Akui Kekalahan, Trump Akan Tempuh Jalur Hukum untuk Adukan Kecurangan

Selasa, 17 November 2020 - 11:14 WIB
loading...
Akui Kekalahan, Trump Akan Tempuh Jalur Hukum untuk Adukan Kecurangan
Donald Trump akan berupaya menempuh jalur hukum untuk mengadukan beberapa kasus kecurangan yang terjadi di sejumlah negara bagian. Foto/Reuters
A A A
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui kekalahannya dari Joe Biden dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2020. Namun, dia masih akan berupaya menempuh jalur hukum untuk mengadukan beberapa kasus kecurangan yang terjadi di sejumlah negara bagian.

Akui Kekalahan, Trump Akan Tempuh Jalur Hukum untuk Adukan Kecurangan


Trump yang kembali mencalonkan diri dalam Pilpres 2020 menuduh Pilpres kali ini dipenuhi kecurangan. Dia mengatakan sebagian pendukungnya dihadang orang lain. “Jutaan orang mendukung saya. Tapi, beberapa orang mencoba menghambat suara mereka dengan berbagai cara,” kata Trump. (Baca: Nasihat yang Paling Baik adalah Kematian)

Trump mengakui ketertinggalannya dari Biden di beberapa negara bagian. Padahal, dia sangat percaya diri dapat unggul dari Biden di negara bagian tertentu dan kembali menjabat sebagai presiden. Pebisnis yang beralih menjadi politisi itu bahkan sudah menyiapkan pesta selebrasi awal November.

“Upaya kecurangan merupakan sebuah kerugian besar bagi masyarakat AS. Ini merupakan tindakan yang memalukan bagi negeri ini (AS). Terus terang saja, kami memenangi Pilpres ini,” kata Trump. Trump kemudian mengatakan akan mengadu kepada Mahkamah Agung agar seluruh kasus tersebut dapat diselidiki.

Ahli hukum Demokrasi dari Republik, Ben Ginsberg, mengaku kecewa dengan ketidakpercayaan Trump terhadap penghitungan suara. Menurutnya, pernyataan Trump tidak hanya membuat kekacauan, tapi juga merugikan masyarakat AS yang sudah bekerja keras agar Pilpres berjalan dengan transparan. (Baca juga: Banyak Klaster Baru, Siswa Masuk Sekolah Diusulkan Setelah Vaksinasi)

Sebelumnya, Trump menolak kemenangan Biden. Namun, kini, dia mengakui kekalahannya dan hanya menunggu keputusan MA. Biden yang direncanakan memasuki Gedung Putih pada awal 2021 sudah mulai bekerja. Dia telah menemui sejumlah perusahaan pengembang vaksin virus corona Covid-19 untuk memantau perkembangannya.

Biden berhasil mengalahkan Trump dengan perolehan electoral vote 306 berbanding 232, termasuk di negara bagian yang dimenangkan Trump pada Pilpres 2016. Mantan wakil presiden Barack Obama itu juga menjadi pemimpin terfavorit AS dengan tingkat popularitas yang cukup tinggi menyusul kekecewaan terhadap Trump.

“Biden menang Pilpres karena kotak suara sudah diotak atik sedemikian rupa. Dia hanya menang di mata media massa penyebar hoax. Saya belum menyerah,” ujar Trump. “Saya akan mengajukan gugatan besar yang menunjukkan Pilpres 2020 dinodai banyak pelanggaran hukum,” tambahnya.

Trump melayangkan gugatan hukum untuk membalikkan hasil yang dimenangkan Biden di beberapa negara bagian. Para ahli hukum menyatakan upaya itu kemungkinan besar gagal. Komissi Pemilihan Umum (KPU) lokal juga mengatakan tidak ada bukti kuat dan cukup tentang tindak kecurangan. (Baca juga: Tips Mudah Megelola Hipertensi)

“Trump bukanlah orang yang menentukan Biden jadi presiden atau tidak,” kata Ron Klain, orang yang ditunjuk Biden menjadi Kepala Staf Gedung Putih. Namun, sampai kemarin, General Services Administration (GSA) belum mengakui kemenangan Biden mengingat gugatan Trump belum berakhir.

Sebelumnya, tim transisi Biden berencana menggugat GSA karena menunda pengakuan kemenangan Partai Demokrat. GSA biasanya langsung mengakui presiden terpilih sehingga proses transisi dapat mulai disiapkan. Namun, kali ini, hal itu tidak terjadi, sekalipun Biden sudah memperoleh lebih dari 270 electoral vote.

