Presiden Prancis Sangat Kaget Soal Polisi Pukuli Pria Kulit Hitam
loading...
A
A
A
PARIS - Presiden Prancis Emmanuel Macron sangat terkejut dengan gambar-gambar yang menunjukkan seorang pria kulit hitam dipukuli dan dilecehkan secara rasis oleh polisi Paris.
Pria kulit hitam bernama Michel itu berprofesi sebagai produsen musik. Otoritas Prancis kini menyelidiki kasus pelecehan rasial dan kekerasan pada pria itu saat pemeriksaan polisi.
Kejadian itu terekam CCTV dan beredar sehingga memicu reaksi publik.
Pemukulan di bagian dalam gerbang masuk satu gedung itu terekam dalam rekaman CCTV dan beredar online serta menjadi berita utama di saluran televisi Prancis. (Baca Juga: Parlemen Prancis dan UE Dorong Sanksi untuk Turki Bulan Depan)
Dugaan serangan terhadap Michel itu berisiko mengobarkan ketegangan rasial yang dipicu berbagai tuduhan kebrutalan polisi berulang kali terhadap warga dan etnis kulit hitam. (Lihat Infografis: Mengenal Iglesia Maradoniana, Agama untuk Puja Maradona)
Konflik ini memanas setelah kematian pria kulit hitam George Floyd di Minneapolis, Amerika Serikat (AS), pada Mei yang memicu gerakan "BlackLivesMatter" di penjuru dunia. (Lihat Video: Rizieq Shihab Dirawat di RS Ummi, Bogor)
Polisi Paris telah menghadapi kritik pekan ini setelah foto dan video media sosial menunjukkan petugas memukuli pengunjuk rasa ketika mereka membersihkan tempat perkemahan migran ilegal di alun-alun pusat kota Paris.
Produser musik tersebut mengatakan kepada wartawan bahwa dia dilompati oleh polisi di studionya di arondisemen ke-17 Paris pada 21 November.
Dia mengaku berjalan di jalan tanpa masker sehingga melanggar protokol kesehatan COVID-19 Prancis. Setelah melihat mobil polisi, dia pergi ke studionya di dekatnya untuk menghindari denda. Namun, katanya, polisi mengikutinya masuk ke dalam dan mulai menyerang serta melecehkannya secara rasial.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Prancis Gerald Darmanin mengatakan bahwa para petugas akan diberi sanksi jika dugaan kesalahan itu memang terjadi.
Insiden tersebut terjadi di tengah kontroversi rancangan undang-undang (RUU) yang membatasi kemampuan jurnalis untuk menampilkan gambar petugas polisi Prancis yang sedang bekerja.
Menanggapi protes dan keluhan dari para pendukung kebebasan berekspresi, kantor perdana menteri (PM) mengatakan bahwa mereka akan membentuk komisi independen yang bertugas mengusulkan versi baru dari undang-undang (UU) tersebut.
Beberapa protes "BlackLivesMatter" pecah di Paris pada Juni, sebulan setelah kematian George Floyd setelah seorang petugas polisi kulit putih berlutut di lehernya di jalan selama hampir sembilan menit saat menangkapnya.
Kemarahan yang ditimbulkan oleh kematian Floyd bergema di Prancis, khususnya di pinggiran kota yang terpencil di mana polisi sering bentrok dengan para pemuda dari latar belakang etnis minoritas.
Protes di Paris pada Juni fokus pada kasus orang yang meninggal selama operasi polisi, seperti Adama Traore, yang meninggal dalam penahanan polisi dekat Paris pada 2016.
Pria kulit hitam bernama Michel itu berprofesi sebagai produsen musik. Otoritas Prancis kini menyelidiki kasus pelecehan rasial dan kekerasan pada pria itu saat pemeriksaan polisi.
Kejadian itu terekam CCTV dan beredar sehingga memicu reaksi publik.
Pemukulan di bagian dalam gerbang masuk satu gedung itu terekam dalam rekaman CCTV dan beredar online serta menjadi berita utama di saluran televisi Prancis. (Baca Juga: Parlemen Prancis dan UE Dorong Sanksi untuk Turki Bulan Depan)
Dugaan serangan terhadap Michel itu berisiko mengobarkan ketegangan rasial yang dipicu berbagai tuduhan kebrutalan polisi berulang kali terhadap warga dan etnis kulit hitam. (Lihat Infografis: Mengenal Iglesia Maradoniana, Agama untuk Puja Maradona)
Konflik ini memanas setelah kematian pria kulit hitam George Floyd di Minneapolis, Amerika Serikat (AS), pada Mei yang memicu gerakan "BlackLivesMatter" di penjuru dunia. (Lihat Video: Rizieq Shihab Dirawat di RS Ummi, Bogor)
Polisi Paris telah menghadapi kritik pekan ini setelah foto dan video media sosial menunjukkan petugas memukuli pengunjuk rasa ketika mereka membersihkan tempat perkemahan migran ilegal di alun-alun pusat kota Paris.
Produser musik tersebut mengatakan kepada wartawan bahwa dia dilompati oleh polisi di studionya di arondisemen ke-17 Paris pada 21 November.
Dia mengaku berjalan di jalan tanpa masker sehingga melanggar protokol kesehatan COVID-19 Prancis. Setelah melihat mobil polisi, dia pergi ke studionya di dekatnya untuk menghindari denda. Namun, katanya, polisi mengikutinya masuk ke dalam dan mulai menyerang serta melecehkannya secara rasial.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Prancis Gerald Darmanin mengatakan bahwa para petugas akan diberi sanksi jika dugaan kesalahan itu memang terjadi.
Insiden tersebut terjadi di tengah kontroversi rancangan undang-undang (RUU) yang membatasi kemampuan jurnalis untuk menampilkan gambar petugas polisi Prancis yang sedang bekerja.
Menanggapi protes dan keluhan dari para pendukung kebebasan berekspresi, kantor perdana menteri (PM) mengatakan bahwa mereka akan membentuk komisi independen yang bertugas mengusulkan versi baru dari undang-undang (UU) tersebut.
Beberapa protes "BlackLivesMatter" pecah di Paris pada Juni, sebulan setelah kematian George Floyd setelah seorang petugas polisi kulit putih berlutut di lehernya di jalan selama hampir sembilan menit saat menangkapnya.
Kemarahan yang ditimbulkan oleh kematian Floyd bergema di Prancis, khususnya di pinggiran kota yang terpencil di mana polisi sering bentrok dengan para pemuda dari latar belakang etnis minoritas.
Protes di Paris pada Juni fokus pada kasus orang yang meninggal selama operasi polisi, seperti Adama Traore, yang meninggal dalam penahanan polisi dekat Paris pada 2016.
(sya)