Whistleblower Kejahatan Perang Pasukan Australia Tuntut Pemulihan Nama Baik

Jum'at, 20 November 2020 - 13:53 WIB
loading...
A A A
Laporan tersebut telah dijelaskan oleh para pemimpin Australia sebagai salah satu bagian paling gelap bagi militer Australia, hanya sembilan hari setelah Hari Peringatan negara itu bagi tentara yang gugur ketika biasanya memakai poppy merah untuk menunjukkan rasa hormat.(Baca juga: Pasukannya Bunuh Warga Afghanistan, Jenderal Australia Minta Maaf )

Anggota parlemen Australia mengutuk laporan tersebut dan mendukung kemungkinan diadakannya penuntutan, sambil mengekspresikan solidaritas dengan angkatan bersenjata negara itu.

"Itu membuat saya sakit fisik, dan itu adalah bacaan yang sangat menyedihkan," kata Menteri Pertahanan Linda Reynolds, seorang mantan perwira militer.

"Saya tahu bahwa itu jelas tidak mewakili kedinasan saya dan itu pasti tidak mewakili mayoritas pria dan wanita yang telah dan terus mengabdi pada bangsa kita dengan perbedaan yang begitu besar," imbuhnya.

Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg mengatakan tuduhan itu sangat serius.

"Tetapi mereka seharusnya tidak menutupi pekerjaan luar biasa yang sedang dilakukan pasukan pertahanan atas nama kami," ujarnya.

Perdana Menteri Autralia Scott Morrison sebelumnya memperingatkan bahwa laporan itu akan mengganggu Australia dan militernya, tetapi belum mengeluarkan komentar sejak laporan itu diterbitkan. Semalam, kantor Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengatakan di Twitter bahwa Morrison telah "mengungkapkan kesedihannya yang paling dalam" atas tuduhan tersebut.(Baca juga: Dugaan Kejahatan Perang Pasukan Australia di Afghanistan Masalah Serius )

Reynolds mengatakan pekan lalu bahwa Canberra telah diberitahu bahwa penuntutan lokal akan menghilangkan dakwaan di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag.

Orang-orang di Kabul, ibu kota Afghanistan, menyambut baik kemungkinan membawa pelaku ke pengadilan, tetapi terbagi atas pertanyaan di mana tuntutan itu akan dilakukan.

"Mereka yang telah melakukan kejahatan sebesar itu harus diserahkan kepada hukum Afghanistan dan harus dihukum sesuai dengan itu," kata Abdul Mutahal, seorang warga Kabul.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1414 seconds (0.1#10.140)