuwan nuklir Iran lainnya. Para pejabat Israel membenarkan kalau agen Mossad memang kerap mengincar para ilmuwan nuklir tersebut.

Kematian ilmuwan Iran itu merupakan rangkaian serangan yang terakhir dengan tudingan arsiteknya adalah Israel. Menurut para mantan pejabat, pemerintahan Barack Obama dulu pernah meminta Israel tidak melanjutkan program pembunuhan ilmuwan Iran pada 2013 ketika Teheran mau bergabung dengan perundingan untuk menghentikan aktivitas nuklirnya. (Baca juga: Manfaat Kesehatan dan Nutrisi Susu Kambing)

Pada pemerintahan Joe Biden mendatang dipastikan dia juga akan menentang program pembunuhan para ilmuwan tersebut. Apalagi, Biden juga akan menghidupkan kembali program perjanjian nuklirnya dengan Iran yang ditinggalkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

“Saya pikir mereka (Israel) telah mendapatkan lampu hijau dari Washington,” kata Dina Esfandiary, peneliti di Century Foundation, salah satu think tank ternama. “Saya tidak berpikir tidak akan melakukannya tanpa (persetujuan Washington),” imbuhnya.

Apa motif pembunuhan ilmuwan tersebut? Esfandiary menegaskan, itu dilakukan untuk melakukan menekan Iran melakukan hal bodoh agar menjamin pemerintahan Biden bisa terikat ketika mereka mulai melaksanakan negosiasi dan menurunkan ekskalasi.

Namun demikian, pembunuhan Fakhrizadeh tidak akan berdampak banyak. Meskipun badan pengamat nuklir Badan Energi Atom Internasional (IAEA) telah menyebutkan kalau Fakhrizadeh merupakan otak di belakang rencana Amad yag mengembangkan bom nuklir. IAEA menyebutkan Amad yang dibubarkan pada 2003, tetapi Fakhrizadeh masih memiliki jaringan ilmuwan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman membuat senjata nuklir. Dengan tidak bekerja sejak 2003, tugas Fakhrizadeh melakukan koordinasi. (Baca juga: Susi Pudjiaastuti Berpeluang Gantikan Edhy Prabowo Jika Gerindra Menolak)

Ariane Tabatabai, peneliti Timur Tengah di German Marshall Fund, membandingkan pembunuhan Fakhrizadeh dengan pembunuhan jenderal Garda Revolusi Qassem Suleimani pada awal tahun ini. “Fakhrizadeh merupakan jaringan utama dari program nuklir Iran yang dijuga dikoordinasi oleh Suleimani,” kata Tabatabai. Dia mengungkapkan, Fakhrizadeh merupakan alat untuk mengembangkan dan menciptakan infrastruktur. “Kematiannya bukan hal fundamental untuk menghalau program nuklir Iran,” jelasnya dilansir Guardian.

Kalau Ellie Geranmayeh, peneliti senior di European Council on Foreign Relations, sepakat dengan perbandingan tersebut. Dia mengungkapkan, pembunuhan itu tidak akan berdampak pada penurunan kapasitas kemampuan nuklir Iran, jika Teheran menempuh opsi melakukan pengembangan nuklir.

“Ketika Fakhrizadeh diyakini memainkan peranan penting dalam aktivitas nuklir Iran, program itu tidak mungkin dipegang oleh satu orang. Misalnya, Pasukan Garda Revolusi Iran juga bukan hanya kasus pembunuhan Soleimani semata,” kata Geranmayeh. Dia menegaskan, tujuan pembunuhan Fakhrizadeh tidak ingin melemahkan program nuklir, tetapi melemahkan diplomasi. (Lihat videonya: Langgar Prokes, Kafe Ditutup)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1429 seconds (0.1#10.140)