Sekjen PBB Serukan Resolusi Damai di Ethiopia

Jum'at, 06 November 2020 - 19:53 WIB
loading...
Sekjen PBB Serukan Resolusi...
Sekjen PBB Antonio Guterres. Foto/Guardian.ng
A A A
NEW YORK - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB , Antonio Guterres, menyerukan penurunan ketegangan di Ethiopia utara di mana pertempuran meletus antara pasukan federal dan pasukan di wilayah Tigray.

Ketegangan berkepanjangan meletus menjadi konflik bersenjata minggu ini antara Addis Ababa dan wilayah Tigray, yang para pemimpinnya secara efektif memerintah negara itu selama tiga dekade sampai Perdana Menteri Abiy Ahmed berkuasa.

"Saya sangat khawatir atas situasi di wilayah Tigray di Ethiopia. Stabilitas Ethiopia penting untuk seluruh wilayah Tanduk Afrika," tulis Guterres di Twitter.

"Saya menyerukan penurunan segera ketegangan dan resolusi damai untuk sengketa tersebut," imbuhnya seperti dikutip dari France24, Jumat (6/11/2020).

Abiy, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian tahun lalu, pada Rabu lalu mengumumkan bahwa ia telah memerintahkan operasi militer di Tigray sebagai respon atas "serangan" oleh partai yang berkuasa di kawasan itu, Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), di sebuah kamp militer di sana.(Baca juga: Pertempuran Sengit Pecah di Ethiopia )

"Negara kami telah memasuki perang yang tidak diantisipasi. Perang ini memalukan, tidak masuk akal," kata wakil kepala angkatan darat Ethiopia Berhanu Jula pada konferensi pers Kamis kemarin.

TPLF menyangkal serangan itu terjadi dan menuduh Abiy mengarang cerita untuk membenarkan pengerahan militer terhadap partai tersebut.

Presiden Tigray Debretsion Gebremichael mengatakan bahwa pertempuran sedang terjadi di Tigray barat, dan bahwa pasukan federal berkumpul di perbatasan di wilayah tetangga Amhara dan Afar.

Satu sumber diplomatik mengatakan kemungkinan ada korban di kedua belah pihak setelah pertempuran hebat dan tembakan artileri Kamis di salah satu jalan utama yang menghubungkan Tigray ke wilayah tetangga Amhara.



Seorang pekerja bantuan, yang berbicara tanpa menyebut nama, mengatakan 25 tentara yang terluka telah dirawat di sebuah pusat kesehatan di Amhara pada hari Kamis, tanpa menyebutkan dari sisi mana mereka berasal.

Koneksi internet dan telepon di Tigray telah terputus, membuat jumlah korban sulit untuk diverifikasi.

Kelompok Krisis Internasional (ICG) mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kecuali pertempuran itu segera dihentikan, konflik akan menghancurkan tidak hanya Ethiopia tetapi juga untuk seluruh Tanduk Afrika.

ICG mengatakan pertempuran berkepanjangan dapat terjadi di negara tetangganya Eritrea, di mana Presiden Isaias Afwerki memiliki kedekatan dengan Abiy dan yang merupakan "musuh bebuyutan" TPLF yang memerintah Ethiopia ketika berperang dengan Eritrea.

Mengingat Tigray memiliki pasukan militer yang kuat, dengan perkiraan 250.000 tentara, perang bisa berlangsung lama dan berdarah di negara terpadat kedua di Afrika itu, kata grup tersebut.

Konflik juga bisa semakin mengguncang Ethiopia yang beragam, terpecah menjadi negara-negara federal berbasis etnis, yang telah menyaksikan banyak wabah kekerasan etnis dalam beberapa tahun terakhir.

"Mediasi bersama dan segera - lokal, regional dan internasional - diperlukan untuk mencegah penurunan ke krisis yang lebih luas," bunyi pernyataan yang dikeluarkan oleh ICG.

TPLF mendominasi politik di Ethiopia selama hampir tiga dekade sebelum Abiy berkuasa pada tahun 2018 didukung oleh aksi protes anti-pemerintah.(Baca juga: AS Desak Penghentian Pertempuran di Ethiopia )

Di bawah Abiy, para pemimpin Tigrayan telah mengeluh karena menjadi sasaran yang ketidakadilan dalam tuntutan korupsi, dicopot dari posisi puncak dan secara luas dijadikan kambing hitam atas kesengsaraan negara.

Ketegangan meningkat ketika Tigray maju dan mengadakan pemilihannya sendiri pada bulan September, setelah Addis Ababa memutuskan untuk menunda pemilihan nasional karena pandemi virus Corona.
(ber)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1168 seconds (0.1#10.140)