Di bawah Konstitusi, kapan GSA harus mengumumkan presiden terpilih tidak dipaparkan. Tapi, saat ini, GSA masih belum dapat menentukan siapa pemenang Pilpres 2020. “Kami saat ini masih belum dapat memastikan siapa yang menang,” ujar juru bicara (Jubir) GSA, Emily Murphy, yang ditunjuk Trump pada 2017.

Tim transisi Biden mengaku kecewa dengan keputusan GSA mengingat hasil penghitungan suara sudah selesai. Mereka meminta agar GSA segera melakukan tugasnya dan mengakui kemenangan Biden. “Jika tidak, kami akan mengambil jalur hukum atau opsi lainnya,” ungkap tim transisi Biden. (Baca juga: Indonesia Harus Tetap Optimistis Atasi Resesi Ekonomi)

Penundaan ini juga menutup akses tim transisi Biden untuk memperoleh dana transissi senilai jutaan dollar dan bertemu agen intelijen. Tim transissi juga tidak dapat mengakses kementerian terkait untuk memberitahu kepala negara asing terkait presiden baru AS periode 2021-2025.

Pejabat senior AS mengatakan penundaan pengakuan presiden terpilih bukanlah hal baru. Sebelumnya, GSA juga pernah menolak memulai proses transisi resmi selama lima pekan pada 2000. Saat itu, George W. Bush dan Al Gore bersaing memperebutkan ribuan suara di Florida.

Jaksa Agung William Bar mendesak jaksa federal untuk menyelidiki tuduhan yang dilayangkan Trump terkait kemungkinan adanya kecurangan. Namun, dia meminta mereka untuk tidak mengejar klaim yang terlalu jauh. Trump mengaku akan terus berjuang dan mengambil seluruh opsi.

Dengan meningkatnya wabah virus corona Covid-19, masyarakat AS menempatkan isu pandemi dan ekonomi di puncak pertimbangan dalam pemilihan presiden periode 2021-2025. Mereka telah menentukan pilihan berdasarkan sikap kedua kandidat dalam menyikapi isu tersebut. (Baca juga: Permintaan Pembiayaan dari Korporasi Meingkat)

Masyarakat AS menilai krisis kesehatan merupakan isu nasional yang perlu segera diselesaikan karena dampaknya luas. Berdasarkan VoteCast, mayoritas masyarakat AS, terutama pencoblos, menjadikan isu Covid-19 sebagai isu utama. Hanya sedikit dari mereka yang berbicara tentang rasisme, imigrasi, dan lingkungan.

Setelah delapan bulan berlalu, masyarakat mengaku kecewa dengan upaya pemerintah dalam menanggulangi Covid-19. Sebagian dari mereka mengaku terdampak virus mematikan itu, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Sedikitnya enam dari 10 partisipan menilai pemerintah bergerak ke arah salah.

“Kepemimpinan Trump sangat menentukan loyalitas pendukungnya dan masyarakat AS pada umumnya. Hampir 2/3 pencoblos mengaku suara mereka terkait Trump, terlepas mendukungya atau menentangnya,” ungkap VoteCast. Survey ini dilakukan NORC dari University of Chicago dalam skala nasional.

Sekitar 3 dari 10 partisipan juga menilai ekonomi dan lapangan pekerjaan merupakan isu paling utama setelah Covid-19. Sebagian dari mereka mendukung program kebijakan Trump yang memprioritaskan ekonomi. Namun, sebagian lain mendukung program yang dijanjikan Biden yang fokus pada kesehatan masyarakat. (Lihat videonya: Arab Saudi Tutup Kembali izin Umrah untuk Jamaah Indonesia)

Sebelumnya, Biden berharap dapat membalikkan seluruh program Trump selama kampanye terakhir di Iowa. Ahli strategi Republik, Janelle King, menilai upaya yang dilakukan Trump sudah maksimal dan seimbang. Trump bahkan disebut sangat cepat menanggapi isu wabahnya Covid-19 dengan menutup perbatasan.

Bagaimanapun, masyarakat tidak puas. Mereka menyatakan pemerintah seharusnya memprioritaskan kesehatan dan keselamatan masyarakat dengan berupaya memutus rantai penyebaran Covid-19, sekalipun merusak ekonomi. Sebagian dari pencoblos juga mengatakan Covid-19 di AS tidak semuanya terkendali. (Muh Shamil)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1298 seconds (0.1#10.140)