Era Pemerintahan Biden Krusial untuk Proses Perdamaian Israel-Palestina
loading...
A
A
A
RAMALLAH - Sejumlah pakar dan pejabat mengatakan, empat tahun masa pemerintahan Joe Biden akan krusial bagi proses perdamaian Israel-Palestina . Mereka mengatakan, empat tahun ke depan akan menentukan apakah Biden akan membuat baik atau menghancurkan proses perdamaian Israel-Palestina.
Bernard Sabella, anggota Dewan Legislatif Palestina di Yerusalem, mengatakan bahwa Palestina "lega" petahana Donald Trump tidak terpilih kembali. Tetapi menurutnya, Palestina tidak boleh "berharap banyak" untuk pemerintahan Biden.
(Baca: Ucapkan Selamat pada Biden, Abbas Indikasikan Siap Kembali Kerjasama dengan AS )
“Sebagai orang Palestina, kami harus kuat dalam menyampaikan kasus kami. Jika kita tidak memulai negosiasi dan menyelesaikan kesepakatan damai dalam empat tahun ke depan, maka saya kurang optimis untuk masa depan,” kata Sabella, seperti dilansir Al Arabiya.
Mantan utusan Amerika Serikat (AS) untuk Timur Tengah, Dennis Ross mengatakan, meskipun masalah Israel-Palestina tidak akan menjadi prioritas utama untuk Biden karena tantangan kebijakan dalam dan luar negeri lainnya, tapi itu bukan berarti masalah ini akan diabaikan begitu saja.
"Negara-negara Arab yang mengambil langkah normalisasi menuju Israel akan memberi pemerintahan Biden sesuatu untuk dikerjakan. Di situlah ada celah, dengan negara-negara Arab menjadi jembatan bagi Palestina, bukan jalan pintas di sekitar mereka,” kata Ross.
Menurut Sabella, AS di bawah Biden akan menjadi mediator yang lebih kredibel antara Israel dan Palestina daripada Trump. Karena, jelasnya, pemerintahan Biden tidak mungkin mengambil langkah-langkah yang "menentukan hasil akhir".
Dalam empat tahun terakhir, pemerintahan Trump telah membuat serangkaian langkah sepihak untuk mendukung Israel, semuanya dikecam oleh kepemimpinan Palestina. Mulai dari pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, hingga pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke kota tersebut.
Selain itu, AS di bawah pemerintahan Trump juga memotong lebih dari USD 200 juta bantuan ke Tepi Barat dan Gaza dan USD 25 juta untuk bantuan untuk Palestina di Yerusalem Timur.
(Baca: Palestina Sambut Gembira Kekalahan Donald Trump di Pemilu AS )
Biden berjanji akan mengembalikan bantuan ekonomi untuk Palestina dan membuka kembali konsulat, dan kantor PLO. Namun, Biden mengatakan pada bulan April bahwa dia akan mempertahankan kedutaan AS di Yerusalem Barat jika terpilih sebagai presiden.
Menurut Dan Arbell, seorang peneliti di Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS), Trump adalah hadiah yang terus diberikan untuk Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Dia mengatakan, meskipun Netanyahu dan Biden telah bersahabat selama beberapa dekade, pemerintahan Biden akan membatalkan sebagian besar keputusan Trump terkait dengan Palestina, yang disukai oleh Netanyahu
“Pemutusan total antara Washington dan Ramallah selama beberapa tahun terakhir akan segera berakhir. Palestina akan kembali berbisnis dan hubungan diplomatik akan kembali berjalan, termasuk bantuan ekonomi AS. Biden adalah teman Israel, tapi dia juga lebih kritis terhadap posisi Netanyahu dalam masalah Palestina,” kata Arbell.
