Erdogan Jadikan Peradilan sebagai Alat untuk Memukul Lawan Politiknya

Jum'at, 08 Mei 2020 - 22:12 WIB
loading...
Erdogan Jadikan Peradilan sebagai Alat untuk Memukul Lawan Politiknya
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Foto/REUTERS/Umit Bektas
A A A
ANKARA - Ribuan hakim dan jaksa di Turki telah dipecat atau pun dipenjara saat pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan menggunakan peradilan sebagai senjata atas lawan-lawan politiknya.

Mereka kini digantikan oleh pendatang baru yang dinilai loyal dan tidak berpengalaman. Beberapa hakim berusia masih sangat muda sekitar 20-an tahun, hingga membuat lembaga pengadilan jatuh dalam krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Melansir laman New York Times, Jumat (8/5/2020), butuh 16 hakim untuk menghukum politisi Kurdi Gultan Kisanak dan Sebahat Tuncel atas tuduhan menjadi anggota organisasi teroris tahun lalu.

Persidangan yang digelar di Diyarbakir, kota terbesar di tenggara Turki yang sebagian besar wilayah Kurdi, hanya diselesaikan dalam selusin sesi. Tetapi selama persidangan berlangsung, panel yang berjumlah tiga hakim mengalami perubahan terus-menerus.

Para politisi wanita itu dituduh melakukan terorisme dan tetap yakin tidak bersalah. Mereka dibawa ke pengadilan hanya sekali yaitu untuk mendengar vonis "bersalah".

"Melakukan pembelaan menjadi mustahil karena kami tidak pernah tahu siapa hakimnya. Para hakim, beberapa dari mereka sangat muda dan tidak berpengalaman, diganti tanpa penjelasan," kata Cihan Aydin, pengacara para politisi Kurdi tersebut.

"Hakim Ketua juga diganti empat kali," lanjut Aydin yang juga seorang pengacara hak asasi manusia dan ketua asosiasi pengacara lokal.

Menurutnya, di setiap persidangan ada pergantian hakim baru sehingga tim penasihat hukum harus memulai pembelaan dari awal lagi. "Bayangkan bagaimana kacaunya pemikiran para hakim yang baru itu. Karena, tentu tidak mungkin bagi hakim untuk membaca dna memahami ribuan halaman berkas kasus, jadi setiap kali kami yang harus merangkum dan menjelaskan apa yang ada dalam surat dakwaan," kata Aydin.

Tuduhan aksi terorisme yang dialamatkan kepada kedua wanita Kurdi itu menjadi hal umum terjadi di Turki, terutama sejak upaya penggulingan yang gagal terhadap Presiden Erdogan pada 2016. Penangkapan massal pun terjadi di mana-mana. Label “terorisme” dijeratkan bagi mereka yang dituduh simpatisan ulama Turki; Fethullah Gulen, dan mereka yang kritis atas jalannya demokrasi.

Yang juga semakin umum adalah praktik pergantian hakim selama persidangan meski hal ini oleh Pemerintah Turki dibantah dengan dalih bahwa perubahan itu hal yang rutin, karena alasan kesehatan atau administrasi.

Namun, pengacara yang diwawancarai oleh Reuters mengatakan mereka yakin itu adalah cara bagi pemerintah untuk melakukan kontrol atas pengadilan.

“Pergantian hakim secara terus-menerus di persidangan adalah mekanisme yang sederhana namun sangat efektif untuk mengendalikan pengadilan. Setiap kali pemerintah terlibat seperti ini di peradilan, ada ratusan kasus di mana hakim mendapatkan pelajaran untuk tidak melawan kepentingan pemerintah," kata Gareth Jenkins, seorang analis politik yang berbasis di Istanbul.

Mehmet Yilmaz, Wakil Ketua Dewan Hakim dan Jaksa Penuntut Turki, badan negara yang menunjuk pejabat hukum, mengatakan sistem hukum Turki "tidak berada di belakang negara mana pun di dunia."

Peradilan telah digunakan sebagai instrumen untuk mengawal agenda politik di Turki selama beberapa dekade. Di bawah rezim Erdogan, pihak oposisi mengatakan peradilan telah dikerahkan sebagai alat “pemukul” politik dan telah melenceng ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Di bawah langkah pembersihan yang dilakukan Erdogan, ribuan hakim dan jaksa telah dipecat. Mereka yang tidak sejalan telah digantikan oleh pendatang baru yang tidak berpengalaman, tidak siap untuk menangani lonjakan dramatis dalam beban kerja dari penuntutan terkait kudeta. Setidaknya 45 persen dari sekitar 21.000 hakim dan jaksa di Turki sekarang memiliki pengalaman tiga tahun atau kurang. Data ini menurut perhitungan Reuters dari data Kementerian Kehakiman.

"Kami tidak mengklaim bahwa peradilan ini lebih independen dari pemerintah sebelumnya," kata Zeynel Emre, seorang anggota parlemen dari oposisi utama; Partai Rakyat Republik (CHP). "Namun, periode seperti ini di mana pemerintah menggunakan peradilan seperti pedang pada politik dan terutama oposisi belum pernah terjadi sebelumnya."

Seperti kasus Gultan Kisanak di atas, dia ditangkap pada tahun 2016 dengan tuduhan menjadi anggota Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dilarang dan dituduh menyebarkan propaganda teroris. Dia membantah tuduhan itu. Kisanak kemudian dihukum tahun lalu dan sekarang menjalani hukuman penjara 14 tahun. Sebahat Tuncel diadili bersama Gultan Kisanak dan dipenjara selama 15 tahun. Dia juga membantah tuduhan terhadapnya.

Tuncel terlihat hadir selama aksi protes terhadap Erdogan pada tahun 2016 terkait penangkapan anggota parlemen Kurdi, di kota tenggara Diyarbakir. Pada saat penangkapan mereka pada akhir 2016, Kisanak dan Tuncel adalah tokoh terkemuka dalam kampanye puluhan tahun menyuarakan minoritas Kurdi untuk mendapatkan kesetaraan sosial, ekonomi dan politik.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1505 seconds (0.1#10.140)