Sementara itu, mantan anggota parlemen Israel, Ksenia Svetlova mengatakan bahwa dia yakin akan ada "perubahan besar" antara kebijakan pemerintahan Biden dan Trump terhadap Israel. "Bagi Israel adalah bijaksana untuk memikirkan cara menggunakan situasi saat ini untuk memperbaiki dan mengurangi situasi saat ini antara kami dan Palestina," kata Svetlova.
Bernard Sabella, anggota Dewan Legislatif Palestina di Yerusalem, mengatakan bahwa Palestina "lega" petahana Donald Trump tidak terpilih kembali. Tetapi menurutnya, Palestina tidak boleh "berharap banyak" untuk pemerintahan Biden.
(Baca: Ucapkan Selamat pada Biden, Abbas Indikasikan Siap Kembali Kerjasama dengan AS )
“Sebagai orang Palestina, kami harus kuat dalam menyampaikan kasus kami. Jika kita tidak memulai negosiasi dan menyelesaikan kesepakatan damai dalam empat tahun ke depan, maka saya kurang optimis untuk masa depan,” kata Sabella, seperti dilansir Al Arabiya.
Mantan utusan Amerika Serikat (AS) untuk Timur Tengah, Dennis Ross mengatakan, meskipun masalah Israel-Palestina tidak akan menjadi prioritas utama untuk Biden karena tantangan kebijakan dalam dan luar negeri lainnya, tapi itu bukan berarti masalah ini akan diabaikan begitu saja.
"Negara-negara Arab yang mengambil langkah normalisasi menuju Israel akan memberi pemerintahan Biden sesuatu untuk dikerjakan. Di situlah ada celah, dengan negara-negara Arab menjadi jembatan bagi Palestina, bukan jalan pintas di sekitar mereka,” kata Ross.
Menurut Sabella, AS di bawah Biden akan menjadi mediator yang lebih kredibel antara Israel dan Palestina daripada Trump. Karena, jelasnya, pemerintahan Biden tidak mungkin mengambil langkah-langkah yang "menentukan hasil akhir".
Dalam empat tahun terakhir, pemerintahan Trump telah membuat serangkaian langkah sepihak untuk mendukung Israel, semuanya dikecam oleh kepemimpinan Palestina. Mulai dari pengakuan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, hingga pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke kota tersebut.
Selain itu, AS di bawah pemerintahan Trump juga memotong lebih dari USD 200 juta bantuan ke Tepi Barat dan Gaza dan USD 25 juta untuk bantuan untuk Palestina di Yerusalem Timur.
(Baca: Palestina Sambut Gembira Kekalahan Donald Trump di Pemilu AS )
Biden berjanji akan mengembalikan bantuan ekonomi untuk Palestina dan membuka kembali konsulat, dan kantor PLO. Namun, Biden mengatakan pada bulan April bahwa dia akan mempertahankan kedutaan AS di Yerusalem Barat jika terpilih sebagai presiden.
Menurut Dan Arbell, seorang peneliti di Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS), Trump adalah hadiah yang terus diberikan untuk Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu. Dia mengatakan, meskipun Netanyahu dan Biden telah bersahabat selama beberapa dekade, pemerintahan Biden akan membatalkan sebagian besar keputusan Trump terkait dengan Palestina, yang disukai oleh Netanyahu
“Pemutusan total antara Washington dan Ramallah selama beberapa tahun terakhir akan segera berakhir. Palestina akan kembali berbisnis dan hubungan diplomatik akan kembali berjalan, termasuk bantuan ekonomi AS. Biden adalah teman Israel, tapi dia juga lebih kritis terhadap posisi Netanyahu dalam masalah Palestina,” kata Arbell.
Sementara itu, mantan anggota parlemen Israel, Ksenia Svetlova mengatakan bahwa dia yakin akan ada "perubahan besar" antara kebijakan pemerintahan Biden dan Trump terhadap Israel. "Bagi Israel adalah bijaksana untuk memikirkan cara menggunakan situasi saat ini untuk memperbaiki dan mengurangi situasi saat ini antara kami dan Palestina," kata Svetlova.
(esn)